Pijar Kurniawan:
Pesan Pancasila untuk Garuda

Dear Garuda,

Pernahkah Engkau menyimak belakangan ini, tidak sedikit orang Indonesia menggemakan kata-kata, “Saya Indonesia, Saya Pancasila”? Frasa pertama menunjukkan identitas mereka sebagai warga negara Indonesia, sedangkan frasa kedua mengasosiasikan diri mereka denganku, ideologi dasar negara Indonesia. Frasa kedua inilah yang menarik. Slogan ini menjadi tema di tahun 2017 yang digaungkan oleh Presiden Indonesia sendiri yang kemudian menjadi viral, baik di dunia maya, maupun di dunia nyata dan direfleksikan dalam bentuk berbagai kegiatan untuk memperingati hari kelahiranku.

Permasalahannya adalah, apabila yang menyebut slogan itu tidak mengerti mengapa aku dilahirkan, akan sulit baginya untuk menentukan bagaimana dia menghidupi nilai-nilai yang terkandung di dalamku. Aku harap Engkau mau meluangkan waktu untuk menyimak pesan yang kutuangkan dalam tulisan singkat ini.

Mungkin tidak banyak yang tahu bahwa aku lahir terlebih dahulu daripada Engkau, Sang Garuda, lambang bangsa Indonesia. Aku ada oleh karena semangat luar biasa yang dihidupi oleh para pahlawan untuk lepas dari penjajahan menuju kemerdekaan. Sang Proklamator, Soekarno, bahkan harus terlebih dahulu mengalami beberapa pengasingan ke luar pulau Jawa, jauh sebelum cikal bakalku dirumuskan. Di kota kecil bernama Ende, Bung Karno yang kala itu dicap sebagai ancaman oleh pemerintah kolonial Belanda, seringkali merenungkan masa depan Indonesia di bawah pohon sukun bercabang lima yang kemudian menginspirasinya.

Pada masa itu, pengasingan sungguh menyiksa, tidak seperti zaman sekarang, dimana keterbatasan komunikasi mudah diatasi dengan gawai elektronik. Namun, Bung Karno tidak patah arang. Ia malah membentuk kelompok teater yang merepresentasikan kesatuan dari berbagai golongan dan agama masyarakat di Ende. Pengalaman ini juga mengilhaminya dalam menciptakan dasar negara yang mencakup seluruh golongan, ras, dan agama bagi seluruh pelosok negeri. Lima sila yang ada padaku bukanlah hasil imajinasi asal-asalan, melainkan buah pemikiran Soekarno selama puluhan tahun berjuang bersama rakyat Indonesia dari seluruh golongan, demi persatuan dan kemerdekaan. Aku terlahir melalui perjalanan yang amat panjang, sarat akan silang pendapat. Islam dan Sosial-Ekonomi menjadi alternatif dasar negara kala itu selain diriku. Kontroversi dan ancaman pemisahan sebagian besar wilayah Indonesia Timur sempat mewarnai masa laluku.

Mengingat sejarah panjangku dan melihat apa yang terjadi pada Indonesia masa kini, bukankah amat disayangkan bila keberadaanku lagi-lagi dipertanyakan? Tidak cukupkah pengorbanan para pejuang mempertahankan dasar negara yang mencerminkan nilai-nilai khas bangsa Indonesia? Dulu Bung Karno pernah berujar, perjuangan rakyat Indonesia akan lebih sulit karena melawan bangsanya sendiri. Andaikata saat inilah masa yang dimaksudnya, biarlah ini menjadi suatu ujian yang mendewasakan bangsa Indonesia sendiri. Kudengar Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) akan kembali digalakkan Presiden Jokowi dalam bentuk yang lebih kekinian. Kiranya ini menjadi langkah brilian untuk mempersiapkan bangsa ini lulus dalam ujian yang mempertaruhkan kesatuan dan kedaulatan.

Sungguh suatu kehormatan bagiku menjadi bagian dari kegagahanmu yang menjadi lambang negara Indonesia. Lima sila yang membentuk kesatuan batang tubuhku, sejatinya tidak ada yang lebih penting antara satu dan yang lainnya. Sama halnya dengan sayap, ekor, pangkal ekor, dan lehermu yang jumlah bulunya membentuk kesatuan tanggal kemerdekaan Indonesia. Kesatuan menjadi tema utama dalam setiap babak perkembangan Indonesia, sebagaimana lambang negara ini disusun. Aku menjadi lambang ideologi negara, sedangkan Engkau perlambang dari bangsa Indonesia.

Oleh karena itu, pesan ini diperuntukkan kepada siapa saja yang merasa dirinya direpresentasikan oleh Garuda, yang mencengkeram “Bhinneka Tunggal Ika” perlambang kesatuan bangsa, yang membentangkan sayap penuh asa menatap masa depan yang tidak hanya religius semata, namun sekaligus humanis, nasionalis, demokratis, dan berkeadilan sosial. Dengan demikian, ketika slogan “Saya Pancasila” dibacakan oleh orang Indonesia yang memiliki jiwa Garuda, sesungguhnya secara pribadi ia siap berkomitmen mengamalkan seluruh nilai yang terkandung di dalamku dan menjaga dari segala jenis ancaman demi tegaknya diriku.

Tinggalkan sebuah komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *