Dalam sejarah gereja mula-mula, kehidupan jemaat selalu ditandai dengan persekutuan doa, penyelidikan Alkitab, puasa, dan memuji Allah, bahkan pengutusan misi pun tidak terlepas dari doa, puasa, dan firman Tuhan. Dengan demikian pembaruan yang dilakukan oleh Roh Kudus selalu berkaitan dengan doa, puasa, pengajaran, dan penyelidikan firman Tuhan secara benar.
Setelah Yesus naik ke surga, Dia telah mempersiapkan ‘jemaat’ yang akan meneruskan pelayanan-Nya di dunia ini (Kis. 1:8-9). Jemaat itu senantiasa bertekun dalam doa bersama-sama, sekaligus menantikan janji Yesus untuk mengutus penolong, yaitu Roh Kebenaran yang akan memimpin mereka kepada seluruh kebenaran (Yoh. 16:13). Selama sepuluh hari setelah kenaikan Yesus, mereka terus menerus berdoa kepada Allah dalam satu hati. Mereka senantiasa berkumpul dalam bait Allah (Luk. 24:35, Kis. 1:14) dan memuliakan Allah. Ketika tiba hari Raya Pentakosta, mereka berkumpul dalam satu tempat (Kis. 2:1).
Kedatangan Roh Kudus persis pada waktu mereka sedang berkumpul, berdoa, dan menyelidiki firman Tuhan. Dikatakan oleh Alkitab bahwa Roh Kudus turun dan mereka semua penuh dengan Roh Kudus, dan mereka dimampukan untuk berbicara tentang perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan Allah dalam bahasa yang sama sekali mereka tidak mengerti. Pada saat itu juga terjadilah kebangunan rohani besar pertama bagi jemaat itu.
Mereka semua diarungi oleh kuasa Roh Kudus, diubah, dan dipenuhi dengan keberanian yang hebat untuk membenarkan karya Kristus.
Gereja pada masa proto-Reformasi tidak lagi menunjukkan corak jemaat mula-mula. Hal itu ditandai dengan perselisihan teologis, rutinitas, bahkan ada yang terperosok dalam sinkretisme. Dalam situasi kejenuhan dan penyelewengan firman Tuhan, Tuhan menaruh beban pembaruan kepada “manusia-manusia Tuhan” yang sering disebut “Perintis-perintis Reformasi.”
John Wycliffe (1320 – 1384)
Seorang yang sangat taat pada Alkitab, dan menyatakan bahwa Alkitablah satu-satunya sumber (sola scriptura). Ketaatannya pada Alkitab merupakan kekuatannya dalam mengkritik penyelewengan gereja: indulgensi, transubstansiasi, stansiasi, dan lain-lain. Pengikutnya telah meratakan jalan reformasi di Inggris.
Yohanes Hus (1370 – 1415)
Hus adalah tokoh pembaruan Ceko-Slovakia (Bohemia) yang sangat dipengaruhi oleh Wycliffe. Keberaniannya meneruskan perjuangan Wycliffe membuat dia dikucilkan dan dibakar di Konstanz. Namun Hus menjadi benih reformasi Luther.
Masa Reformasi
Mengapa Reformasi timbul pada zaman Luther dan tidak sebelumnya? Tentu, hal ini tidak lepas dari waktu Tuhan (kairos).
Martin Luther (1483 – 1516)
Masa Reformasi dapat dikatakan dimulai dengan penyelidikan Alkitab. Sejarah gereja membuktikan bahwa jika Alkitab digali dan diandalkan, Tuhan berkarya dalam pembaharuan rohani. Saat yang penting dalam perkembangan teologinya yaitu pada saat Ia dengan serius menafsirkan Roma 1:17 “Sebab didalamnya nyata kebenaran Allah yang bertolak dan iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis orang benar akan hidup oleh iman. Sehingga sola fide menjadi pusat teologi Reformasi. Penelitian Alkitab begitu fundamental pada zaman reformasi.
Masalah penjualan surat indulgensi mendorong Luther untuk memakukan 95 dalil (31 Okt. 1517) di pintu gerbang istana Wittenberg, sebagai undangan untuk mendiskusikan masalah indulgensi. Pengucilan oleh gereja Roma Katolik terhadap Luther, selama kurang dari satu tahun (Des. 1521 – Sept. 1522) di puri Wartburg, ia pergunakan untuk menerjemahkan Alkitab Perjanjian Baru (PB) dalam bahasa Jerman. Sejak semula, Reformasi adalah gerakan Alkitab (sola scriptura). “Alkitab harus memenuhi tangan, lidah, mata, telinga, dan hati semua orang.” Reformasi bukan hanya gerakan pembaruan teologis dan gerejawi saja, tetapi juga suatu kebangunan rohani (revival movement). Tidak heran apabila reformasi merupakan zaman penterjemahan Alkitab ke dalam banyak bahasa di Eropa Utara.
