Batara Pane:
Kontinuitas Pelayanan

“Apa yang telah engkau dengan dari padaku di depan banyak saksi, percayakanlah itu kepada orang-orang yang dapat dipercayai, yang juga cakap mengajar orang lain” (II tim 2:2)

2 timotius dituliskan oleh Paulus dalam situasi yang sangat berat dan sulit. Ia dipenjara di Roma dan banyak mengalami tekananan dari pemerintah Romawi saat itu yang dipimpin oleh Kaisar Nero. Banyak rekanan sepelayanannya di Asi Kesil, seperti Figeus & Hermogenes berpaling dari padanya (II Tim 4:10).

Di samping itu ia juga merasa kesepian, jauh dari rekan-rekan sepelayanannya. Kreskes telah pergi ke Galatia. Tutus ke Dalmatia, Tikhikus telah dikirim ke Efesus. Hanya Lukas yang ada bersama Paulus (II Tim 10:12).

Ia juga merasa tidak dapat berbuat apa-apa melihat jemaat di Asia Kecil yang telah dengan susah payah di binanya (Paulus dalam perjalanan Injilnya yang ketiga, tinggal selama 3 tahun di Efesus – ibukota Asia Kecil dan menginjili seluruh daerah itu) ternyata telah dimasuki oleh ajaran-ajaran yang berlawanan dengan Injil Kristus (II Tim 2:17-18). Ada orang-orang bernama Himeneus dan Filetus yang telah menyimpang dari kebenaran dengan mengajarkan ajaran lain yang mengatakan bahwa kebangkitan para jemaat telah berlangsung. Ini sungguh menekan Paulus. Ia ingin pergi ke Asia Kecil, mempertahankan dan menjaga iman jemaat untuk tetap pada ajaran yang benar. Tetapi Paulus tidak berdaya, karena tembok-tembok penjara Roma telah membatasi gerakanya.

Paulus juga menyadari saat kematiannya sudah dekat (II Tim 4:6). Waktunya sudah sangat terbatas. Ia akan kembali kepada Bapa dan meninggalkan seluruh pelayanannya.

Dalam kondisi seperti inilah, ia ingat kepada anak rohani yang dikasihinya, Timotius. Timotius adalah harapannya. Ia rindu Timotius ada didekatnya. Bagi Paulusm Timotius adalah orang yang paling sehati sepikir dengan dia (Fil 2:20). Kerena itu melalui surat 2 Timotius ini ia meminta kepada Timotius agar segera datang menemuinya (2 Tim 4:9,21). Kedatangannya akan “menyegarkan” Paulus dan memberikan Paulus kesempatan mempersiapkan/meneguhkan Timotius menejelang kematiannya yang sudah semakin dekat.

Dalam suratnya tersebut, ia juga kuatir. Timotius tidak tahan menghadapi pergumulan pelayanan di Efesus, lalu berpaling dari padanya, seperti yang dilakukan banyak rekan-rekan sepelayanannya di Asia Kecil. Karena itu ia mengingatkan Timotius akan teladan kehidupan Onesiforus. Paulus memperlihatkan bahwa Onesiforus adalah seorang yang setia, yang  bahkan telah berusaha mencari Paulus, supaya ia dapat melayaninya. Rupanya mungkin sulit bagi Onesiforus menemui Paulus (2 Tim 1:17”.. ia berusaha..”). mungkin para penguasa di roma tidak mau bekerja sama dan tidak ingin tawaran penting mereka ini menerimabantuan apapun. Saat itu Paulus berada didalam penjara yang dikawal ketat. Berbeda dibandingkan waktu Paulus dipenjarakan pertama kali. Saat itu Paulus tinggal dirumah yang disewanya sendiri ( Kis 28:30). Tetapi hal ini tidak mematahkan niat Onesimus untuk bertemu Paulus, walaupun untuk itu ia harus menempuh bahaya demi bahaya. Contoh hidup inilah yang Paulus ungkapkan untuk diikuti Timotius tetap setia walaupun tentangan-tantangan berat melanda hidupnya.

