Charles Christano:
Tidaklah Demikian Halnya Dengan Kamu!

Dalam Alkitab kita mengenal istilah murid. Tetapi kita harus dengan jeli membedakan antara murid Musa (Yoh.9:28), murid Yohanes Pembaptis (Markus 2:18; cf.Yoh.3:25), dan murid Gamaliel (Kisah 22:3). Bukannya saya ingin mengajak anda menjadi eksklusif apalagi merasa lebih dari pada yang lain, tetapi setiap orang Kristen seharusnya dan utamanya menjadi murid Kristus Yesus! Titik!

Banyak pendengar Yesus terheran-heran setelah mendengar ajaran-Nya. Mereka bertanya: “Bukankah Dia ini anak Yusuf, si tukang kayu? Kami tahu siapa ibu-Nya dan siapa pula saudara-saudara-Nya.” (Matius 13:55,56). Yang tersirat: “Siapakah guru-Nya?” atau “Di mana Dia belajar?”, dan “Berapa lama?” Diakui atau tidak, seorang murid biasanya diasosiasikan dengan gurunya! Semakin terkenal nama gurunya, demikian jugalah muridnya. Bukan kebetulan Yesus berkata: “Cukuplah bagi seorang murid jika ia menjadi seperti gurunya!” (Matius 10:25).

Kita membaca bahwa “Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya!” (Lukas 9:58). Rumah Dia tidak punya, apalagi ruang kelas! Anehnya Dia memiliki murid di mana-mana, dari dulu sampai sekarang! Murid-murid-Nya terdiri dari segala bangsa dan suku bangsa! Merekaterdiri dari segala macam lapisan masyarakat!

Sebagai murid Yesus, kita dikenal bukan karena kita alumni Seminari terkenal dengan fasilitas yang serba wah, dengan rektor aduhai. Juga bukan karena kita mengenakan seragam khusus! Kita menjadi murid-Nya bukan karena kita menyandang gelar akademis yang berlapis-lapis, alumni dari kampus luar negeri yang tersohor pula!

Kalau boleh disimpulkan,secara esensial, setiap murid Yesus seharusnya dengan mudah dapat dikenal karena kita tidak seperti yang lain! Loh, apa maksudnya?

 

Jangan seperti dunia!

Wah, terlalu berlebihan! Terlalu ekstrim atau radikal. Hari-hari ini yang berbau radikal itu kurang disenangi oleh banyak orang, malah kalau perlu disingkirkan! Betapa mengejutkan ketika seorang murid Gamaliel yang sejak masih muda memiliki posisi penuh harapan dan masa depan yang gemilang, dia berbalik secara total! Dia bersaksi, “Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya…Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus.”(Filipi 3:7,8).

 

“Yang sangat kurindukan dan kuharapkan ialah bahwa aku dalam segala hal tidak akan beroleh malu, melainkan seperti sediakala, demikian pun sekarang,1 Kristus dengan nyata dimuliakan di dalam tubuhku, baik oleh hidupku, maupun oleh matiku. Karena bagiku hidup adalah Kristus dan  mati adalah keuntungan.” (Filipi 1:20,21).

 

Dia masih memiliki kerinduan besar lainnya. “Yang kukehendaki ialah mengenal Dia2 dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya…” (Filipi 3:10).

Berbeda dari kebanyakan kita! Bagi Paulus, terus belajar untuk lebih mengenal Yesus. Bukan selesai dengan hanya mengumpulkan berbagai gelar kesarjanaan termauk pasca sarjana. Tidak juga  dengan berbagai disiplin ilmu lainnya yang diraihnya sebagaimana sebagian dari kita. Sebagai murid Yesus, dia menyadari bahwa dalam “sekolah tanpa ruang kelas” yang didirikan oleh Yesus tidak dikenal istilah wisuda!

Dia yang pernah memiliki sikap dengan mudah menilai atau menghakimi orang lain, perjumpaannya dengan Kristus telah mengubahnya secara mendasar dan radikal!(2 Kor.5: 16,17, 20,21).

Begitu rupa perubahannya, sehingga setelah menghabiskan sebelas pasal untuk menguraikan rencana Allah yang agung bagi manusia, dia menyimpulkan, “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: Itu adalah ibadahmu yang sejati.” (Roma 12:1).

Sebagai seorang mantan Farisi, dia tahu apa arti membawa persembahan yang kudus! Tidak boleh ada sedikit pun cacat, luka atau sakit pada domba atau lembu yang dipersembahkan di mezbah! Semua yang ditaruh di mezbah sudah mati! Setelah dia mengenal kasih Allah dalam Yesus Kristus, dia menasihatkan agar kita tidak lagi mempersembahkan hewan atau harta benda – betapapun mahal dan berharganya – tetapi tubuh kita! Persembahan kita yang baru tadi harus merupakan persembahan yang masih hidup, bukan bangkai! Dia juga bersaksi di tempat lain, “Aku telah mati… Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup; tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku” (Galatia 2:19,20).

Sesuai dengan kesaksiannya dalam Roma 7:13-20, kita semua, walau secara sadar sudah mempersembahkan tubuh kita di atas mezbah, kedagingan kita masih tetap hidup. Kadang-kadang kita masih juga meronta-ronta, menggeliat, memberontak. Kita tergoda ingin turun dari kayu salib dan “jatuh ke dalam kedagingan”! Mudah-mudahan kita, sebagaimana Paulus, kita tidak mandeg pada Roma 7:24 tetapi melanjutkan dengan ayat 25!

 

What’s Next?

Kita bersyukur karena Perkantas sudah dipimpin, dipakai dan diberkati oleh Tuhan selama 40 tahun. Di antara kita, sudah banyak yang telah “mengukir” prestasi. Untuk dapat melangkah ke depan dengan mantap dan pasti, kita perlu mengetahui di mana kita sekarang berada.

Setiap mobil pasti memiliki kaca besar (windshield) di depan kita untuk melindungi kita dari terpaan angin, debu, serangga dan kotoran lainnya. Juga dari silaunya matahari atau dari sorot lampau mobil yang datang dari depan kita! Mobil kita juga memiliki “kaca spion”, biasanya tiga buah. Semuanya jauh lebih kecil dari kaca windshield di depan kita! Agar kita dapat dimampukan maju ke depan dengan baik, kita semua perlu tahu apa yang sudah kita lalui (hindsight), tetapi juga apa yang ada di depan kita(foresight). Walau kita sesekali perlu melihat kaca spion, kita harus lebih perlu konsentrasi melihat ke depan!

Ada hindsight (penglihatan masa lalu), ada juga foresight (visi masa depan!). Tetapi jangan lupa kita harus memiliki insight.  Melangkah ke depan tanpa adanya cukup pengertian dan kebijaksanaan, adalah melangkah ke depan tanpa memiliki persiapan yang memadai. Yesus mengingatkan kita agar sebelum kita membangun menara, kita duduk dulu membuat perhitungan yang cermat agar jangan kita hanya sanggup menyelesaikan pondasinya lalu ditertawakan oleh orang di sekitar kita! Sebelum kita memasuki medan laga, kita harus mengadakan persiapan yang cermat(cf.Lukas 14:28-33).

 

Perkantas adalah sebuah parachurch. Kita tidak boleh melupakan hal yang satu ini. Sebagai parachurch, Perkantas jelas mempunyai “keuntungan” dan “kelebihan”. Gereja mana pun tidak boleh menutup pintu apalagi menolak anggota yang cacat fisiknya, juga menolak mereka yang kurang cerdas. Lain halnya dengan parachurch. Untuk menjadi anggotanya seseorang harus sudah lahir kembali, sehat lahir dan batin. Karena usia yang tidak terlalu jauh berbeda, juga karena tingkat pendidikan yang kurang lebih sama, anggota parachurch juga memiliki berbagai nilai tambah yang lain yang tidak dimiliki oleh gereja.

 Perkantas lahir karena sudah terlebih dulu ada gereja. Teorinya, gereja asal anggota ataupun simpatisan Perkantas pasti diuntungkan karena gereja tersebut akan memiliki anggota yang sudah memiliki berbagai macam pelatihan. Bukan hanya KTB, tetapi juga pelatihan kepemimpinan, organisasi dan manajemen, dst.

Ironisnya, hal sebaliknya terjadi—seringkali tanpa disadari—ketika warga gereja sudah menjadi semakin maju dan dewasa berkat pelayanan Perkantas, para aktivisnya justru tidak dapat dimanfaatkan oleh gereja asal mereka untuk melayani program gerejanya. Sekali lagi tanpa disadari sepenuhnya: Perkantas bisa menjadi “pesaing” gereja! Di situlah seringkali terjadi “conflict of interest” sehingga apa yang semula dimaksudkan untuk menjadi aset pendukung gereja justru menjadi bumerang bagi gereja.