Gerakan Anabaptis
Gerakan Anabaptis bukan suatu organisasi atau denominasi. Gerakan ini hampir serentak muncul di Eropa (Swiss, Jerman Selatan, Austria, Moravia, dan lain-lain). Dengan datangnya Reformasi, banyak orang Kristen mengharapkan bahwa jemaat-jemaat lokal menurut PB akan bangun, namun reformasi yang masih berorientasi pada teologi belum mewujudkan pola jemaat mula-mula yang misioner. Oleh karena itu, di antara gerakan ini ada kelompok-kelompok yang radikal, ekstrem, dan militan, tetapi banyak juga di antara mereka yang alkitabiah yaitu berkerinduan mendirikan jemaat-jemaat sesuai pola PB, dan kemudian berhasil dihimpun dan dipersatukan oleh Menno Simon (1496 – 1561) menjadi gereja Mennonit yang misioner.
Prinsip gerakan Anabaptis adalah menganggap Alkitab sebagai sumber otoritas satu-satunya (sola scriptura) buat iman dan kehidupan mereka. Semua gerakan Anabaptis memperlihatkan semangat penginjilan yang didorong oleh kerinduan untuk mendirikan jemaat-jemaat lokal pola PB.
Gerakan Reformasi Inggris
Faktor penunjang gerakan reformasi di Inggris, salah satunya adalah ketidakpuasan sebagian bangsa Inggris terhadap pemerintahan Paus di Roma. Juga tidak ketinggalan pengaruh tulisan-tulisan Luther, khususnya bagi Thomas Cranmer yang diangkat menjadi uskup di Canterbury tahun 1533. Tetapi golongan yang berusaha keras menjauhkan Gereja Anglikan dan sisa-sisa gereja Katolik Roma adalah “Puritanisme” dan dikemudian hari berkembang menjadi Gereja Baptis (John Smyth dan Thomas Helwys). Gereja inilah yang mengutus William Carey tahun 1792 ke India. Ada beberapa penekanan keyakinan Puritanisme, antara lain. Pertama, keselamatan pribadi seutuhnya dari Allah (sola gratia). Kedua, mengakui otoritas tertinggi Alkitab. Ketiga, gereja harus diorganisir atas dasar firman Tuhan. Keempat, masyarakat adalah satu kesatuan yang utuh.
Masa Penyegaran Rohani (Revival Movement)
Selama kurang lebih 200 tahun (1550 – 1750), Eropa mengalami suatu zaman Ortodoksi di mana terjadi perselisihan teologis antara sesama gereja, semua pihak berusaha mengalimatkan dogma-dogma gereja setelit dan setepat mungkin serta sifatnya konfrontatif, eksklusif, dan bahkan sampai terjadi suasana panas dan tajam.
Kemudian zaman Ortodoksi ini dilanjutkan dengan zaman Rasionalisme dan Pencerahan, di mana Wahyu dan Inspirasi Alkitab ditolak, kejadian ajaib ditolak oleh rasio, kenaikan Kristus diragukan, Alkitab dianggap sama dengan naskah kuno yang perlu diteliti secara kritis dan skeptis, teologi dianggap tidak relevan lagi, dunia ilmu pengetahuan berkembang dengan sangat pesat, sehingga manusia mendewakan rasio.
Pietisme
Di tengah-tengah perkembangan zaman ortodoksi dan pencerahan, timbulah suatu gerakan baru dalam protestanisme yang rindu akan pembaharuan gereja dan pembangunan jemaat menurut PB. Gerakan ini disebut “Pietisme.”
Mereka melihat kekristenan telah menjadi tradisional, formal, dan ikut-ikutan serta tidak memperlihatkan kehidupan rohani yang sehat dan buah-buah Roh Kudus. Anggota gereja sudah mulai acuh tak acuh terhadap gereja. Situasi ini merupakan “gerbang” bagi ateisme dan komunisme. Dalam situasi seperti ini, Pietisme dipakai Allah untuk menghidupkan gereja, dengan penekanan-penekanan: kelahiran kembali, penyelidikan Alkitab, pengajaran Injil (PI), kesucian hidup, doa, pelayanan sosial, misi, dan pendistribusi Alkitab.
Pietisme telah menjadi akar gerakan penyegaran rohani di Eropa dan bagian lain di dunia, termasuk Amerika Utara. Semangat Puritanisme dihidupkan kembali. Gerakan yang dimulai dengan kelompok doa, membaca dan mendiskusikan firman Allah, dipakai Tuhan luar biasa untuk membangunkan gereja dan kesuaman, bahkan berperan dalam misi sedunia.
Gerakan Methodis di Inggris harus dilihat bersama-sama dengan gerakan Pietisme di Eropa daratan dan The Great Awakening di Amerika Utara. Ketiga gerakan ini mempunyai penekanan teologis dan rohani yang sama. Situasi gereja Anglikan sebelum gerakan Methodis sangat menjunjung tinggi materialisme, hanyut dalam “isme” ide-ide yang kabur, kemerosotan moral, dan agamawi, pemimpin gereja sibuk dengan pesta pora.
Secara khusus, Tuhan memakai John Wesley, George Whitefield, dan Charles Wesley. Kebangunan Rohani di Inggris melalui mereka telah menyelamatkan Inggris dari revolusi berdarah seperti di Perancis. Titik tolak dan kekuatan gerakan ini terdapat pada kelompok doa dan penyelidikan Alkitab, doa dan puasa, dan penekanan teologis pembenaran karena iman. Roh Kudus bekerja mulai dari kelompok doa (cell group) yang berorientasi pada Alkitab. Dampak gerakan ini bagi gereja: khotbah di luar gereja, gerakan kaum awam, wanita boleh berkhotbah, gerakan misi modern, dan kelompok-kelompok kecil.
Satu tahun setelah John Wesley meninggal (1791), puluhan badan misi didirikan di banyak negara, atas prakarsa orang-orang Kristen Injili. Hal ini merupakan doa banyak pemimpin Kristen yang meminta intervensi Allah dalam mengatasi kesulitan rohani di banyak gereja di Eropa dan Amerika, juga kekacauan peperangan dan politik sampai permulaan abad ke-XIX.
Gelombang-gelombang yang dimulai di Eropa, Inggris, dan Amerika Utara sejak permulaan abad XIX. Melalui badan-badan misi di atas, telah banyak misionaris diutus ke negara-negara Afrika (Uganda, Kenya, Rwanda, Tanzania); Asia (India, Tiongkok, Korea, dan Indonesia); dan Amerika Latin (Chili, Argentina, dan Brasil).
Melihat gelombang-gelombang kebangunan rohani ini, tampaklah peran manusia Tuhan, seperti: Frelinghuysen, Tennent, Jonathan Edwards, George Whitefield. Mereka orang-orang yang berdoa, berpuasa, menyerahkan diri untuk dipakai Tuhan, berdisiplin tinggi, sedia berkurban, sehingga sangat berpotensi untuk dipakai Tuhan dalam memperbarui umat-Nya. Mereka sangat menjunjung tinggi Alkitab, sehingga Roh Kudus bekerja dengan luar biasa melalui mereka. Sebab mereka tahu bahwa gereja hanya dapat bertahan hidup apabila bergantung sepenuhnya pada Alkitab (Yohanes 15:1-8).
Menyadari status gereja sebagai “pengantin perempuan” Kristus, maka Allah menghendaki agar gereja tetap dalam kondisi yang dikehendaki Allah yaitu, kudus dan tak bercacat pada kedatangan Kristus sebagai mempelai laki-laki (2 Petrus 3:14).
Dalam sepanjang sejarah gereja, ada tendensi untuk “mengkotakmatikan” struktur dan organisasi gereja, bahkan ada usaha mempolitikkan gereja dan akibatnya gereja tidak lagi memberitakan firman Tuhan di bawah otoritasnya (firman Tuhan), tetapi gereja semakin diikat tradisi dan sakramentalisme. Gereja harus berorientasi dan tertanam kuat dalam firman Tuhan, juga peka terhadap kehendak Roh Kudus, sehingga apabila Ia bekerja untuk memperbarui dan menguduskan dengan maksud menempatkan gereja pada proporsi sebenarnya, gereja harus siap menerimanya.
Dalam “Gerakan-gerakan Pembaruan” Allah sering memakai orang (kelompok) tertentu untuk memperbarui kasih dan kesetiaan gereja terhadap Dia bila mulai suram. Hal ini tampak dalam fakta sejarah hingga sekarang. Karya pembaharuan Roh Kudus tidak bisa dibendung oleh tradisi gereja yang sudah “beku” sekalipun. Dewasa ini bagaimana gerakan “Karismatik” misalnya, tumbuh dengan subur dalam gereja. Dan pengamatan di lapangan, di antara kelompok-kelompok pribadi “Karismatik” terlihat sangat menekankan Roh Kudus, bahkan kehausan akan firman Tuhan (Alkitab), doa, dan puasa bagi kehidupan orang percaya.
Namun yang tidak sehat apabila ada gerakan rohani yang sifatnya memaksakan karya Roh Kudus (domestic exclusive), serta penafsiran yang salah terhadap karya Roh Kudus.
Dengan demikian gerakan pembaruan yang benar adalah gerakan yang dilakukan oleh Roh Kudus sendiri sebagai pribadi atas orang-orang yang mengandalkan Alkitab dan doa (Kisah 1:14, 16; 2:42).
Dalam individu-individu, Roh Kudus adalah pribadi, sehingga karyanya pun bersifat pribadi. Sejarah gereja membuktikan bagaimana pribadi tertentu dipakai Tuhan dalam karya pembaruan-Nya (Luther, Calvin, Spener, John Wesley, dan lain-lain).
Pembaruan yang dilakukan oleh Roh Kudus tidak pernah lepas dari Alkitab. Justru dalam usaha mengerti dan menerapkan firman Tuhan secara benar, di situlah karya Roh Kudus bekerja. Orang percaya tidak bisa hidup tanpa Alkitab. Roh Kudus akan memperbaharui hidup kepribadiannya apabila orang itu memiliki kehausan yang dalam terhadap firman Tuhan.
*Ditulis oleh Yakobus Here, B. Th, staf Perkantas Yogyakarta.