… pedang akan menembus jiwa…
Lukas 2:35
Ada sebuah patung Bunda Maria dengan Pedang menembus dadanya (Lady of Sorrows—red). Patung ini sepintas terlihat aneh, tapi tidak dengan orang Kristen yang memiliki pengetahuan yang baik dengan kitab sucinya.
Ayat di atas adalah perbincangan Simeon dengan keluarga Yusuf dan Maria, saat penyunatan Yesus di usia delapan hari. Perkataan Simeon pada Maria mungkin tidak dipahami oleh Maria pada saat itu, tapi sekitar tiga puluh tahun kemudian ketika melihat Yesus tersalib di depan matanya, duka yang tajam seperti sebilah pedang benar-benar menghunjam jantungnya.
Anak adalah permata hati orang tuanya. Tapi terkhusus ibu, memiliki ikatan khusus dengan sang anak yang pernah dikandungnya. Saya ingat pernah suatu kali mencubit anak saya karena dia memang membuat kesalahan, tapi dalam kondisi kesalahan yang sama saya marah ketika papanya mencubit dia. Saya boleh mencubit anak saya, tapi siapapun tidak boleh mencubit dia, walaupun papanya sendiri. Ketika saya menceritakan itu ke kumpulan ibu-ibu di Pasutri, kami sama-sama tertawa geli dengan kekonyolan kami para ibu… rata-rata memiliki pengalaman yang sama.
Ibu adalah tiang spiritual. Mendewasakan anaknya.
Apa peranan Maria dalam membesarkan Yesus? Apa kira-kira yang diceritakan Maria ketika Yesus mulai beranjak dewasa saat tiba bulan Maret (bulan Nisan) saat pertemuan Malaikat Gabriel dengan Maria? Dan ketika memasuki bulan Desember (Bulan Tebeth), saat perayaan Hanukah. Apakah Maria akan menyimpan kisah bagaimana para gembala menceritakan perjumpaan mereka dengan bala tentara surgawi di padang penggembalaan? Apa berita yang disampaikan para Malaikat di langit?… dan bagaimana dengan kisah Tiga orang Majus? Pastilah tidak luput dari penuturan Maria.
Yesus memang adalah Allah dalam wujud manusia. Tapi kisah Inkarnasi adalah kisah tentang Yesus yang bertumbuh secara natural sebagai manusia. Peranan Maria pentingkah? Apalagi menurut tradisi, Yusuf sang ayah fisik Yesus meninggalkan mereka dengan cepat. Tidak salah kalau kita simpulkan bahwa Maria memiliki kontribusi dalam pemahaman Yesus tentang siapa diri-Nya, jati diri-Nya. Maria memiliki peran penting dalam masa pertumbuhan Yesus secara fisik, mendewasakan anaknya secara natural.
Ibu yang melepaskan. Ibu yang didewasakan.
Dalam perkawinan di Kana, Yesus menunjukkan sebuah ketundukan atau kerelaan untuk menempatkan Maria di posisi seorang ibu yang didengar. Tapi kejadian ini juga mukzizat pertama atau awal dari sebuah deklarasi besar siapa Yesus sebenarnya. Para murid melihat mukzizat itu dan mulai terbuka mata mereka, Yesus bukan guru biasa layaknya kebanyakan guru Yahudi.
Semenjak saat itulah Maria mulai melihat posisinya adalah sebagai seorang saluran berkat, bukan pemeran utama. Sejak saat itu Maria harus pelan-pelan melepaskan Yesus mengerjakan Visi Bapa Surgawi-Nya. Sudah tiba saatnya Yesus mengerjakan tujuan Dia diutus Bapa-Nya.
Ini berat bagi seorang Maria, melepaskan ikatan dengan anaknya perlahan-lahan, yang puncaknya adalah sebuah pedang seperti menghunjam dadanya saat Yesus disalib. Yesus menggenapi Visi Bapa-Nya dengan tepat, tidak melenceng sedikitpun. Tapi ini juga proses pendewasaan Maria sebagai manusia biasa, yang berikutnya jadi terhitung sebagai bagian dari komunitas murid. Maria mengalami pendewasaan dalam ketundukan/ketaatan pada Allahnya sebagai seorang Murid.
Apakah seorang ibu perlu mengalami pendewasaan rohani? Pertanyaan retoris ini sudah tentu jawabannya iya. Dan saat si ibu berani melepas anaknya, berani melepas ikatan yang terlalu megikat, berani percaya pilihan-pilihan hidup anaknya, berani untuk tidak terlalu memonitor… inilah proses pendewasaan sang ibu.
Suami saya berkali-kali berkata kepada saya, “Ma, harus berani melepas.” (Karena melihat kekhawatiran saya yang berlebihan.) Bagi saya dan ibu yang lain, kekhawatiran itu tidak berlebihan, perlu mata ketiga melihatnya, dan memberitahu.
Rupture adalah melepaskan. Ibu harus menjalani proses ini dengan berani. Ibu yang beriman adalah ibu yang berani melepaskan. Ibu mendorong anak menemukan visinya sendiri dari Bapa surgawinya. Ibu juga mendorong agar si anak mencapai visi itu dengan merdeka.
Ibu memiliki kontribusi besar dalam pertumbuhan spiritual anaknya, mendewasakan anaknya. Ibu juga diberi kesempatan oleh Tuhan untuk mengalami sebuah pendewasaan, dengan berani melepaskan. Selamat Hari Ibu untuk semua ibu yang membaca.
*Penulis adalah staf Perkantas Padang