Majalah DIA

Sikap Mental dalam Penggunaan Teknologi

llmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) untuk pertbma kalinya mendapat tempat dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1993. Ini tentu merupakan langkah maju bagi perkembangan iptek di Indonesia.

Dan secara konkrit, memang dari hari ke hari kita menyaksikan masuk dan berkembangnya iptek khasusnya tetnologi canggih di berbagai kehidupan kita. Masalahnya apakah berkembangnya teknologi maju ini juga dibarengi siapnya sikap mental kita?

Sikap Terhadap Hasil Teknologi?

Penerapan teknologi perlu disertai dengan upaya-upaya pengamanannya yang memadai. Hal itu menyangkut setidak-tidaknya dua hal, yaitu masalah perawatan (maintenance) dari teknologi yang digunakan dari sikap mental manusia yang, menjadi operator (pengguna). Kita sama-sama maklum, bahwa kita masih kurang menyadari pentingnya masalah maintence (Pemelihataan/perawatan)

Begitu banyaknya fasilitas umum yang cepat mengalami kerusakan. Bus-bus kota misalnya, dipakai satu atau dua tahun, kondisinya sudah menyedihkan. Toh, kendaraan itu dipaksakan untuk mencari penumpang.

Kondisi telepon umum di mana-mana memprihatinkan. Secara fiSik, peralatan komunikasi itu kelihatan masih banr. Tapi cobalah Anda pakai, sudah tidak bisa berbunyi lagi. Wakil kawitel IV Telkom melaporkan, kerusakan atau, tidak berfungsinya telepon umum yang meliputi telepon koin dan telepon kartu, di Jakarta, mencapai sekitar 10% dari 18.386 unit pesawat yang ada per bulannya. Sebagian besar karena jaringan dan perlakuan yang tidak semestinya atau akibat tangan-tangan jahil (Suara Pembaruan, 30 November 1993).

Taman-taman indah, yang dibuat agar kita merasakan kenyamanan juga mengalami perlakuan yang tak jauh beda. Bahkan, kadang berubah fungsi. Kita pasti sering menemukan gedung yang bagus, tapi toiletnya jorok. Petugas kebersihan di stasiun gambir mengakui, beberapa ruang WC (buang air besar) pernah ditutup. Alasan penutupan, air bersih yang mengalir di ruangan itu mengalami gangguan macet (Kompas, 11 Maret 1994). Padahal Stasiun Gambir merupakan stasiun modern dan belum lama diresmikan penggunaanya.

Kendaraan taksi pun kurang perawatannya. Pemilik sejak awal hanya membuat kalkulasi masa pakai taksi itu tidak lebih dari 5 tahun. Maka kendaraan pun digenjot habis-habisan, perawatan hanya di adanya saja. Selesai dipakai 5 tahun, mobil siap dijadikan besi rongsokan. Modal sudah kembali, berikut keungungan yang lumayan. Buat apa perawatan yang rumit? Mungkin begitu pemikiran si pemilik.

Bagi pemilik taksi, perawatan yang mendetail hanya menjadi beban/biaya. Dan rupanya, Rendahkah kesadaran kita dalam masalah perawatan? Kurang lebih begitu.

Sebuah diskusi kecil membahas masalah perawatan, mengemukakan, rendahnya kesadaran itu karena kurangnya pengetahuan sekitar masalah ini. Kedua, kalaupun kita tahu. mungkin tidak ada dananya, mungkin karena penyediaan dana perawatan belum menjadi prioritas.

Mari Kita Mulai

Dalam menggunakan teknologi, diperlukan mental tertentu, selain merawat diperlukan juga. Kesadaran dan kemauan untuk bekerja (baca: menggunakan) secara cermat dan teliti, dengan  rasa tanggungjawab dan disiplin yang tinggi. Sebagai contoh. sebelum naik bus Rute Metode Baru (RMB) kita sudah menyiapkan uang 250-an, 550-an atau 1300-an? Kita juga harus berdisiplin masuk bus dari pintu depan dan turun dari pintu belakang.

Kita harus menghargai mereka yang bekerja di bidang perawatan. Berapa banyak di antara kita yang menaruh perhatian pada tukang sapu dijalan-jalan umum? Atau mereka yang berendam di kali-kali untuk membersihkan sampah? Juga terhadap petugas cleaning service di gedung-gedung pencakar langit atau di kantor kita sendiri?

Lalu siapa yang akan memulai kampanye meningkatkan kesadaran merawat? Siapa lagi kalau bukan kita sendiri? Dimulai dari lingkungan yang paling kecil!**

 

*Dituliskan oleh Thomas Nelson P, alumnus dari Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta yang bekerja di Lembaga Informasi dan Komunikasi Kristen Indonesia (LINK)

 

 

Exit mobile version