Majalah DIA

Moral

Alkisah pada suatu siang bolong tampak seorang paman dan keponakannya sedang menyusuri trotoar. Mereka tampak berhati-hati agar tidak terserempet pengendara sepeda motor yang jauh lebih lihai menyusuri trotoar. Persis di ujung trotoar itu terlihat baliho bertuliskan, “Ayo, jadikan kota ini kota bermoral!”

Tak lama kemudian, bertanyalah sang keponakan, “Paman, moral itu apa sih?

“Ah, moral, ya? Mm… Kurang lebih begini: kamu bisa membedakan dan melakukan perbuatan-perbuatan yang baik dibandingkan yang jahat.”

“O, jadi, kalau aku berbuat baik, apakah aku jadi orang yang baik?”

“Hm… Ya, tentu saja!”

“Tapi, Paman, aku nggak suka menjadi orang baik.”

“Lho, mengapa tidak?”

“Karena jadi orang baik itu susah. Jadi orang baik itu banyak sekali aturannya—nggak enak! Nggak bisa bebas berbuat apa aja.”

“O, memang. Latihan jadi orang baik itu nggak gampang. Dan, kamu betul, kadang-kadang menjadi orang baik itu susah—dan sering disalahpahami banyak orang. Tapi, jadi orang baik itu juga keren. Kalau kamu punya cita-cita jadi orang baik itu artinya kamu adalah anak yang berani. Kamu berani menantang segala hal yang nggak baik.”

“Mm… Jadi, nanti aku sering berantem sama teman-teman yang nggak baik denganku ya, Paman?

“Hahahaha… Ya, nggak gitu juga. Tapi, iya, kamu akan punya musuh yang akan selalu menantangmu. Cuma kamu perlu ingat kalau musuh bukan untuk kamu binasakan. Orang-orang yang nggak suka denganmu itu akan selalu ada. Karena itu, jadikanlah musuh sebagai pengingat agar kamu tidak sombong, tidak gegabah, dan selalu waspada dengan segala tindak-tandukmu sendiri.”

“Wah, susaaaah… Kalau aku berbuat baik sama musuh supaya aku nggak dimusuhin boleh nggak, Paman?

“Mm…ngg… nah, kalau gitu apa bedanya kamu dengan musuhmu?

“Ya beda dong, Paman. ‘Kan aku berbuat baik sama mereka yang telah menjahatiku. Lagian ‘kan Ayah sama Ibu sering bilang agar nggak membalas orang-orang yang jahat dengan kejahatan. Tapi, bales mereka dengan perbuatan yang baik.”

“Hahaha…. Jadi, menurutmu kalau seseorang berbuat baik pada musuhnya sudah pasti ia adalah orang yang baik juga ya?

“Ah, Paman. ‘Kan itu mirip dengan pertanyaanku tadi di awal!”

“Iya ya …. Paman juga jadi bertanya-tanya. Menurut Paman, orang yang berbuat baik belum tentu orang yang baik.”

“Maksudnya bagaimana, Paman? Meskipun aku sudah berbuat baik, aku bukan orang yang baik? Terus bagaimana caranya menjadi orang baik, Paman?”

“Hm… ya, seseorang bisa berbuat baik pada siapa saja—termasuk kepada musuhnya sekalipun. Tapi, orang tersebut belum tentu punya niat yang baik. Misalnya, kamu berbuat baik supaya kamu dipuji sebagai orang baik.”

“Ooo, jadi ada yang namanya ‘perbuatan baik’ dan ‘niat baik’ ya, Paman? Terus mana yang lebih penting, Paman: perbuatan baik atau niat baik? Kalau niatku baik, tapi perbuatanku jahat gimana, Paman?

“Wah, pertanyaanmu itu … nggak gampang jawabnya. Tapi, kelak kamu akan mengerti bobot pertanyaanmu sendiri kalau wawasanmu sudah terbuka luas. Untuk sekarang, Paman coba berikan pandangan seperlunya ya.”

Sang keponakan hanya mengangguk pelan sembari tidak mengerti sepenuhnya apa yang dimaksudkan oleh pamannya. Sang Paman lanjut berkata,

“Tentu saja perbuatan baik dan niat baik itu sama-sama penting. Dua-duanya sebetulnya nggak bisa dipisahkan. Kalau kamu berbuat baik karena terpaksa, bukankah kamu jadi mirip robot? Robot hanya mengikuti saja perintah-perintah yang diberikan oleh penciptanya tanpa paham maknanya. Dari luar ia tampak sebagai orang yang baik, tapi sebetulnya ia bodoh. Lagipula, hidup kita ini tidak cuma ada warna hitam dan putih atau selalu bernilai baik dan buruk saja. Tapi, hidup ini banyak warna dan tidak semua hal bisa dinilai hanya baik-buruk saja.”

“Ah, Paman, aku … makin tidak mengerti.”

“Hahaha … ah, tak apa. Tak semua hal bisa dimengerti sekaligus sekarang. Paling tidak kamu tahu kalo berbohong, mengumbar janji palsu, atau mengendarai motor di atas trotoar itu nggak baik. Tapi, akan lebih bijak kalau kamu tahu kapan kamu perlu bicara, diam, dan bertindak. … Menjadi orang baik itu sukar, nggak menguntungkan, tapi sekaligus juga petualangan yang seru.”

“Mau jadi orang baik kok susah amat sih, Paman. Pantas saja sedikit yang mau jadi orang baik. Kalau begitu aku mau jadi orang jahat saja, tapi nanti akhirnya jadi orang baik. Bisa kan, Paman? Eh, Paman, ada es potong, beli yuk!”

“Hahaha … dasar!” ujar sang Paman pelan.

Exit mobile version