Kita juga tahu bahwa semua staf Perkantas, termasuk semua biaya operasional baik  perkantoran, fasilitas lainnya, sangat membutuhkan dukungan dana dari berbagai pihak yang terpanggil untuk mendukung misi Perkantas. Diakui atau tidak mereka pasti orang Kristen, jadi mereka pasti warga jemaat juga. Semoga tidak sedikit alumni Perkantas yang mempunyai komitmen secara tetap untuk mendukung berbagai kegiatan Perkantas! Tetapi ingat, mereka juga masih tetap warga jemaat gerejanya masing-masing. Kalau kita tidak mengingat hal ini, Perkantas memang tambah umur tetapi bisa kurang berhasil dalam kontribusinya membangun tubuh Kristus! Tanpa adanya kesadaran dan pemahaman yang dibudayakan dan ditumbuh-kembangkan secara timbal balik antara gereja dan Perkantas, baik di aras nasional, regional dst. masalah yang kelihatannya sederhana ini pada akhirnya dapat menjadi jerat yang merugikan semua pihak.

Sebagai  murid dan pengikut Yesus, setiap kita seharusnya memiliki kerinduan untuk menjadi kian hari kian mirip dengan Dia. Ingatlah akan Roma 8:29,30; 2 Korintus 3:18. Yesuslah yang seharusnya menjadi teladan kita. Manakala kita memilih untuk mengikuti teladan yang lebih rendah dari-Nya, cepat atau lambat akan menghantar kita ke dalam jebakan.

Tujuan hidup kita bukanlah menjadi yang terbaik di antara rekan-rekan kita, tetapi memiliki kerinduan uantuk menjadi seperti Dia di hadapan sesama kita. Oleh karena itu, pandangan kita harus kita pusatkan pada Yesus, teladan kita. Memandang Dia – bagaimana Dia menawarkan rakhmat dan anugerah-Nya kepada orang-orang yang berada di sekitarNya dengan memperlakukan orang-orang dengan kemurahan hati dan kelemahlembutan. Bukan dengan sikap yang sok suci, munafik, merasa paling pintar, paling benar dan paling selamat sehingga kita mudah menghakimi sesama orang Kristen! Yang harus dihindari justru jangan kita sampai menilai rendah gereja, betapapun banyak kelemahan dan kekurangan gereja. Untuk itulah Perkantas dibidani, dilahirkan dan diperjuangkan terus agar semakin diperkenan Tuhan!

Yesuslah Guru, Pemimpin, Gembala – pengejawantahan dari pelayanan yang ditandai dengan kemurah-hatian, pengampunan dan belas-kasihan yang pernah ada.

 

Selamat merayakan hari ulang tahun ke-empat puluh! Soli Deo Gloria!

____________________

1 Paulus mempunyai tekad untuk sejak dari “semula” dia dipanggil Tuhan dan merespon panggilan tadi sampai “sekarang” tidak pernah berubah atau bergeser sedikitpun!

2 Paulus tidak mengatakan “mengenal tentang Dia” (mengenal Dia dari orang lain atau dari buku-buku tebal karya para profesor terkenal – walau hal itu pun penting juga!) tetapi “mengenal Dia” secara langsung. Secara pribadi dia masih memiliki kerinduan yang membara untuk terus semakin mengenal Yesus, istimewanya juga sebagai murid yang harus membayar “mahal” harganya untuk menjadi murid yang mengikuti jejak langkah sang Guru!

Kuasa kebangkitan Yesus semakin  dia butuhkan ketika karena kepatuhannya mengikuti rencana dan kehendak sang Guru, dia harus menderita dan mengalami banyak kesengsaraan dan penderitaan, bahkan akhirnya mati sebagai seorang martir!3 Ada apa dengan beberapa dari kita yang telah diberkati dan dipakai Tuhan dalam pelayanan, dan diberi kesempatan untuk melanjutkan study kita, dan berhasil.

Di mana kita sekarang berada? Tentu setiap kita boleh saja mendengar panggilan Tuhan untuk “bertolak ke tempat yang lebih dalam” sebagaimana Petrus ditantang oleh Tuhan.

Secara jujur, apakah kita masih memiliki visi yang jernih dan jelas bahwa kita, di mana pun kita berada, kita merindukan untuk tetap menjadikan Kristus dimuliakan menjadi demikian nyata dalam diri kita? Atau kita masing-masing mulai tergoda dan sempat “menyimpang” untuk membangun kerajaan kita masing-masing?

 

————————-

*Dituliskan oleh Charles Christano pendeta emiritus dari GKMI (Gereja Kristen Muria Indonesia)

**Diterbitkan dalam Majalah Dia Edisi I, tahun 2011

Tinggalkan sebuah komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *