Majalah DIA

Zakheus

Namanya Zakheus. Ya, nama kepala pemungut cukai itu Zakheus. Agak aneh memang, bahkan bisa menjadi bahan tertawaan, pemungut cukai kok namanya Zakheus.

Zakheus merupakan bentuk Yunani dari nama Zakkay dalam bahasa Ibrani, yang berarti “bersih, tidak bersalah”, dan menurut Stefan Leks, biasanya dipakai sejajar dengan “saddiq”, yang berarti benar. Mengherankan bukan, seorang yang namanya berarti “bersih, tidak bersalah” ternyata memilih pekerjaan sebagai pemungut cukai? Bisa jadi, Lukas pun heran ada seorang pemungut cukai yang tetap saja menyandang nama diri Zakheus.

Kepala pemungut cukai merupakan petugas lembaga fiskal Romawi. Tugas itu diberikan kepada siapa saja, warga pribumi, yang mampu menawarkan paling banyak uang kepada pemerintah penjajah. Pada akhirnya, jumlah itu pula yang harus ditagihnya dengan bermacam cara.

Pemungut cukai sendiri tidak mendapat gaji dari pemerintah. Gajinya merupakan selisih uang antara jumlah yang disepakati antara dirinya dan pemerintah Roma dan jumlah uang yang berhasil ditagihnya. Itu berarti, kalau berlaku jujur, dia tidak akan mendapat selisih yang berarti. Yang sering terjadi, jumlah yang ditagih biasanya beberapa kali lipat dari kesepakatan dengan pemerintah.

Bisa dimaklumi, jika para pemungut cukai sangat dibenci orang Yahudi. Mereka dianggap lintah darat, bahkan pengkhianat bangsa. Sebab, mereka menghisap darah bangsa sendiri demi keuntungan bangsa lain.

Sebagai kepala pemungut cukai, pastilah dia seorang terkenal, bahkan mungkin terkaya di Yerikho. Namun pekerjaan itulah yang membuat dia menjadi “orang luar” dalam tatanan masyarakat Yahudi. Bahkan ada aturan yang melarang seorang pemungut cukai masuk ke dalam sinagoge.

Pribadi yang Bertindak
Kelihatannya, Lukas hendak mencatat bahwa dalam diri Zakheus memang ada sesuatu yang baik. Salah satu kebaikan Zakheus ialah dia pribadi yang bertindak. Dia tak gampang menyerah. Jika punya kehendak, dia akan berupaya sekuat tenaga agar mendapatkan yang dikehendakinya.

Catatan Lukas memang terkesan datar: “Ia berusaha untuk melihat orang apakah Yesus itu, tetapi ia tidak berhasil karena orang banyak, sebab badannya pendek. Maka berlarilah ia mendahului orang banyak, lalu memanjat pohon ara untuk melihat Yesus, yang akan lewat di situ.” (Luk. 19:3-4).

Namun, agaknya Lukas sendiri sadar bahwa peristiwa itu memang bukan peristiwa biasa. Mari kita bayangkan! Ketika hendak melihat Yesus, dia terhalang orang banyak yang berkumpul di sekitar Yesus. Mungkin saja, dia sedikit kesal waktu itu mengapa Tuhan memberinya tubuh yang pendek. Bisa jadi orang-orang yang mengenalinya sebagai pemungut cukai sengaja menghalang-halanginya agar tidak dapat melihat Yesus.

Mutungkah Zakheus? Jawabannya tidak! Mengeluhkah dia karena keberadaan tubuhnya? Pasti juga tidak! Dia tetap berusaha mencari jalan untuk bisa melihat Yesus. Tanpa malu-malu, Zakheus berlari mendahului rombongan itu dan memanjat pohon ara. Bisa jadi, tindakannya itu menjadi bahan tertawaan orang. Tetapi, tampaknya dia tidak peduli. Yang penting baginya ialah melihat seperti apakah Yesus itu?

Pribadi yang Kesepian
Motivasinya sangat besar. Kelihatannya, dia sungguh-sunggu penasaran akan pribadi Sang Guru dari Nazaret. Dari kabar yang didengarnya Sang Guru dari Nazaret itu memang bukan sembarang guru. Dia berbeda dari guru-guru yang biasa dikenalnya, yang sering menganggapnya rendah. Kabarnya, Yesus dari Nazaret menerima orang apa adanya. Bahkan salah seorang murid-Nya pun mantan pemungut cukai.

Mungkin, memang itulah alasan utama Zakheus dibalik keinginannya untuk melihat Yesus. Kemungkinan besar, dia pribadi yang kesepian. Dia tahu, jabatannya sebagai kepala pemungut cukai pastilah tidak disukai banyak orang.

Dia tahu juga, meski ada yang dekat dengannya, kebanyakan adalah orang-orang yang memang memiliki kepentingan. Mereka ingin menikmati pula kekayaannya. Mereka tidak sungguh-sungguh tulus bersahabat dengannya. Persahabatan itu berlandaskan hal yang rapuh: uang.

Sekali lagi, dia pribadi yang kesepian. Zakheus butuh teman. Teman, yang sungguh-sungguh tulus menerima dia apa adanya. Dan harapannya itu semakin tebal ketika mendengar bahwa Yesus singgah di kotanya.

Tak Bertepuk Sebelah Tangan
Zakheus ternyata tak bertepuk sebelah tangan. Zakheus mencari Yesus. Namun, di pihak lain, Yesus pun juga mencari Zakheus. Yesuslah yang menyapa Zakheus terlebih dahulu. Bahkan, Yesus menyatakan bahwa Dia harus menumpang di rumah Zakheus.

Tak mudah, dibayangkan apa makna sapaan Yesus di mata Zakheus. Yesus memanggil dia dengan namanya. Namanya, yang kadang menjadi bahan olok-olok orang itu, ternyata berharga di mata Yesus. Buktinya: Yesus mau menyebut namanya. Yesus tidak mengolok-oloknya, bahkan ingin menumpang di rumahnya.

Menumpang di rumah orang yang dianggap berdosa merupakan tindakan yang tidak biasa. Menumpang di rumah seseorang menyiratkan hubungan yang sangat akrab. Tentu kita tidak mau menginap di rumah orang yang tidak kita kenal atau percayai. Dan Yesus merasa perlu menumpang di rumah Zakheus sebagai sahabatnya. Yesus percaya kepada kepala pemungut cukai itu.

Tindakan Yesus sendiri pada akhirnya dicibir oleh para pemimpin Yahudi. Sang Guru tak terlalu peduli dengan cibiran itu. Tampaknya, Yesus tahu, pada dasarnya Zakheus sungguh-sungguh ingin hidup seturut arti namanya. Yesus tahu, Zakheus membutuhkan sahabat. Dan Yesus bersedia menjadi sahabatnya.

Tindakan Radikal
Tindakan Yesus inilah yang membuat iman Zakheus semakin bertumbuh. Tidak hanya dirinya, keluarganya pun merasakan keselamatan. Bahkan, Zakheus melakukan tindakan radikal, yang sungguh-sungguh mencerminkan arti namanya.

Bayangkan, dia hibahkan sebagian miliknya kepada orang miskin. Dengan kata lain, kekayaannya akan berkurang setengah secara sekejap. Tak hanya itu, dia juga bersedia mengembalikan empat kali lipat kepada orang yang pernah diperasnya. So, sekiranya tidak jatuh melarat, bisa diduga dia akan kembali menjadi orang biasa. Bahkan, dia bisa menjadi sangat miskin.

Apa yang dilakukan Zakheus ini pastilah mengejutkan masyarakat kota Yerikho. Mungkin, banyak orang yang merasa sayang jika Zakheus sungguh-sungguh melakukan hal tersebut. Apa yang dilakukannya memang melampaui bayangan banyak orang.

Namun demikian, tindakan Zakheus, yang tak terbayangkan oleh orang sezamannya, hanyalah akibat perjumpaannya dengan Yesus. Zakheus melakukannya karena dia juga heran menyaksikan apa yang Yesus lakukan bagi dirinya. Yang dilakukan Yesus juga melampaui apa yang dibayangkannya.

Mulanya, Zakheus hanya ingin melihat Yesus. Namun, yang dia dapat lebih dari semuanya itu. Yesus malah merasa harus menumpang di rumahnya. Zakheus bukan hanya bisa melihat Yesus, tetapi malah bercakap-cakap dan menjamu Yesus. Apa yang Yesus lakukan jauh dari bayangan Zakheus. Tak heran, sebagai balasannya, dia pun melakukan lebih jauh dari bayangan manusia.

Bisa dipahami, jika Yesus berkesimpulan: “Hari ini telah jadi keselamatan kepada rumah ini.” Ya, itulah kalimat yang keluar dari mulut Yesus, yang dengan cermat dicatat Lukas. Dan tindakan seradikal itu hanya mungkin terjadi kala orang sungguh-sungguh merasakan penyelamatan Allah atas dirinya.

_____________
—– Dituliskan oleh Yoel Indrasmoro, Sekum Yayasan Bina Kasih dan Pendeta di GKJ Jakarta
—— Diterbitkan pada edisi no.2 tahun ke-XXIV 2010, Memulai sesuatu untuk perubahan masyarakat

 

 

 

 

 

 

 

Exit mobile version