Sekarang ini, media sosial makin dilihat sebagai sarana yang potensial untuk membawa berbagai perubahan di masyarakat. Jika isu yang diusung dianggap penting atau menarik oleh pengguna media sosial, ia bisa bergulir dengan cepat. Gerakan untuk menyelamatkan Kepulauan Aru oleh Glenn Freddly, misalnya, mendapat dukungan yang besar dari “netizen”, sehingga “memaksa” Menteri Kehutanan untuk membatalkan izin pembabatan hutan. Abdul Manan, seorang warga Desa Sungai Tohor, Riau, memulai petisi berjudul “Blusukan Asap” yang direspon oleh Presiden baru, Jokowi, dengan kunjungan ke desanya.
Namun di sisi lain, media sosial ternyata juga dipakai untuk menyebarluaskan pesan-pesan yang merusak. ISIS, misalnya, dilaporkan memiliki tak kurang dari 46 ribu akun Twitter yang aktif menyebarkan pemahaman mereka sembari merekrut “jihadis-jihadis” baru. Di Indonesia, ada beberapa “selebriti” media sosial yang sibuk menyebarkan kebencian, baik terhadap suku, agama, ras, maupun golongan tertentu. Kemahiran mereka dalam mengolah kata-kata sehingga terdengar mulia berhasil meraih simpati dari pengguna media sosial yang kebanyakan berusia muda-remaja.
Sementara itu, gereja-gereja ataupun lembaga-lembaga pelayanan nampaknya masih belum menyadari pentingnya media sosial dalam perubahan di masyarakat. Pemakaian media sosial masih banyak dipandang sebagai aktivitas di waktu senggang, alias untuk kesenangan pribadi semata. Kalau bukan perpecahan, kebanyakan gereja maupun lembaga pelayanan masih sibuk memikirkan target dan kemajuan masing-masing. Padahal, justru di masa-masa ranumnya media sosial inilah, Amanat Agung Tuhan Yesus untuk menjadikan murid “sampai ke ujung bumi” makin dimungkinkan untuk dikerjakan. Gereja dan lembaga pelayanan bisa menjadi pusat-pusat perubahan sosial yang menghadirkan kerajaan Allah di negeri ini.
Dengan fakta-fakta tersebut di atas, Majalah Dia kali ini ingin menggugah para pembaca untuk memulai kesadaran tentang posisi media sosial yang cukup strategis dalam perubahan sosial untuk menghadirkan kerajaan Allah di Indonesia. Artikel-artikel yang ditampilkan akan memotivasi para pembaca untuk mulai menggerakkan orang-orang di sekelilingnya, baik di keluarga, gereja, kampus, tempat kerja, dan lain-lain, untuk memakai akun-akun media sosial mereka sebagai piranti perubahan sosial, bukan sekadar alat untuk berkomunikasi atau bersosialisasi. Selamat menyimak!