Karena itu, ia mengawali 2 Tim 2 dengan kata-kata “Sebab itu, hai anakku, jadilah kuat..” sepertinya ia mau menyerah, “Hai Timotius, lihatlah teladan Onesiforus!”. Jadilah kuat dalam NIV (New International Version) ditulis “be strong”.  Ini adalah kata yang khas, yang juga di pakai Paulus dalam Ef 6:10. Ia ingin Timotius terus dikuatkan, berpegang terus pada Injil Kristus (2 Tim 1:13-14), sehingga pertolongan Ilahi dapat terus mengalir dalam hidupnya, melalui persekutuannya dengan Kristus. Dengan menjadi kuat ia akan mampu untuk setia dan menjalani tugasnya dengan baik, mempertahankan iman, mengajarkan Firman Allah dan meneruskan visi Paulus. Paulus sangat menyadari bahwa hidupnya di dunia sangat terbatas, karena itu ia menyiapkan Timotius menggantikannya, meneruskan visinya. Begitu juga ia mengingatkan Timotius untuk juga mempercayakan Injil kepada orang lain, mempersiapkan orang lain bagi pelayanan Injil.

 

Apa yang Telah Engkau Dengar dari Padaku

Paulus mengingatkan Timotius, bahwa Timotius harus menyampaikan apa yang dia dengar dari Paulus kepada orang lain.

Paulus pertama kali bertemu Timotius waktu Paulus datang ke Derbe dan ke Listra. Lalu Paulus mengajar pemuda yang baru bertumbuh ini dan mengikut sertakan ia dalam perjalanannya (Kis 16:3). Setelah itu ia terus bersama Paulus (Kis 17:14-15;18:5;20:4; I tes 3:2-6). Dalam perjalanan bersama Paulus, tentu saja Timotius mendengar apa yang dikhotbahkan itu hidup dalam diri Paulus, dan hal itu menjadi kesaksian yang kuat atas diri Timotius.

Paulus rindu agar Timotius memegang apa yang telah didengarnya dan menjadikannya contoh ajaran yang sehat (2 Tim 1:13). Kata contoh berarti pola, sketsa ahli bangunan ada garis besar tentang ajaran yang pasti dalam jemaat mula-mula, suatu tolak ukur yang dipakai untu menguji ajaran yang ada saat itu. Jika Timotius mengubah atau tidak menggunakan garis besar itu, maka ia sama sekali tidak mempunyai apa-apa lagi yang dapat dipakainya untuk menguji pengajar-pengajar atau pemberita-pemberita lainnya. Jadi, apa yang Timotius dengar dari Paulus, harus dijadikan patokannya dalam mengajarkan Firman Tuhan, dan itu juga yang harus disampaikannya atau dipercayakannya kepada orang lain.

 

Percayakanlah

“Percayakan” dalam bahasa Yunnani adalah Paratithemi, dari akar kata yang sama dengan “ harta yang indah” (Yunanni: Paratheje) dalam 2 Tim 1:14. Yang percayakan disini menyangkut harta yang indah, yaitu Injil itu sendiri.

Allah telah mempercayakan kebenaran rohani kepada Paulus (I Tim 1:11), kemudian ia mempercayakannya kepada Timotius (I Tim 6:20). Ini terjadi secara formal waktu para rasul menetapkan penatua-penatua bagi jemaat di Asia Kecil (termasuk di Efesus, tempat Timotius dipercayakan menangani pelayanan). Sekarang Timotius bertanggungjawab secara resmi untuk memegang dan memelihara harta injil tersebut, serta melanjutkan dan mempercayakannya kepada orang lain.

