Kalau perhatikan, dalam kehidupan ibadah sehai-hari, atau pas hari Minggu digereja, ternyata sikap hati kita yang seharusnya menyembah Tuhan, seringkali terpaku pada orang-orang lain, pada hal-hal lain di sekitar kita. Kita seringkali lebih memerhatikan orang-orang lain dan cenderung meniadi komentator atau Penonton yang perhatiannya terpaku pada orang-orang yang bergerak di depan kita. Terkadang mkita juga menganggap suda ke gereja – melaksanakan kewajiban agama. Tapi tidak kita sadari, sikap dalam menghadiri ibadah di gereja tidak berkenan di hati Tuhan,
Tuhan Yesus sendiri menekankan kembali perintah yang tertulis dalam Perjanjian Lama: “Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!” [Matius 4: l0]. Umat manusia sudah seharusnya menyembah Pencipta mereka. “Masuklah, marilah kita sujud menyembah,” demikianlah kata Pemazmur dalam Mazmur 95:6, “Berlutut di hadapan Tuhan yang menjadikan kita.”Jelas sekali, Tuhan mengharapkan kita beribadah kepada-Nya, menyembah Dia. Itulah tujuan kita! Bila kita mau hidup menurut kemauan Allah, tetapi tidak beribadah kepada-Nya dan tidak menyembah Dia, itu adalah sesuatu yang tidak mungkin. Selain itu, mereka yang mau hidup menurut kemauan Allah harus iuga menyadari bahwa ada kemungkinan ibadah kita kepada Allah menjadi sesuatu yang sia-sia: “Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh daripada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku” [Matius l5:8-9]’
Bagaimana supaya ibadah kita kepada Allah tidak menjadi sesuatu yang sia-sia? Untuk itu, DIA, mengajak Tadius S. Gunadi, Staf Senior Pekantas dan Martin L. Marpaung, General Manager PT Pakuwon untuk mencermati bagaimana seharusnya orang Kristen beribadah.
“Saya melihat, masih banyak orang Kristen yang menjalankan ibadahnya sebatas ritual. Mereka memiliki pendapat bahwa menjadi orang Kristen harus ke gereja pada hari Minggu. Kalau ke gereja itu, untuk melakukan pengakuan dosa dan penyucian diri atau supaya disebut Kristen. Hanya sebagian kecil saia yang memahami atau mengerti betul tentang bagaimana seharusnya seorang Kristen melaksanakan ibadah dan agamanya itu,” ujar Tadius Gunadi.
Sementara Martin L. Marpaung melihat banyak orang Kristen melakukan ibadahnya hanya karena kewajiban. Beibadah bukanlah sekadar melakukan liturgi atau mentaati peraturan/tata cara keagamaan, melainkan menaati imbauan, “Bergembiralah karena Tuhan” (Mazmur 37:4). Bila kita begembira karena Tuhan, itu berarti kita menghormati Tuhan. Menaati tata cara keagamaan tidak dapat dijadikan petanda kita menghormati Tuhan. Maka dari itulah kita harus beribadah dalam roh dan kebenaran, dengan segenap hati dan Pikiran – dengan segenap jiwa atau akal budi. Kalau kita menyembah Tuhan hanya dengan ketulusan saia, kita akan cenderung menYembah Dia berdasakan Perasaan saia. Hal itu dapat membuat kita bersikap ektrim, meledak-ledak tak terkendalikan atau tidak membereaksi apa-apa. Sebaliknya’ kalau kita menyembah Tuhan berdasarkan kebenaran Firman Tuhan, tetapi tidak dengan tulus/segenap iiwa, maka penyembahan kita sifatnya akan dingin dan suram.
Beribadah menyembah Tuhan adalah memusatkan hati dan pikian kita kepada-Nya serta memberi respon terhadap Dia. Kita tidak dapat dikatakan menyembah Tuhan kalau pikiran kita tidak tepusat kepada Dia’ Kalau kita mendengarkan kotbah tanpa memikirkan bagaimana Firman Tuhan yang kita dengar itu dapat diterapkan ke dalam hidup kita, kita tidak dapat dikatakan sedang beribadah kepada- Nya’
Kita bisa saia bernyanyi: “Kudus, kudus, kudus” tetapi kiran kita tidak tepusat kepada Tuhan selagi kita menyanyi ; itu bukan beribadah namanya. Kita dapat saia mendengarkan orang lain berdoa, tetapi kalau kitatidak memusatkan pikiran kepada Tuhan dan sehati berdoa dengan mereka, kita sedang tidak beribadah.
Menyembah Tuhan dalam beribadah tidak hanya melibatkan gerakan dan kata-kata, tetapi melampaui itu. Semua, mencakup sikap hati dan pikiran kita. Segenap jiwa dan pikiran kita tepusat pada Tuhan bila kita sedang menyembah Dia. Jadi kata-kata pujian apa pun yang kita katakan, lagu-lagu rohani mana pun yang kita nyanyikan, gerakan apa pun yang kita lakukan, kalau kita melakukannya tidak dengan memusatkan hati dan pikiran kepada-Nya, kita tidak dapat dikatakan sedang menyembah Dia. Dengan perkataan lain, kita sedang tidak beribadah. “lbadah itu harus ada rasa hormat yang tinggi kepada Tuhan. Sehingga ketika melakukan ibadah baik digereja maupun dalam kehidupan sehari-hari tidak lagi dilakukan sebatas ritual, tetapi lebih dari itu. Datang kepada Tuhan karena ingin berteriak, ingin bersyukur, ingin berterimakasih, ingin memuji dan menyembah untuk semua hal yang telah Tuhan lakukan dan kerjakan dalam hidupnya. Untuk mohon ampun atas segala dosanya. Jadi sikap yang sepefti apa yang harus dimiliki oleh Kristen dalam menjalankan ibadah dan agamanyaadalah dengan rasa hormat. Kedua, segalanyasesryu itu dipersembahkan yang excellent bagiTuhan. Sikap hatilah yang paling terpenting dan yang paling utama diberikan kepada Tuhan,” terang Martin.
Kalau diminta contoh praktis bagaimana mengikuti ibadah di gereja, Martin menambahkan, “Kita tidak lagi mempersoalkan siapa yang kotbah dan apa isi kotbahnya. Bahwa Tuhan memberikan pengkotbah yang baik itu bagus. Ketika kotbahnya buruk, itu mengingatkan diri kita, bahwa saya sedang beribadah kepada Tuhan dan jangan bersungutsungut, apalagi menghakimi si pengkotbah. SekecilaPa Pun, kita akan menemukan kekuatan Firman Tuhan dari apa yang dia sampaikan. Dari puji-pujian yang dilantunkan, dan lain-lain.”
Sesungguhnya, beribadah dalam roh dan kebenaran adalah dua halyang saling melengkapi. Kita perlu mencamkan hal itu karena terus terang, kadang-kadang kita merasa hati kita dingin, tidak ingin beribadah, tidak ada niat yang sungguh-sungguh timbul dari dasar hati untuk memuji dan menyembah Dia.
Merenungkan Firman Tuhan dengan benar dapat menyulut api pada mezbah hati kita sehingga kita terdorong untuk beribadah, bersekutu dengan Tuhan menurut kebenaran Firman Tuhan. Tuhan Yesus berkata bahwa hukum yang paling utama mencakup mengasihiAllah dengan segenap hati dan segenap akal budi kita. Kalau tidak begitu, ibadah kita akan menjadi sia-sia saja. Haruskah kita behenti beribadah di gereja atau berhenti bersaat teduh dengan Tuhan di rumah kalau kita merira ibadah kita dalam roh dan kebenaran tidak berialan seimbang? Tentu saja tidak! Tetapi bagaimana kalau kita sedang mengalami kegersangan rohani yang berlarut-larut sehingga kita merasa ibadah yang kita lalukan itu lebih mirip suatu kemunafikan belaka? Mungkin kita bertanya, untuk apa terus beribadah kalau ibadah kita menjadi sia-sia saja?
Kita hendaknya tidak berhenti beribadah, baik di gereja maupun di rumah secara pribadi, walaupun kita sedang merasa tidak ingin melakukannya. Kita harus tetap melakukannya karena itu adalah hal yang benar untuk dilakukan. lngatlah, pada saat kita dapat menyembah Tuhan dengan segenap hati dan pikiran pun, penyembahan kita tidak sempurna. Kita tidak telepas dari kelemahan dan kekurangan. Justru di dalam ibadah, kita dapat mengalami pemulihan sehingga jiwa kita disegarkan lagi.
Setiap orang Kristen akan melewati saat-saat kegersangan rohani dalam kehidupan Kristennya. Itu dapat belangsung selama beberapa jam sampai beberapa hari. Sering juga berlangsung sampai berminggu-minggu. Pada saat jiwa kita layu seperti itu, janganlah berhenti beribadah. Menjeritlah kepada Tuhan, mintalah Dia membuat Anda mengalami “aliran-aliran kehidupan”. Jika seseorang itu belajartentang Firman Tuhan, nanti, Firman itu sendiri yang akan mengoreki dan membersihkan dia.
Bahwa Tuhan menghendaki umat-Nya secara tetap dan teratur beribadah secara bersama-sama dalam kebaktian, teru ngkap jelas dalam Ibrani 10:25. “Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang.”
Kekristenan bukanlah pengasingan diri. Dalam Perjanjian Baru, gereja digambarkan sebagai tubuh, bangunan dan anggota keluarga Allah. Dalam setiap gambaran itu dibicarakan hubungan antara seseorang dalam kelompok itu dan orang-orang lainnya dalam kelompok yang sama. Bila kita menjalani kehidupan Kristen dengan pola hidup menyendiri, kita akan kehilangan banyak berkat dari Tuhan.
“Pertemuan ibadah” dalam lbrani l0:25 menunluk kepada kebaktian umum, di mana kita berbakti bersamasama saudara seiman. Betapa pun mantaPnya saat teduh kita pribadi dengan Tuhan setiap hari, hal itu tidak dapat dijadikan alasan bagi kita untuktidak beribadah bersama dengan saudara-saudara seiman. Kita tetap perlu berbakti bersama. Ada hal-hal tertentu dalam kebaktian bersama dan dalam kekristenan yang dapat kita alami hanya kalau kita bebakti bersama. Ada berkat-bekat tetentu yang Tuhan curahkan hanya dalam ibadah bersama.
“Dalam satu buku yang pernah saya baca menuliskan, gereja adalah komunitas yang berkumpul dan tersebar. Gathering ond scattering community. Jadi di hari Minggu kita Gathering, setelah itu, dari hari Senin hingga Sabtu kita scatter, atau kembali ke pekerjaan dan aktivitas masing-masing. Ada yang menjadi pegawai negeri, ada pebisnis, ada yang jadi guru, dsb. ltulah yang dimaksudkan dengan gereja atau komunitas yang berkumpul tiap minggunya, lalu tersebar untuk melaksanakan dan melakukan fungsinya. Ketika bersekutu itulah kita diingatkan kembali akan panggilan hidup. Dan ketika kita scotter, kita disadarkan untuk tujuan dan panggilan Tuhan atas hidup kita. Kalau seorang Kristen memiliki pemahaman ini, barulah dia menjadi Kristen yang sejati. Karena pemahamannya tentang ibadah itu benar-benar utuh, irolistik dan tidak dipisah-pisahkan. Seluruh rangkaian hari dan hidup itu adalah ibadah sebenarnya,” kata Tadius.
Sebaliknya, betapa pun kita merasa dipuaskan dalam ibadah bersama, betapa pun kita giat beribadah bersama, tetap ada pengalaman-pengalaman dengan Tuhan yang hanya dapat kita peroleh dalam ibadah pribadi kita, misalnya dalam saat teduh kita pribadi. Yesus sendiri setia beribadah bersama setiap hari Sabat di rumah ibadat dan di Bait Allah, di Yerusalem. Di samping itu dikatakan iuga ‘Akan tetapi Ia mengundurkan diri ke tempat-tempat yang sunyi dan berdoa [Lukas 5: I 6].
Bagaimana mungkin kita dapat beribadah kepada Tuhan dalam kebaktian umum seminggu sekali tetapi tidak beribadah secara Privat setiap “Lihat kesalehan orang Farisi. Mereka melakukan segala bentuk ibadah dan memantangkan banyak hal dan tidak berani melanggar adat budaya, semua itu hanya supaya terlihat baik di mata manusia kan? Berdoa di sudut-sudut jalan agar dihargai dan mendapat penilaian yang baik dari manusia. Adakah motivasi motivasi seperti ini kesalehan yang sejati? Kesalehan yang sejati berkaitan erat dengan seberapa sikap dan hormat serta takut akan Tuhan dalam diri. Kalau hari sepanjang minggu? Dapatkah kita mengharapkan api dalam mezbah hati kita berkobar bagi Tuhan dalam kebaktian umum pada hari Minggu, sedangkan pada hari-hari biasa, api itu tidak pernah menyala dalam ibadah privat? Sebabnya mengapa pengalaman kita dalam beribadah bersama sering mengecewakan, kemungkinan besar ialah karena ibadah privat kita tidak berjalan dengan baik.
Kita harus tetap ingat bahwa Tuhan menghendaki kita bersekutu dengan Dia dalam saat teduh kita pribadi supaya Dia dapat memberkati kita. Kita mengurangi sukacita kita bila kita mengabaikan ibadah privat dengan Tuhan. Adalah suatu berkat bagi kita bahwa Tuhan tidak membatasi pertemuannya [dengan kita] menjadi hanya sekali dalam satu minggu. Kita dapat menikmati kehadiran-Nya setiap hari! Kekuatan, bimbingan, dan dorongan semangat daripada-Nya tersedia bagi kita setiap hari. Kesempatan terbuka setiap hari untuk mengakrabkan hubungan kita dengan Tuhan Yesus.
Kelihatan beribadah tetaPi tidak betul-betul beribadah adalah sesuatu yang menyedihkan, menjadi kesalehan lahiriah; sesuatu yang munafik. Baik Tadius maupun Martin mencermati hal itu.
“Kesalehan itu banyak aspek. Jika kesalahen hanya dinilai dari sisi supaya terlihat baik dan tidak pernah melakukan yang buruk dan lain sebagainya. Bisa dibilang mungkin itu hidup yang saleh. Jika ukuran kesalehan itu hanya karena dilihat rajin beribadah atau larang ke gereja bahkan yang bukan Kristen pun bisa dibilang saleh. Bahkan orang di luar Kristen pun dapat terlihat lebih saleh kalau ukuran manusia saja. Tetapi kalau kesalehan sejati yang dimaksudkan adalah kesalehan yang Tuhan mau. Kesalehan yang Tuhan inginkan. Kesalehan sejati inilan yang membuat kita berbeda dengan orang-orang di luar sana, ” jelas Tadius, “Lihat kesalehan orang Farisi. Mereka melakukan segala bentuk ibadah dan memantangkan banyak hal dan tidak berani melanggar adat budaya, semua itu hanya supaya terlihat baik di mata manusia kan? Berdoa di sudut-sudut ialan agar dihargai dan mendapat penilaian yang baik dari manusia. Adakah motivasi-motivasi seperti ini kesalehan yang selati? Kesalehan yang seiati berkaitan erat dengan seberapa sikap dan hormat serta takut akan Tuhan dalam diri. Kalau seseorang itu memiliki sikap yang takut akan Tuhan maka itulah kesalehan yang sejati. Misalnya, Ayub kenapa dia dibilang saleh, karena memang dia pribadi yang takut akan Tuhan.-Dan Yusuf, dia juga termasuk orang yang saleh. Walaupun mungkin buat orang dunia, kesalehan mereka tidak terlalu terlihat seperti kesalehan para biksu dan pemuka agama lainnya. Yang menurut saya kesalehan pemuka agama ini adalah kesalehan yang askeptis, kesalehan yang memisahkan dari dunia, padahal hidupnya di dunia. Alkitab menggambarkan kesalehan itu harus mendunia. Seperti Yusuf yang hidup dalam kondisi politikyang kotor. Yang hidup di dunia birokrasi yang kotor dan banyak intrik. Tetapi dia tidak berubah menjadi tidak saleh. Dia tetap terkenal tokoh yang saleh. Kenapa dia saleh karena dia takut sama Tuhan. Dan ini pun kita terus pelajari. Saya kira itulah yang indah dari sebuah kesalehan. sebuah sikap yang lahir dari hati yang paling dalam karena takut akan Tuhan. Ada lagi, Daniel misalnya, kerja di kalangan yang bukan takut akan Tuhan, bekerja di tengah penyembah-penyembah berhala, tentu tantangannya banyak, tetapi dia tetap berjuang dan bertahan, sehingga dia bisa menjadi kesaksian buat banyak orang. Saya tidak terlalu concern terhadap kesalehan yang agar bagus dilihat oleh dunia. Yang seperti inilah yang disebut kesalehan yang tampil luar saja bagus tapi dalamnya sungguh tidak indah,” Tadius menambahkan.
Menurut Martin, untuk menilai orang baiklah kita menggunakan teori-NyaAllah, yaitu, Firman Tuhan di dalam Alkitab. Jika jiwa kita merasa “lelah” beribadah, maka kita sedang tidak benar-benar beri badah. Bukan tidak terbayangkan bila salah satu makhluk di sekitar tahta Allah berkata, “Saya lelah menyembah Tuhan!” Pikiran semacam itu tidak akan pernah telintas dalam benak mereka sepanjang masa. Sebaliknya, dalam kitab Wahyu itu kita melihat, makhluk-makhluk itu begitu terpukau dengan kemuliaan Allah sampai-sampai mereka tak henti-hentinya menyembah Tuhan, siang dan malam flihat Wahyu 4:8]. Untuk membangunnya, menurut Martin, “Kita harus memiliki kesadaran yang penuh tentang siapa kita yang sesungguhnya. Baik dihadapan Tuhan dan juga dihadapan sesama. Miliki kesadaran bahwa kita ini manusia berdosa. Hanya karena anugerah Tuhan semata kita beroleh hidup, dipelihara dan yang paling penting adalah kita diselamatkan. Jikadalam melakukan kehendak Bapa kita gagal hari ini… berjuang lagi sampai berhasil. Tuhan senang dengan orang-orang yang berjuang untuk melakukan kehendak-Nya. Ada hadiah disana. Ada damai sejahtera dan sukacita menanti.” Sedangkan menurut Tadius Gunadi, pentingnya menyadari kekudusan. “Kalau mereka sudah menyadari akan pentingnya kekudusan akan menolong untuk hidup yang dimaksudkan disini bukan yang hanya tampak luar tetapi yang sampai ke dalam hati yang paling dalam. Sampai mencapai hati nurani dan motivasi. ltu juga bisa kita terlihat saleh karena kita tidak pernah main perempuan tapi kalau pikiran kita kotor apakah itu bisa dinamakan saleh. Kon tidak. Dan harus concern terhadap kekudusan secara utuh dan secara menyeluruh, bahkan mungkin kita sedang bergumul tentang kekudusan ini baik dalam pikiran dan bayangan kita. Pada imajinasi kita. Itupun kita sangat bergumul kalau kita memang serius tentang kekudusan. ltu satu yang penting. Yang kedua, dia harus concern soal integritas. Kalau dia tidak concern soal integritas itu susah. Tapi kalau dia concern dengan masalah integritas saya yakin dia akan memiliki kesalehan yang sejati ini dan baik. Nah, katakata Tuhan Yesus yang sangat powerfull adalah kalau ya katakan ya, dan kalau tidak katakan tidak.
Yang kita sembah dalam beribadah ialah Allah yang menajubkan, Allah Yang Mahamulia, Allah yang dahsyat dan perkasa, Allah Yang Mahabesar. Jadi kalau kita kehilangan gairah sewaktu beribadah, masalahnya pastiterletak pada diri kita, bukan pada Tuhan. Allah selalu layak disembah dengan segenap hati kita. Semakin mantap kehidupan ibadah kita, semakin kuatlah pula kemiripan kita dengan Yesus Kristus. Kerohanian kita akan mulai bertumbuh hanya bila kita mulai hidup beribadah kepada-Nya.
— Majalah Dia Edisi 3/ Tahun XXIII/2009