Majalah DIA

Sungguh Amat Baik

Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik.

        (Kej 1:31a)

Manusia dicipta Allah pada hari ke enam. Setelah penciptaan tersebut Allah melihat ciptaan-Nya ‘sungguh amat baik’. Mengapa Allah menngatakan seperti itu? Jika kita perhatikan Kej 2:18 kita dapat melihat proses penciptaan manusia. Mula-mula Allah mencipta manusia laki-laki. Allah melihat bahwa Adam membutuhkan seorang penolong yang sepadan, sehingga ia tidak kesepian. Ketika itu – mungkin – Allah melihat dan berkata, “Kasihan amat manusia ini seorang diri.” Akhirnya, Allah menemukan cara yaitu dengan memberikan penolong bagi Adam. Allah menciptakan dari gambaran Adam. Adam menamainnya perempuan. Artinya diambil dari laki-laki.

‘sungguh amat baik’ kata itulah yang keluar dari Allah setelah mencipta dan melihat ciptaan-Nya. Ia menjadikan perempuan itu sebagai penolong dan pendamping yang sepadan. Kata sepadan dalam bahasa Ibrani menunjukkan kepada kesesuain, kesamaan. Kesamaan yang dimaksud, ialah jika manusia dapat dikatakan segambar atau merupakan gambaran muliaan Allah, maka perempuan pun dapat diartikan sebagai gambar dan kemuliaan dari laki-laki.

Setelah manusia (laki-laki dan perempuan) dicipta kemudian Allah membei mandat kepada mereka. Mandat itu adalah penuhilah bumi dan taklukkanlah. Beranakcuculah. Manusia diberi wewenang untuk memenuhi dan mengelola bumi.

Beranak cucu disini berarti memenuhi bumi dengan keturunan. Allah memampukan manusia (laki-laki dan perempuan) melakukan produksi melalui alat seks.

Seks diciptakan bersamaan dengan penciptaan manusia. Seks dan naluri seksual sudah ada sebelum manusia jatuh dalam dosa. Jadi sesungguhnya seks dalam sebuah perkawinan, seks itu suci dan kudus.

Selain sebagai sarana reproduksi, manusia juga diberi naluri menikmati hubungan tersebut. Sehingga pelaksanaan reproduksi yang dilakukan manusia tidak seperti robot (baca: mesin) atau binatang.

Ada perbedaan mendasar yang harus kita pahami. Robot – buatan manusia – hanya memproduksi barang. Ia tidak mampu menikmati perjalanan memproduksi tersebut. Sementara binatang dalam proses reproduksi hanya berdasarkan naluri dan birahi. Binatang tidak mempunyai rasa malu. Binatang juga berganti-ganti pasangan. Mereka tidak setia pada seekor lawan jenis. Binatang tidak mengetahui dan peduli pada siapa ‘bapak’ dari binatang yang dilahirkan.

Manusia bukanlah rbot, bukan pula binatang. Allah membuat aturan. Allah memberi kesadaran pada laki-laki untuk melihat ( Kej 2:23-25). Kemudia setelah menemukan pasangan (tulang rusuk) laki-laki dan perempuanpun meninggalkan orang tuanya kemudia mereka menjadi satu keluarga. Mereka menjadi satu daging. Itulah sebabnya mereka harus setia terhadap pasangan dan mereka hanya boleh bersetubuh dengan pasangan yang telah Tuhan berikan melalui pernikahan.

Manusia diizinkan Allah menikmati seks setelah keduanya mengikrarkan janji – di depan Tuhan dan jemaat – untuk menjadi satu keluarga baru. Mereka berjanji menjadi pasangan dan keluarga selama hidup. Di dalam keluarga itulah mereka dapat saling menikmati keberadaan masing-masing.

Dalam sebuah perkawinan, seluruh peralatan tubuh dapat dan diperkenan Allah untuk dinikmati sepuasnya tanpa perasaan dosa. Namun sebaliknya, Allah sangat jijik melihat orang yang menyalahgunakan seks. Melihat dengan mata birahinya saja dosa, apalagi melakukan hubungan seks diluar nikah. Tetapi kenyataannya sekarang ini, banyak orang melakukan hubungan seks seperti tukar sepatu dan ganti baju. Seks tidak dikaitkan dengan reproduksi keturunan, tapi hanya untuk kenikmatan dan pemuasan hawa nafsu.

Bahkan ada yang lebih parah lagi. Seorang laki-laki dapat menjadi seorang suami baik bagi istrinya. Ia juga dapat menjadi ayah teladan bagi anak-anaknya. Tapi, kenyatannya ia memiliki ‘kekasih’ lain diluar rumah. Sebaliknya perempuan pun berbuat begitu. Ia menjadi penolong bagi suaminya dan ibu idaman bagi anak-anak. Tapi, disela waktu yang kosong, ia menjumpai ‘kekasih’ lain. Sangat ironis.

Sebagai umat pilihan Allah, kita harus tunduk pada perintah Allah. Ia memberikan keindahan hidup yang harus kita pelihara. Seks adalah bagian dari anugerah yang harus kita pelihara kesuciannya. Oleh karena itu kita harus menempatkannya pada ‘posisi’ yang dikehendaki pencipta. Dengan demikian yang ‘sungguh amat baik’ itu tetap utuh kita jaga sehingga kapan pun tetap ‘sungguh amat baik.’

 

*dituliskan oleh Ester O.S

Exit mobile version