Majalah DIA

Puasa yang Penuh Kuasa

Puasa merupakan hal yang tidak asing bagi para pemeluk agama. Semua agama dan bahkan kepercayaan juga mengajarkan tentang hal berpuasa. Puasa adalah bentuk pengendalian diri atas tubuh, jiwa, dan roh. Pengendalian atas tubuh lebih tertuju kepada makanan, yakni menahan diri untuk tidak makan. Pengendalian atas jiwa cenderung kepada pengendalian atas emosi, pikiran, maupun hati. Menahan diri untuk tidak marah, tidak bergosip, lebih banyak melakukan kebaikan, dan juga belajar untuk rendah hati. Sedangkan pengendalian atas roh lebih kepada upaya-upaya untuk menjalin hubungan dengan Tuhan, mendekatkan diri kepada Tuhan. Ini dilakukan dengan memberi waktu lebih banyak untuk berdoa, membaca Alkitab dan merenungkannya agar semakin peka akan suara dan kehendak Tuhan.

Setiap agama dan kepercayaan memiliki cara atau ketentuan berpuasanya sendiri, baik dari segi waktu atau menu. Kekristenan mengenal puasa, tetapi tidak mengatur waktu maupun menunya. Sabda Tuhan Yesus mengenai puasa “hanya” agar para murid tidak menunjukkan atau memamerkan puasa mereka kepada orang lain, sehingga hanya dilihat oleh Bapa di surga, yang akan membalasnya (lih. Mat. 6:16-18).

Jenis-jenis puasa
Di dalam Alkitab, terdapat berbagai jenis puasa yang disebutkan. Yang pertama bisa disebut sebagai Puasa Total, yakni sama sekali tidak makan dan tidak minum. Waktu maksimal untuk puasa jenis ini adalah tiga hari tiga malam. Apabila dilakukan lebih dari tiga hari tiga malam, maka akan terjadi risiko kesehatan yang sangat serius, termasuk kerusakan tetap bagi organ internal utama, dan sel-sel dalam tubuh akan mulai rusak dengan cepat.

Jenis puasa kedua adalah Puasa Luar Biasa. Puasa ini dilakukan oleh Musa ketika berjumpa dengan Allah di Gunung Sinai (Ulangan 9:9), yakni selama empat puluh hari empat puluh malam tidak makan dan tidak minum. Elia juga melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan oleh Musa (1 Raja-Raja 19:8). Puasa ini hanya dapat terjadi pada diri seseorang bila Tuhan berinisiatif memanggil orang tersebut untuk mengalaminya. Dan puasa ini tidak dapat diulangi atas kehendak sendiri.

Jenis puasa ketiga bisa kita sebut sebagai Puasa Normal, yakni tidak makan apapun tetapi tetap minum secara rutin. Puasa ini dilakukan oleh Tuhan Yesus selama 40 hari di padang gurun sebelum Ia melakukan pekerjaan pelayanan-Nya, yang terungkap di dalam Matius 4:2.

Puasa Sebagian, yakni tidak mengkonsumsi makanan tertentu merupakan jenis puasa berikutnya yang dikisahkan dalam Alkitab. Daniel melakukan puasa ini, yakni hanya makan sayur dan minum air (Daniel 1:12). Yohanes Pembaptis juga melakukan puasa ini hanya dengan makan belalang dan madu hutan (Matius 3:4).

Jenis puasa yang lain adalah Puasa Kelompok atau Puasa Bersama. Dalam Nehemia 9:1 dan Ester 4:16, seluruh bangsa Yahudi dipanggil untuk mengadakan “puasa nasional” pada waktu seluruh bangsa beribadah dan melakukan pertobatan nasional, atau mengalami ancaman dari pihak lain. Demikian pula dalam Yunus 3:5-8, raja Niniwe menyerukan agar semua warganya dan bahkan ternak-ternak mereka berpuasa sebagai respon terhadap khotbah Yunus.

Puasa bukan rutinitas atau kewajiban
Puasa sendiri tidak terbatas pada perkara tidak makan saja, namun ada suatu maksud dan tujuan tertentu yang hendak dicapai. Seseorang dengan religiusitas yang baik akan mengambil tindakan untuk berpuasa ketika menghadapi berbagai macam persoalan yang sulit bahkan mustahil untuk diselesaikan. Dengan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan dan memohon kepadaNya dengan sangat, ia berharap bahwa Tuhan akan memberikan pertolongan. Oleh karenanya, sering terjadi berbagai mukjizat sebagai hasil dari puasa. Ada kuasa yang melampaui kekuatan manusia di balik religiusitas puasa.

Apabila puasa hanya dilakukan sebagai rutinitas atau kewajiban semata, maka puasa tersebut tidak memiliki kuasa yang maksimal. Mengapa? Karena puasa yang demikian cenderung hanya berfokus kepada pengendalian tubuh atau terbatas pada menahan lapar saja. Berbeda halnya apabila puasa dilakukan dengan kesungguhan dengan mengendalikan tubuh, jiwa, dan roh. Hal inilah yang disebut sebagai religiusitas sebuah puasa, dimana puasa yang dilakukan akan menjadi puasa yang penuh kuasa.

=======
Penulis adalah alumnus Sekolah Tinggi Theologia Baptis Indonesia

Exit mobile version