Majalah DIA

Citra Diri Manusia Baru

Manusia pada mulanya

“Ketika itulah Tuhan Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi mahluk yang hidup”

(Kej 2:7)

            Untuk memahami diri kita, perlulah suatu pengetahuan yang benar tentang kita sebagai manusia. Untuk itu tiada sumber lain yang dapat kita gunakan yang begitu penting dan mempunyai nilai kebenaran sebagaimana dapat kita peroleh dari Alkitab. Pengetahuan yang sangat penting mengenai diri manusia didasarkan atas tujuan Allah menciptakan manusia.

Manusia, dalam bahasa Yunani antrophos, adalah mahluk ciptaan Allah yang diberi hak untuk menguasai bumi dan segala isinya (Kej 1:23-26). Dalam bahasa Ibrani manusia mempunyai beberapa naam, sesuai dengan sifatnya. Enosh, menyatakan keadaan manusia yang begitu kecil dan tidak berdaya di hadapan penciptanya. Adam berasal dari kata adamah, berarti tanah atau bumi, karena Allah membentuk manusia dari tanah.

Tubuh manusia berasal dari tanah, tetapi roh manusia berasal dari nafas Allah. Jadi manusia adalah roh yang mempunyai tubuh. Allah mempunyai manusia menurut peta dan gambar-Nya untuk kemuliaan nama-Nya (Yes 43:7). Dengan demikian manusia menjadi satu pribadi yang dapat berkomunikasi dengan Allah. Dengan akal budinya manusia dapat memberi tanggapan kepada Allah. Tanggung jawab Adam yang pertama adalah mengusahakan dam memelihara taman, kemudia memberi nama semua jenis binatang. Dari semula kita lihat bahwa kepada manusia telah diberikan Allah tanggungjawab untuk bekerja. Jadi bekerja bukanlah suatu hukuman, melainkan suatu aktivitas kehidupan.

Dengan kemampuan berpikir dan ketekunan melakukan berbagai eksperimen, kini manusia telah mencapai teknologi yang sangat mengagumkan. Cobalah bayangkan, betapa menabjukkan duduk di kursi pesawat terbang sambil menonton film sementara terbang diatas lautan yang membentang luas.

Kita dapat melihat pertandingan sepak bola yang sedang berlangsung di suatu tempat yang sangat jauh dari tempat kita berada. Semuanya itu dimungkinkan karena Allah menyediakan segala materi yang kita perlukan beserta hukum-hukum alamnya.

Karena wewenang yang diberikan Allah (Kej 1:27-28), manusia bebas menyembelih hewan untuk kebutuhan pangannya, atau melakukan eksperimen atas hewan-hewan demi kepentingan manusia. Suatu sikap yang picik dari kelompok yang menamakan dirinya penyayang binatang, memprotes dilakukannya eksperimen atas hewan, tetapi tidak memprotes aborsi. Bahkan ada diantara kelompok ini yang melakukan “pembalasan” atas eksperimen pada hewan dengan meracuni makanan bayi.

 

Manusia kehilangan kemuliaan Allah

            Suatu peristiwa yang sangat tragis terjadi ketika manusia mengambil langkah yang salah dengan melupakan firman Tuhan. Manusia takluk di bawah kuasa dosa, kejahatan terus bertambah (Kej 3:6:1-8). Manusia cenderung melakukan dosa dan kehilangan kemuliaan Allah (Rom 3:23), ini berarti manusia tidak lagi sesuai dengan gambar dan peta Allah.

Pencobaan yang dihadapi Adam dan Hawa pada waktu itu sama dengan pencobaan yang kita hadapi saat ini. Masalahnya pun sama. Iblis mengintai manusia, tetapi kita yang memutuskan. Mau taat kepada firman Tuhan atau tidak?

Akibat dari dosa itu terus berkelanjutan. Perselisihan dan kedengkian mengakibatkan manusia saling membunuh. Setelah berdosa, manusia mulai berpusat pada diri sendiri dan akan digunakan untuk membinasakan sesama. Kompetisi diantara manusia telah menghasilkan mesin-mesin untuk saling membunuh. Tentu kita tidak pernah mendengar ada kelompok kerbau membunuh kelompok kerbau lainnya atau kelompok harimau menyerang kelompok harimau lainnya. Tetapi manusia sampai saat ini sedang melakukan hal itu.

Dengan akal yang dimiliki, manusia menjadikannya sebagai alat kejahatan yang sangat efektif. Sejak masa purbakala telah dikenal kekejaman perbudakan, pemerkosaan atas hak-humanisasi lainnya. Keadaan ini terus berlangsung sampai masa yang modern ini, tetapi dalam bentuk yang berbeda.

Perlu kita ketahui, bahwa hak manusia yang paling dasar adalah beribadah kepada Allah. Hal ini tidak boleh dibatasi oleh siapa pun atau memerlukan izin siapapun. Seperti halnya menghirup udara, kita tidak perlu meminta persetujuan siapa pun. Tentu saja “ibadah” yang menggangu orang lain perlu diterbitkan.

 

Perbedaan Lahiriah dan Lingkungan

            Sebab Engkaulah yang membentuh buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku. Tulang-tulangku tidak terlindung bagi-Mu, ketika aku dijadikan di tempat yang tersembunyi, dan aku direkam di bagian-bagian bumi yang paling bawah mata-Mu melihat selagi aku bakal anak… (Maz 139:13,15,16).

Yang menjadi kendala bagi seseorang untuk meneriman dirinya adalah orientasi hidupnya yang berbeda dari tujuan Allah dalam menciptakannya. Manusia yang pada mulanya God-centered menjadi self-centered.  Kendala lain adalah ketidakmengertian seseorang akan tujuan Allah bagi dirinya.

Allah membentuk setiap manusia menurut hikmat-Nya. Rupa,warna kulit, tinggi tumbuh, jenis rambut dan sebagainya ditentukan oleh Allah. Tetapi tingkah laku manusia pun mempunyai pengaruh dalam pembentukan kehidupan manusia. Dengan teknologi kedokteran, warna kulit dan wajah manusia dapat diubah, dan oleh tingkah laku manusia pula bayi dalam kandungan dapat terinfeksi sehingga telah berubah sebelum dilahirkan kedunia. Tetapi Allah tidak memandang rupa, karena yang Ia kehendaki adalah persekutuan dengan Dia dalam kemulian-Nya. Selama-lamanya.

Allah menyerahkan semua bangsa dan umat manusia untuk mendiami seluruh muka bumi dan menentukan musim-musim bagi mereka serta batas-batas kediaman mereka. Tujuan dari semua itu adalah agar manusia mencari Allah dan mudah-mudahan menjamah dan menemukan Dia, walaupun Ia tidak jauh dari setiap manusia (Kis 17:26-27). Jadi tempat kediaman manusia dan musim-musimnya bukanlah accidential melainkan providental.

 

Pria dan Wanita

Allah menjadikan manusia hanya dalam dua jenis, pria dan wakita. Kedua jenis ini berbeda dalam peran. Sesuai dengan tujuan Allah dalam menciptakannya. Perbedaan ini nampak dari segi fisik, emosional dan fungsi tubuh. Tetapi nilai pria dan wanita sama dihadapan Allah, sama hal nya dengan nilai setiap ras atau suku bangsa yang beraneka ragam di dunia (Gal 3:28). Keinginan pria untuk berfungsi sebagai wanita menyimpang dari tujuan Allah, sama hal nya dengan wanita yang ingin berperan dan berfungsi sebagai pria. Walaupun sama dalam nilai tidak berarti pria harus membuktikan mampu melakukan peran dan fungsi wanita (dan pasti tidak bisa). Demikian juga wanita, tidak perlu membuktikan kemampuan melakukan peran dan fungsi pria, karena Allah mempunyai tujuan dalam menciptakan pria dan wanita. Jika pria dan wanita berada dalam peran dan fungsinya masing-masing tidak ada yang akan dipandang rendah, kecuali jika pria atau wanita itu menyimpang dari peran dan fungsinya. Mereka yang mencoba melakukan hal itu menunjukkan adanya kritis identitas atau kehilangan self-confidence.

            Allah menyatakan dengan tegas bahwa Ia menginginkan disiplin diantara pria dan wanita. “Seorang perempuan janganlah memakai pakaian laki-laki dan seorang laki-laki janganlah mengenakan pakaian perempuan, sebab setiap orang yang melakukan hal ini adalah kekejian bagi TUHAN, Allahmu” (Ul 22:5).

Akibat-akibat ketidaktahuan pria dan wanita timbul homoseksual, suatu tingkah laku yang tidak normal. Allah tidak membenarkan perbuatan ini karena bertentangan dengan tujuan Allah atas manusia. Dahulu salah satu penyebab kepada dewa adalah melakukan perzinahan homoseks. Ini adalah salah satu wujud kedurhakaan manusia kepada Allah. “Karena itu Allah menyerahkan mereka kepada hawa nafsu yang memalukan, sebab istri-istri mereka menggantikan persetubuhan yang wajar dengan yang tak wajar. Demikian juga suami-suami meninggalkan persetubuhan yang wajar dengan istri mereka dan menyala-menyala dalam birahi mereka seorang terhadap yang lain, sehingga mereka melakukan kemesuman, laki-laki denga laki-laki, dan karena itu mereka menerima dalam diri mereka balasan yang setimpal untuk kesesatan mereka “ (Rom 1:26-27).

Ada kaum homoseks “Kristen” yang berusaha membuktikan bahwa mereka adalah ciptaan yang lain dari pria dan wanita. Mereka mencoba membenarkan perbuatan mereka dengan pengujian hormon mereka lain dan argumentasi mereka dapat diterima, maka analoginya, perzinahan-perzinahan hetero-sek-sual pun dapat diterima. Tetapi orang yang berakal budi akan menguasai dirinya. Tuhan Yesus mengatakan, ada orang yang lahir kebiri, tetapi ada orang yang mengebiri dirinya sendiri demi kerajaan Allah (Mat 16:11-12)

 

Gambar dan Peta Allah: Menjadi Serupa dengan Kristus

            Manusia tidak dapat berdalih bahwa kita tidak mengenal Allah. Walaupun Allah tidak nampak, tetapi kekuatan-Nya yang kekal dan keIlahian-Nya nampah kepada pikiran dari karya-Nya, sejak dunia diciptakan. Tetapi manusia sekalipun mengenal Allah, tidak memuliakan Dia sebagai Allah atau mengucap syukur kepada-Nya. Sebaliknya pikiran manusia menjadi sia-sia dan hatinya yang bodoh menjadi gelap. Manusia berbuat seolah-olah penuh hikmat, tetapi mereka telah menjadi bodoh. Salah satu cara manusia untuk menyangkali Allah adalah mereka-mereka teori evolusi. Padahal Allah berfirman, siapa yang bersungguh-sungguh mencari Dia pasti akan menemukan-Nya (Yer 29:31)

Dalam penciptaannya, manusia begitu khusus diperlakukan Allah. Allah menghembuskan nafas-Nya kedalam lubang hidung. Setelah manusia jatuh kedalam dosa, Allah mengampuni dan menjadikan manusia ciptaan baru dengan mengorbankan nyawa-Nya (Rom 5:8). Manusia yang sebelum jatuh kedalam dosa adalah gambar dan peta Allah, kini manusia baru terus menerus diperaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Allah (Kol 3:23).

 

Melakukan yang Terbaik, Bukan Menjadi yang Terbaik

Supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kamu bercahaya diantara mereka seperti binatang-binatang di dunia (Fil 2:15).

Yang dikehendaki Allah dari anak-anak-Nya, pertama,  persekutuan dengan-Nya (Yoh 17:21-23; I Yoh 1:3). Kedua, hidup dalam kekudusan tiada teraib dan tiada bernoda. Ketiga, bekerja dengan segenap hati seperti untuk Tuhan. Ini berarti melakukan yang terbaik (Kol 3:23). Melakuakan yang terbaik tidak sama dengan menjadi yang terbaik. Keinginan untuk menjadi yang terbaik adalah ambisi yang menimbulkan persaingan dan secara logis berharap orang lain tidak menyamainya. Ambisi demikianbisa menimbulkan kelicikan atau frustasi. Habel dalam Kejadia 4:1-16 melakukan yang terbaik, tetapi kain ingin menjadi yang terbaik tanpa melakukan  yang terbaik, sehingga ia menjadi frustasi dan kemudia iri hati lalu membunuh Habel.

Seseorang bisa menjadi yang terbaik dalam suatu situasi walaupun ia belum melakukan yang terbaik, tetapi ini berarti bahwa ia belum setia menggunakan talentanya. Sebaliknya seseorang tidak harus menjadi yang terbaik walalupun ia sudah melakukan yang terbaik. Allah yang Maha Adil memberikan kepada kita talenta sesuai dengan hikmat-Nya. Jika seseorang mengarahkan diri untuk melakukan yang terbaik, ia tidak akan terhambat untuk mengasihi orang lain seperti dirinya sendiri. Tetapi jika dalam suatu situasi, kita melakukan yang terbaik dan menjadi yang terbaik, itu adalah karunia Allah. Ia berkuasa meninggikan atau merendahkan siapun yang Ia kehendaki.

Untuk dapat melakukan semua diatas, seseorang harus mengalami pembaharuan. Tujuan hidup dan sistem nilainya harus kembali berpusat kepada Allah (God-centered). Nilai seseorang tidak ditentukan oleh perlakuan orang lain terhadapnya, tetapi oleh perlakuannya terhadap orang lain. “Dan Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka” (2 Kor 5:15)

*dituliskan oleh Sadi Nainggolan, Staff Para Navigator di Solo

Exit mobile version