Para rasul memberikan kepercayaan kepada Timotius untuk melanjutkan merawat atau memelihara jemaat yanga ada. Paulus menyadari tidak selamanya ia tinggal di Efesus, ia harus pergi ke daerah lain; Makedonia. Karena itu ia mendesak Timotius untuk tinggal di Efesus dan memelihara apa yang sudah dirintis olehnya (I Tim 1:3). Kepercayaan ini tidak diberikan kepada sembarang orang Kristen, tetapi kepada orang-orang Kristen yang memiliki kualifikasi tertentu, yaitu:

Dapat dipercaya. Loyal pada kebenaran. Ini dapat dilihat/dibuktikan dari kehidupan sehari-hari orang tersebut. Ia mungkin dikenal orang yang setia pada kebenaran. Ia bertekun didalam Injil. Ia menggali firman Tuhan dan hidup didalamnya. Bahkan ia juga menyampaikan berita Injil kepada orang lain dan rela menderita karenanya.

Karakteristik ini adalah ciri-ciri yang Paulus rindukan ada pada diri anak rohaninya, yaitu Timotius. Ia ingin Timotius memelihara injil yang telah dipercayakan kepadanya (2 Tim 1:17), berpegang/bertekun didalam Injil ( 2 Tim 3:14), terus memberitakan Injil (2 Tim 4:2) dan siap menderita bagi Injil ( 2 Tim 1:8;2:3). Paulus berharap Timotius dapat menjadi orang yang setia yang dapat dipercayakan, tidak seperti Figelus dan Hermogenes serta Damas yang berpaling darinya. Begitu juga kalau Timotius mempercayakan pelayanan kepada orang lain. Paulus ingin oran tersebut tetap setia pada Injil sampai akhir hidupnya.

Cakap mengajar orang lain.  Sebagai seorang pelayan, kualifikasi dapat dipercaya saja rupanya tidak cukup. Ia harus memiliki kemampuan mentransfer apa yang dia miliki kepada orang lain. Ini terlihat dari syarat-syarat yang ditetapkan paulus bagi Penilik Jemaat dan hamba Tuhan (I Tim 3:2; 2 Tim 2:24). Ia juga harus cakap mengajar.

Itulah nasehat yang diberitakan Paulus kepada Timotius. Ia ingin Timotius benar-benar memperhatikan kelanjutan pelayanan di Efesus. Paulus rindu Timotius juga mempercayakan pelayanan Injil tersebut kepada orang lain yang dapat dipercaya, juga cakap mengajar orang lain.

Apa manfaat untuk kita saat ini

Pertama, dalam proses pemuridan, kita perlu belajar dari kehidupan Paulus bagaimana ia secara tepat memuridkan Timotius. Ia tidak hanya mengajarkan kebenaran kepada Timotius, tetapi juga membawa Timotius masuk dalam kehidupannya. Timotius dapat melihat dan belajar bagaimana firman yang dikatakan Paulus benar-benar nyata dalam hidupnya sehari-hari. Paulus bukanlah orang yang munafik, yang mengatakan kebenaran tetapi tidak melakukannya. Hal ini pasti merupakan pelajaran yang sangat berarti bagi Timotius. Ia dapat melihat bagaimana Paulus tetap setia dalam imannya kepada Yesus Kristus, meskipun untuk itu ia harus berulang kali menghadapai bahaya. Paulus tidak hanya mengatakan kepada banyak orang untuk setia pada kebenaran, tetapi ia sendiri. Ia tetap setia. Teladan hidup demikianlah yang mempengaruhi hidup Timotius, sehingga ia dapat tetap setia kepada Kristus, seperti halnya Paulus setia kepada Kristus.

Hal lain lagi yang menarik kalau kita melihat pemuridan yang dilakukan oleh paulus adalah kepekaannya untuk segala melepaskan Timotius “berjalan sendiri” melayani Tuhan. Paulus tahu kapan ia harus melepas Timotius dan mempercayakan satu pelayanan tertentu kepadanya. Ini sangat baik bagi Timotius. Karena pada tahap tertentu dalam proses pemuridan, Timotius akan memasuki tahap dimana ia bukan lagi anak-anak yang harus terus diemong bapa rohaninya. Ia sudah menjadi “pemuda rohani” yang siap mandiri sudah kuat berjalan sendiri. Karena itu ia dipercaya oleh Paulus untuk menangani jemaat Efesus.

