Majalah DIA

Kuat di Tengah Arus Kuat

Suatu kali, saya diajak adikku Beben beserta beberapa kawan kampusnya berkunjung ke sebuah pameran komputer di kota Bandung. Sampai di sana, saya amati kalau pengunjung pameran ini mayoritas mahasiswa yang sangat antusias dengan komputer. Sementara setiap stand yang kami kunjungi. Beben dan teman-temannya selalu terlibat pembicaraan serius dengan pemilik stand sambil mengutak-atik alat-alat komputer yang diperdagangkan. Saya tidak terlalu tahu persis apa yang mereka bicarakan, tapi saya yakin mereka berusaha mencari informasi tentang produk-produk baru komputer. Belakangan saya baru tahu, kalau Beben membeli ram komputer tipe PC 64 MB di pameran itu. Sempat juga saya bertanya-tanya dalam hati, mengapa ia membeli ram lagi? Bukankah dia sudah memiliki ram 32 MB, tipe yang sudah sangat memadai untuk komputer seorang mahasiswa? Apalagi ram itu belum beberapa bulan dibelinya? Kok beli baru lagi? Jawabannya baru saya temukan saat sampai di rumah. Beben memasang ram yang baru dibelinya itu ke dalam komputer. Saat diklik…klik….ternyata aksesnya sangat cepat dibanding sebelumnya. Apa artinya semua ini? Jelas, Beben seorang dari banyak mahasiswa yang telah terkontaminasi dengan kemajuan teknologi. Dengan memiliki komputer berakses cepat, tentu ia dapat mengerjakan tugas-tugasnya dengan cepat dan juga memperoleh informasi tentang apa saja dengan cepat melalui internet.

Saya teringat waktu masih kuliah beberapa tahun yang lalu. Asal bisa mengetik tugas di komputer dengan WS 4, rasanya sudah bangga sekali dan merasakan sudah maju sekali, meski zaman itu akses komputer super lambat, tapi herannya orang merasa itulah yang tercepat. Tidak sampai 10 tahun, semuanya telah berubah dengan cepatnya. Bahkan saya yakin Beben akan membeli ram baru dengan akses yang lebih cepat dalm waktu tidak terlalu lama. Itulah salah satu gambaran konkret bahwa arus globalisasi begitu kuat dan cepat akan dialami dan dirasakan manusia. Arus ini akan semakin kuat seiring datangnya era milenium 3 pada tahun 2001 yang bertepatan dengan dimulainya abad ke 21.

Kata Milenium sendiri terdiri dari kata mille (seribu) dan annus (tahun), sedang dalam bahasa Latin, millenium berarti ‘seribu’. Kata ini berasal dari pemahaman kekristenan tentang kerajaan 1000 tahun menjelang akhir zaman (Wah.20). Dari mana pun asal kata milenium ini, yang jelas sra ini akan membawa pengaruh bagi umat manusia. Sebenarnya, pergantian milenium 2 ke milenium 3 itu sendiri bukanlah sesuatu peristiwa atau kejadian yang penting. Karena hal ini tidak beda dengan kronologi sejarah seperti pergantian hari atau waktu sebelumnya. Apalagi masalah waktu bagi Allah tetap sama karena waktu tidak akan mengubah keilahian-Nya. Tetapi hal itu akan menjadi penting karena pergantian era ini diikuti perubahan-perubahan dahsyat yang akan dialami manusia di berbagai bidang, seperti pertukaran barang, informasi yang sangat cepat dan global mencakup dunia internasional. Di samping itu, komunikasi lebih mudah dan cepat karena perkembangan alat komunikasi, telekomunikasi dan transportasi juga sangat pesat. Tukar-menukar informasi juga terjadi melalui media yang mempunyai pengaruh besar karena informasi yang diterima tidak hanya luas dengan banyaknya pilihan, tetapi juga lebih akurat. Bahkan orang tidak perlu keluar rumah – dengan menggunakan internet di rumah – orang bisa bekerja dan juga berbelanja apa saja yang diinginkan dan dibutuhkan. Kemajuan dan perubahan ini tentu sangat dibutuhkan untuk membantu manusia untuk hidup lebih baik.

Tetapi bersamaan dengan kemajuan dan perubahan positif di milenium 3 itu, hal negatif juga menjamur dengan cepatnya. Dlama sebuah harian ditulis berdasarkan hasil riset International Planning & Research Corporation (IPR) dan Software and Information Industry Association (SIIA) tentang pembajakan Software di Asia, Indonesia menduduki peringkat ketiga setelah Vietnam dan China. Di Indonesia sendiri, software bajakan diprediksi naik menjadi 90% pada tahun ini. Menurut Presiden Direktur PT Microsoft Indonesia, Richard Kartawijaya, angka ini akan meningkat di waktu-waktu mendatang (di milenium 3 ?). Richard mengatakan jika orang tidak diberitahu bahwa mengambil barang orang (membajak software) adalah mencuri, orang tidak akan merasa bahwa itu salah, dan terus melakukan hal yang sama. Itulah masalah yang paling utama. Tidak hanya itu, Napza (Narkoba, Psikotropika, dan Zat Adiktif), free sex dan pengangguran juga makin berkembang. Bahkan isme-isme seperti hedonisme, materialisme dan pragmatisme dengan suburnya tumbuh dan mengancam manusia. Orang hanya hidup untuk kesenangan, materi dan tujuan tertentu belaka. Tidak sampai di situ saja, pluralisme nilai yang juga berkembang dapat melunturkan norma-norma yang dianut manusia. Kenyataan lain yang timbul pada proses globalisasi adalah manusia cenderung hidup untuk berkembang dan diakui. Keinginan untuk berkembang ini lebih banyak didorong untuk mencari standar hidup yang dianggap lebih memuaskan. Hal inilah yang melahirkan materialisme yang membuat manusia memiliki gaya hidup yang berpusat pada materi semata. Setelah ingin memiliki segala sesuai yang mendukung hidupnya, manusia juga ingin diakui keberadaannya, karena semakin kuat arus globalisasi maka semakin kuat manusia mencari identitas dirinya. Jika sudah demikian, maka orang tidak lagi menomorsatukan Tuhan, mereka menolak kedaulatan Allah dan merelatifkan kebenaran Allah dengan memunculkan kebenaran sendiri.

Kenyataan yang kompleks ini merupakan tantangan yang harus dihadapi umat manusia termasuk mahasiswa Kristen sebagai kaum intelektual yang selalu haus akan informasi dan kemajuan teknologi. Keadaan ini tidak dapat dihindari tetapi harus dihadapi oleh mahasiswa Kristen. Tidak salah jika kita ada dan menyentuh kemajuan zaman, tapi akan salah, jika dengan kemajuan yang pesat dan kuat itu, membuat kita terbawa arus dan ingin mencapai sesautu dengan menggunakan cara-cara yang tidak diinginkan Allah bahkan sampai melupakan-Nya. Kemajuan bisa menjadi teman, bisa juga menjadi musuh dan mahasiswa Kristen diperhadapkan dengan dua pilihan itu. Siapkah menghadapinya?

Daniel (Belzasar), Sadrak, Mesakh dan Abednego, contoh orang-orang yang berintelektual tinggi yang bisa menghadapi perubahan yang menantang mereka di zamannya. Lingkungan yang sama sekali tidak mengenal Allah yang justru menyembah patung emas dan berhala-berhala lainnya tidak membuat iman mereka goyah, padahal mereka harus hidup, tinggal dan bekerja untuk raja yang jelas-jelas memaksa mereka untuk ikut menyembah berhala dengan taruhan hidup mereka (peristiwa dibakar diperapian menyala-nyala – Dan.3) dan dibuang ke dalam gua singa (Dan.6) ). Tetapi Allah tetap menyertai dan membebaskan mereka. Ada pertanyaan, bukankah tantangan zaman Daniel tidak berbeda jauh dengan milenium-3?

Di era ini mungkin kita tidak dipaksa untuk menyembah berhala dalam bentuk patung sungguhan, tapi harus diingat tanpa sadar justru kita telah menyembah berhala-berhala dalam bentuk lain, seperti materialisme dan kemajuan teknologi, yang kesemuanya itu bisa menjadi mamon bagi manusia. Lalu bagaimana cara menghadapi keadaan ini? John Stott mengatakan dengan mengembangkan akal budi Kristiani yang telah diperbaharui yaitu akal budi yang berdiri teguh di atas landasan kebenaran asasi Alkitab yang dilengkapi dengan pengertian mendalam tentang kebenaran Alkitabiah itu maka kita dapat berpikir secara utuh menghadapi masalah-masalah dunia kontemporer.

Roma 12 : 2, menyatakan : ‘Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna. Pada bagian ini Rasul Paulus mengingatkan sekaligus mendesak agar Jemaat di Roma tidak menyesuaikan diri (sama) dengan dunia melainkan membiarkan diri diubah oleh akal budi yang diperbaharui hingga mampu membedakan kehendak Allah yang berdaulat, sempurna dan layak ditaati. Akal budi yang telah diperbaharui ini, akan mempunyai dampak yang radikal atas hidup manusia, sebab akan membuat manusia mampu membedakan serta mengiyakan kehendak Allah yang selanjutnya dapat mengubah perilakunya. Atau dengan kata lain perubahan budi sesuai dengan kenyataan-kenyataan yang benar, baik sekarang maupun di masa mendatang/kekal. Hal yang sama juga dinyatakan Paulus pada Filipi 2 : 5. Di sini Paulus juga mendesak jemaat di Filipi untuk memiliki pikiran dan perasaan (akal budi) yang juga terdapat dalam Kristus Yesus. Artinya tindakan apapun yang dilakukan manusia, semuanya harus sama dan sesuai seperti yang dilakukan Yesus. Dan semua tindakan itu harus selalu berada dibawah kedaulatan Kristus.

Ada hal yang menarik yang juga dikemukakan Harry Blamires dalam bukunya berjudul Akal Budi Kristiani (tahun 1963); akal budi Kristiani, bukan berarti akal budi yang dipenuhi hanya melulu oleh topic agamawi, melainkan akal budi yang dapat berpikir bahkan tentang topik yang paling ‘duniawi’ sekalipun secara Kristiani. Akal budi Kristiani menurut Harry, juga dilengkapi dengan informasi di segala bidang, terlati dan terampil menangani data kontroversi secular dalam suatu acuan prinsip-prinsip Kristen. Sebagai mahasiswa Kristen yang diciptakan dengan intelektual yang baik, sudahkah kita memiliki akal budi yang benar-benar Kristiani? Dengan memiliki akal budi yang telah diperbaharui dalam Yesus Kristus maka era milenium-3 dengan segala tantangannya dapat dihadapi dengan penuh ketergantungan dan penyerahan diri total kepada Tuhan. ‘Yang hatinya (pikiran dan akal budi) teguh pada-Mu, Kau jagai dengan damai sejahtera, sebab kepada-Mulah ia percaya.’ (Yes.26:3). Dari situlah seorang mahasiswa Kristen akan tetap kuat di tengah arus dunia yang kuat.

 

Daftar Pustaka :
Isu-Isu Global, John Stott, 1993,
Yayasan Komunikasi Bina Kasih.

Exit mobile version