John Suwahjo:
Keterlibatan Mahasiswa Dalam Misi Dunia

Keterlibatan mahasiwa dalam misi dunia modern mengalami peningkatan luar biasa setelah 7 mahasiswa top Cambridge melepaskan karir untuk pergi ke Cina sebagai misionaris lintas budaya sekitar tahun 1880an.  Dalam kurun waktu 50 tahun setelah itu, Student Volunteer Movement di Amerika mencatat 20.500 mahasiswa diutus ke ladang misi di luar Amerika. Bahkan pada awal abad ke-20, lebih dari separuh tenaga misi lintas budaya Protestan diperkirakan adalah para alumni dengan latar belakang Student Volunteer Movement.  Sejarah menunjukkan bahwa peran student movement dalam misi dunia adalah sangat besar dan harus menjadi perhatian bagi kita semua yang terlibat dalam pelayanan mahasiswa.

Salah satu ciri dari student movement dan ini kita lihat kuat dalam Perkantas adalah, kelompok kecil, yang bertemu secara rutin untuk belajar firman Tuhan dan berdoa. Ketika mahasiswa mendalami Alkitab, maka ia akan bertemu dengan Allah yang misioner. Ia akan diajarkan bahwa Abraham dipanggil sebagai misionaris, “Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ke negeri yang akan Ku tunjukkan kepadamu; … dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat” (Kej 12: 1-3). Bahkan Yesus sendiri adalah seorang misionaris yang diutus Bapa dan kemudian mengutus murid-murid-Nya (Yoh20;21). Mahasiswa tersebut akan mengerti mengapa keempat Injil dalam Perjanjian Baru menekankan pengutusan murid-murid Yesus. Saulus diselamatkan agar ia menjadi utusan bagi orang bukan Yahudi. Kisah Para Rasul penuh dengan pekerjaan misi oleh jemaat mula-mula.

Penulis memiliki hubungan batin yang dalam dengan Perkantas, pertama, karena ia sendiri mengenal Kristus ketika mahasiswa dalam kelompok kecil yang belajar Alkitab. Kedua, karena pernah menjabat sebagai salah satu pengurus nasional Perkantas selama kurang lebih 7 tahun. Rasa suka cita dan syukur mengalir di hati ketika diingatkan bahwa tahun ini Perkantas merayakan 40 tahun pelayanan di Indonesia dan secara khusus diminta memberi tantangan visi dari perspektif misi dunia. Penulis meyakini bahwa banyak tenaga misi yang akan lahir dari Perkantas

Hubungan antara Perkantas dan OMF International di Indonesia dan di berbagai negara memiliki sejarah yang panjang karena memang visi dan misi yang saling berkaitan. Banyak tenaga OMF International yang terlibat dalam pelayanan mahasiswa dan siswa; demikian pula banyak anggota OMF International yang sebelumnya terlibat aktif dalam pelayanan mahasiswa. Salah satu tokoh yang dikenal oleh banyak orang di Perkantas adalah David Adeney. Beliau melayani di Cina (1934 – 1950) sebagai anggota OMF International (ketika itu CIM) awalnya dalam pelayanan gereja dan kemudian di Perkantas Cina. Kemudian ia menjabat sebagai Mission Director di Inter Varsity Christian Fellowship di Amerika dan sebagai Associate General Secretary untuk International Fellowship of Evangelical Students di Hongkong. Beliau adalah orang yang banyak mendukung pada masa awal Perkantas dirintis di Indonesia.

Dalam merenungkan 40 tahun Perkantas ini kita patut bersyukur atas alumni-alumni Perkantas yang menduduki posisi dan peran penting dalam berbagai bidang, baik di pemerintahan, badan usaha milik negara, dunia pendidikan, medis, lembaga sosial, dunia bisnis, gereja-gereja dan sekolah teologia. Kita mendoakan adanya alumni Perkantas yang terlibat dalam politik, pertahanan dan lembaga hukum. Salah satu hal yang kita patut soroti secara khusus adalah keterlibatan Perkantas dalam dunia misi karena misi adalah Amanat Agung Kristus. Kita bersyukur bahwa 4 staf  Perkantas sekarang melayani di ladang misi OMF International di luar negeri dan cukup banyak alumni Perkantas lainnya, entah berapa persis jumlahnya di berbagai ladang misi di Indonesia.  Sebagian dari mereka adalah para dokter yang tidak diutus sebagai misionaris tetapi melaksanakan Amanat Agung Kristus.

Salah satu kendala dalam misi lintas budaya baik bagi Perkantas maupun gereja-gereja adalah biaya.  Biaya seorang misionaris di luar negeri bisa mencukupi 4 bahkan sampai 8 pendeta atau staff worker Perkantas. Tentu ini suatu dilema. Tantangan ini bukan merupakan masalah bagi Indonesia saja, tetapi semua negara yang mengutus misionaris.  Dan bukan kendala misi semata, sebuah perusahaan Indonesia yang akan mengirim tenaganya keluar negeri (misalnya untuk training) dengan biaya sendiri akan menemukan masalah yang sama. Semua biaya dari perumahan, perjalanan, kesehatan, pendidikan anaknya, pelatihan bahasa, libur dan lain-lain harus ditanggung di atas gajinya. Belum dihitung “biaya pribadi” yang diutus.  Bayangkan berapa penghasilan yang bisa diperoleh oleh sepasang suami istri yang adalah dokter spesialis yang dilepas ketika mentaati panggilan menjadi misionaris.  Tentu kalau misi dihitung secara ekonomis maka ini merupakan pelayanan yang tidak masuk akal, apalagi kalau dipertimbangkan resikonya dan fakta bahwa masih banyak gereja-gereja yang kurang tenaga pelayan.  Tetapi mengapa Yesus mengutus murid-muridnya ke ujung bumi?

Ke depan,pelayanan tent-making harus banyak diberi perhatian oleh Perkantas dan lembaga misi seperti OMF International. Tetapi tent-making bukan tanpa masalah. Seorang tent-maker cenderung bekerja secara independen, ia merasa tidak membutuhkan dukungan dan merasa tidak perlu memberikan pertanggungjawaban dan bahkan tidak perlu pengutusan. Padahal, misi bukan tanggungjawab perorangan, melainkan gereja. Misi bukanlah pekerjaan bagi lone-ranger. Diperlukan banyak orang untuk mendoakan dan memberikan dukungan. OMF International meyakini pengutusan oleh jemaat adalah esensi dalam misi lintas budaya.

Kemitraan dengan gereja dalam melaksanakan misi lintas budaya harus terus diupayakan dan dibangun.  Kita bersyukur bahwa Perkantas sejak awal sangat menyadari ia bukan gereja dan selalu mendorong anggotanya untuk terlibat aktif dalam gereja. Ini suatu prinsip yang penting. Motivasi untuk bermitra dengan gereja tidak boleh didasari dengan kebutuhan dana tetapi pada panggilan Tuhan bagi Gereja.  Gereja yang menyadari peran dan tanggungjawabnya akan memberi kepada misi dan ini terus dibuktikan sepanjang sejarah misi.  Perkantas tidak boleh mundur dari dunia misi, dan bermitra dengan gereja adalah kunci; memobilisasi gereja bagi misi adalah salah satu peran bagi alumni Perkantas untuk masa depan.

 

OMF International mengucapkan Selamat atas 40 tahun pelayanan Perkantas.

 

—————

*Dituliskan oleh John Suwahjo Ketua Yapki-OMF

**Diterbitkan dalam Majalah Dia Edisi I, tahun 2011

Tinggalkan sebuah komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *