Majalah DIA

LGBT: Perlukah Diberkati?

Isu mengenai Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender, atau yang biasa disingkat dengan istilah “LGBT” sedang marak akhir-akhir ini di negara kita. LGBT adalah sebuah fenomena sosial, yang tak hanya terjadi di luar gereja, tetapi juga didapati di dalam jemaat. Kita sebagai orang percaya tentu sebaiknya memahami bagaimana pandangan firman Tuhan mengenai LGBT.

Dalam Alkitab dinyatakan bahwa Allah menciptakan manusia menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka (Kej. 1:27). Dalam Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini tertera: ”Demikianlah Allah menciptakan manusia, dan dijadikannya mereka seperti diri-Nya sendiri. Diciptakan-Nya mereka laki-laki dan perempuan”.

Dan Allah menciptakan mereka bukan tanpa maksud. Manusia diberi mandat untuk mengusahakan dan memelihara bumi (Kej. 2:15). Di sini tersirat, kelangsungan bumi juga berkait erat dengan kelangsungan hidup manusia, yang hanya mungkin terjadi dalam ikatan perkawinan antara laki-laki dan perempuan.

Kaum LGBT ciptaan Tuhan juga
Terkait kaum LGBT, hal pertama yang perlu kita ingat adalah, bahwa mereka itu ciptaan Tuhan juga, sama seperti semua orang di bumi ini. Mereka tidak hadir di tengah-tengah masyarakat kita di luar perkenanan Allah. Saya percaya, mereka juga dikasihi Allah. Karena itu, kita pun harus mengasihi mereka. Biasanya, persoalan terdalam yang dirasakan adalah mereka merasa terjebak dalam tubuh yang salah. Tubuh dirasakan sebagai penjara. Dan biasanya menyalahkan Tuhan.

Yang harus dilakukan oleh jemaat ialah, temani mereka dan tolong mereka untuk menerima diri apa adanya karena Tuhan—kalau kita masih percaya bahwa Dia Tuhan, Sang Pencipta—tak pernah salah. Kalau pun kita merasakan sebagai kesalahan, bisa jadi karena kita sendiri belum mampu memahami kehendak-Nya. Yang perlu disampaikan pula, bagaimana mereka belajar menjadi hamba Tuhan, yang melakukan kehendak Tuhan. Dan ajak mereka untuk tetap hidup murni.

Kecenderungan vs perilaku seksual
Kita seharusnya membedakan dengan tegas antara kecenderungan seksual dan perilaku seksual. Kecenderungan seksual bukanlah salah. Yang salah adalah ketika seseorang mengumbar nafsunya untuk memuaskan dirinya sendiri. Ini juga harus mendapatkan penekanan, juga untuk setiap orang yang memiliki kecenderungan heteroseksual.

Yang heteroseksual tentu tak boleh bersetubuh dengan yang bukan istrinya atau suaminya. Mereka juga harus menahan dirinya. Memang bukan hal mudah. Namun, mereka dipanggil hidup murni dalam ikatan perkawinan.

Sementara itu, yang menyukai sesama jenis juga harus belajar hidup murni dengan tidak melakukan hubungan intim dengan sesama jenis! Mereka harus belajar hidup lajang! Dan, gereja juga tidak boleh memaksa mereka untuk menikah dengan lain jenis, karena mungkin malah akan timbul persoalan baru dengan pasangan atau anaknya di kemudian hari.

Gereja tidak mungkin memberkati perkawinan homoseksual
Di sisi lain, ada dorongan dari sebagian LGBT dan pendukungnya agar negara melegalkan pernikahan sesama jenis. Hal ini telah terjadi di Amerika Serikat. Sebenarnya, alasan pelegalan secara hukum positif bukanlah wilayah gereja. Itu merupakan wilayah pemerintah dan DPR sebagai pembuat undang-undang. Namun, yang tidak boleh dilupakan adalah sahnya perkawinan heteroseksual dalam Protestan adalah di catatan sipil, dalam hal ini negara. Gereja memberkatinya ketika ada permintaan dari orang yang telah sah mencatatkan perkawinannya di negara.

Pertanyaannya, apakah gereja akan memberkati perkawinan homoseksual? Gereja tidak mungkin memberkatinya karena perkawinan dalam gereja adalah bersatunya laki-laki dan perempuan. Lagi pula, Persekutuan laki-laki dan perempuan dalam perkawinan sebenarnya merupakan perwujudan dari kehendak Allah sendiri: “Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging” (Kej. 2:24). Persekutuan perkawinan merupakan wujud dari ke-Allah-an itu sendiri. Perkawinan antara laki-laki dan perempuan bisa dipandang sebagai menggenapi kehendak Allah. Dan, gereja harus lebih taat kepada Allah.

________
Penulis adalah Pendeta Gereja Kristen Jawa Jakarta

Exit mobile version