Tetapi disini kembali kita dibuat kagum oleh prinsip pemuridan Paulus. Ternayata ia tidak begitu saja melepaskan Timotius tanpa ada hubungan apa-apa lagi. Ia terus menjalin kontak dengan anak rohaninya, untuk saling menguatkan. Dengan kehadiran Timotius, Paulus disegarkan. Demikian pula melalui surat Paulus, Timotius dikuatkan untuk setia melayani Tuhan.

Juga kalau kita perhatikan lebih lanjut pemuridan yang dilakukan oleh Paulus, kita melihat bahwa ia memiliki target tertentu. Ia bukan orang yang sembarangan saja melatih orang, tetapi mempunyai pikiran yang “jauh ke depan”. Ia merencanakan agar Timotius dapat juga melatih orang lain, dapat mempercayakan pelayanan Injil kepada orang lain. Untuk itu, ia harus terlebih dahulu “membawa” Timotius untuk setia kepada Kristus dan memiliki kemampuan mengajarkan kebenaran, baru setelah itu ia boleh mempercayakan pelayanan Injil kepada orang lain, yang dapat dipercaya dan juga cakap mengajar orang lain.

Inilah keseluruhan proses pemuridan yang dilakukan oleh Paulus terhadapat Timotius, anak rohaninya. Dari sini kita dapat memperoleh prinsip-prinsip pemuridan yang dapat dirangkum dalam satu uraian kalimat sebagai berikut: Ajar, percayakan,dampingi dan beri target pelipatgandaan.

Bagaimana dengan kita? Pemuridan atau Kelompok Kecil sudah tidak asing lagi bagi kita. Kita bahkan mungkin sudang berulang kali berada dalam KTB dan memimpin/memuridkan anak-anak rohani yang ada didalamnya. Kita pimpin mereka, dan kita berharap mereka mencapai apa yang kita harapkan, tetapi apa yang sering kali terjadi? Mungkin justru sebaliknya. Kita kecewa karena “anak-anak” kita tidak berubah dan tidak berprilaku seperi yang kita inginkan, atau tidak berprilaku sesuai dengan pengajaran yang kita berikan.

Kita mungkin menyalahkan mereka karena mereka tidak taat, tidak mau tunduk pada firman Tuhan yang mereka pelajari, hati mereka keras, dan terus kalah terhadap kenikmatan dunia ini. akibatnya mereka tidak selalu siap dilepaskan untuk melayani Tuhan.

Tetapi apakah benar demikian? Apakahn kegagalan dalam pemuridan seratus persen ada pada “murid” kita? Atau malah kita, sang pemimpin yang bersalah. Kita mungkin gagal memberi teladang yang baik kepada orang yang kita bina. Apa yang kita ucapkan tidak sama dengan yang kita lakukan, dan hidup kita sehari-hari berbeda dengan apa yang kita ajarkan. Atau malahan kita yang terlalu khawatir akan murid kita, sehingga tidak berani melepaskan mereka dan mempercayakan mereka pelayanan tertentu. Kita kurang memberi kesempatan kepada mereka untuk mandiri. Bahkan kita mungkin tidak mempunyai target yang jelas buat murid kita. Pemuridan dan pelipatgandaan tidak berjalan lancar karena kita salah “mengasuh. Jadi ikutilah teladan Paulus.

            Kedua, apa yang kita katakan atau ajarkan kepada anak rohani seringkali menajdi patokan untuk mereka. Karena mereka segan kepada kita. Kalau kita memberika yang baik, anak rohani akan menjadi anak rohani yang baik. Tetapi kalau kita terpeleset, memberikan pengajaran dan teladan yang tidak baik, begitu pula anak rohani kita akan mengikuti kita. Atau malah dia tersandung oleh perkataan dan kelakuan kita dan menjadi murid yang tidak bertumbuh.

Jadi, sebagai pemimpin rohani penting sekali menjaga apa yang kita katakan dan ajarkan serta memberi teladan hidup yang baik. Karena itulah yang akan dipegang oleh anak rohani kita untuk mengajarkan dan mempercayakan kepada orang lain.

Ketiga, Paulus mengetahui pentingnya kontinuitas pelayanan dan sangat menyadari waktunya sudah sangat terbatas. Karena itu ia menggunakan kesempatan yang ada untuk meneguhkan Timotius, mendorong dan mempersiapkan orang yang tepat, yang akan menggantikan kita dan meneruskan pelayanan bagi Kristus.

Keempat, kita perlu hati-hati mempercayakan pelayanan kepada orang lain. Pelayanan hanya bisa diberikan kepada orang-orang yang dapat dipercaya (setia kepada firman Tuhan), tidak kepada sembarang orang.

Tetapi jangan sampai kita terlalu berhati-hati mempercayakan hingga orang yang kita bimbing terus ada “di bawah ketiak” kita. Kita memberikan mereka kesempatan untuk mandiri atau terlibat dalam pelayanan tertentu. Atau sebaliknya, kita terlalu mempercayakan orang yang kita bina, padahal secara rohani ia belum siap melayani Tuhan. Memang didalam pelayanan ia dapat bertumbuh, tetapi tidak akan bertumbuh dengan baik. Sebab ia agak cepat “terjebak” dalam “kesibukan” pelayanan tanpa dasar yang kokoh. Tidak ada dasar yang memberikan motivasi dan kekuatan untuk melayani. Akibatnya, ia dapat menganggap bahwa hubungan dengan Tuhan identik dengan kesibukan pelayanan.

Seperti halnya Paulus mendorong Timotius mempercayakan pelayanan Injil kepada orang lain yang dapat dipercayam demikian juga kita. Kita harus membawa orang yang kita bina menjadi sosok yang dapat dipercaya, yang terbukti sangat loyal pada kebenaran. Pada kehidupan sehari-hari ia berusaha menerapkan firman Tuhan yang dipelajarinya. Meskipun mungkin jatuh bangun, tetapi ia tetap setia untuk hidup sesuai dengan apa yang Yesus kehendaki.

Ia berusaha tidak lagi terlalu bergantung lagi pada orang lain, tetapi dapat menyelesaikan masalahnya sendiri. Dalam menghadapi tantangan mungkin ia jatuh, tetapi dengan pertolongan Tuhan ia segera bangkit, ia tidak lagi melulu mengurus diri sendiri, tetapi sudah siap mengurus orang lain.
Baru setelah itu, orang yang demikian dapat kita percaya untuk melayani

Kelima, orang yang kita percayai harus juga memiliki kemampuan mentransfer kebenaran yaitu mengajarkan kebenaran kepada orang lain.

Karena itu seperti hal nya Paulus mendorong Timotius untuk mempercayakan Injil kepada orang yang cakap mengajar orang lain, demikian juga kita. Kita harus memberi mereka ketrampilan-ketrampilan pelayanan tertentu. Sehingga pada saatnya ia siap diterjunkan dalam satu pelayanan tertentu.

Keterampilan dibutuhkan, karena dalam melayani ia harus mentransfer firman Tuhan kepada orang yang ia bina. Tentunya agar orang tersebut dapat dipercaya dan juga cakap mengajar orang lain. Sehingga pada saatnya orang inipun mendapat kepercayaan melayani Tuhan, meneruskan pekabaran Injil kepada banyak orang.

Kalau kita simak baik-baik, nasehat Paulus dalam 2 Tim 2:2, secara keseluruhan sebenarnya bertujuan untuk menjaga jemaat dan terus membina mereka untuk menjadi penerus-penerus pekabaran Injil di masa yang akan datang. Bagaimana dengan pelayanan kita?

 

*Dituliskan oleh Batara Pane, Mantan Staff Kantor Nasional Perkantas

Tinggalkan sebuah komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *