Saya mengenal Perkantas sejak terlibat dalam kepengurusan di Persekutuan Oikoumene Sivitas Akademika (POSA) FISIP –UI di tahun 1990-an, khususnya sejak mengikuti Kamp Kepemimpinan Regional Jakarta tahun 1995. Berbagai pembinaan dan Persekutuan Mahasiswa Kristen Jakarta yang difasilitasi Perkantas, termasuk kepercayaan untuk melibatkan saya dalam Tim Pendamping Siswa (meski hanya 1 tahun) dan Tim Musik (beberapa tahun), telah berkontribusi dalam membangun karakter dan kepemimpinan saya sehingga sejak 3,5 tahun lalu saya dipercaya menjadi kepala departemen di World Vision Indonesia. World Vision adalah sebuah lembaga kemanusiaan Kristen internasional yang berfokus pada kesejahteraan anak dan telah mendampingi anak serta masyarakat di Indonesia selama lebih dari 50 tahun. Dalam usianya yang ke-40 tahun, saya berharap Perkantas semakin matang sebagai lembaga yang berkontribusi bagi pengembangan sumber daya manusia Indonesia yang berintegritas.
Kita tahu bersama bahwa Indonesia di usianya yang menjelang 66 tahun telah menjadi salah 1 negara yang memiliki pengaruh di dunia, melalui keterlibatannya dalam G-20, sebuah forum ekonomi global yang bertujuan menciptakan stabilitas ekonomi. Namun tidak dapat kita pungkiri bahwa lebih dari 30 juta penduduk Indonesia masih hidup dengan pendapatan di bawah 1 USD per hari. Sebagai salah satu negara dari 189 negara yang bersepakat terhadap MDG/Millennium Development Goals atau Tujuan Pembangunan Milenium (TPM) di tahun 2000, Indonesia masih harus bekerja keras untuk memastikan pencapaian TPM. Beberapa tujuan yang memerlukan upaya ekstra antara lain: (1) menurunkan angka kemiskinan dari 13.3% (2010) menjadi 7.5% di tahun 2015, (2) menurunkan angka kematian anak (terutama bayi baru lahir) – tahukah anda bahwa setiap 3 menit ada 1 balita meninggal di Indonesia? (3) menurunkan angka kematian ibu dari 228/100,000 (Survei Demografi Kesehatan Indonesia, 2007) menjadi 102/100,000 di tahun 2015, (4) menurunkan pertumbuhan penderita dan meningkatkan pemahaman tentang HIV & AIDS, (5) meningkatkan persentase penduduk yang memiliki akses pada air bersih dan sanitasi dasar, (6) meningkatkan tutupan hutan, (7) menghilangkan pembalakan liar, dan (8) menerapkan kerangka kerja kebijakan mengurangi emisi CO2.
Hal sederhana apa yang bisa dilakukan? Bersedialah tinggal dan bekerja di daerah! Sebagai ilustrasi, rasio ideal tenaga kesehatan yang direkomendasikan World Health Organization adalah 2,5 per 1000 penduduk. Di Indonesia, rasio saat ini hanya 1 per 1000. Masih banyak desa tanpa bidan desa, Puskesmas tanpa dokter, dan Kabupaten tanpa dokter spesialis kebidanan dan spesialis anak. Tanpa distribusi tenaga kesehatan yang memadai, mustahil TPM dapat tercapai. Perkantas melalui Persekutuan Medis semoga dapat memotivasi para mahasiswa/alumni untuk mau berkarya di luar pulau Jawa dan kota-kota besar.
Dalam realita seperti di atas, mahasiswa dan alumni Kristen diharapkan peka dan tanggap terhadap kondisi Indonesia ini sehingga dapat berkontribusi optimal dengan pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki, baik dari sisi teknis maupun dalam pengembangan kebijakan/pengalokasian anggaran yang memadai di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota, baik di pemerintahan maupun di lembaga non-pemerintah/sektor swasta. Penerapan otonomi daerah membuka banyak peluang bagi para tamatan Perguruan Tinggi untuk berkontribusi aktif dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. Selain itu mahasiswa/alumni Kristen juga dapat berperan dalam membangun kapasitas warga masyarakat (termasuk dirinya sendiri) untuk terlibat aktif dalam perencanaan desa/kelurahan dalam sebuah mekanisme yang disebut dengan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) mengacu pada UU 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Selama ini meski sudah berjalan, namun Musrenbang belum sepenuhnya aktif melibatkan masyarakat, khususnya perempuan dan warga masyarakat yang dianggap lemah, misalnya warga yang cacat atau sakit menahun. Mungkin permasalahan mengenai Musrenbang bisa menjadi salah satu topik yang didiskusikan dalam persekutuan mahasiswa/alumni yang diadakan Perkantas.
Mahasiswa/alumni Kristen binaan Perkantas juga berperan dalam membangun kepedulian sosial gereja di Indonesia maupun di luar Indonesia (karena cukup banyak alumni yang tinggal di luar Indonesia). Sudah bukan rahasia lagi bahwa anggaran gereja untuk diakonia dan bentuk pelayanan lain ke luar jemaat seringkali berada di urutan akhir dari total anggaran gereja. Dalam pengembangan program gereja, mahasiswa/alumni yang terlibat dalam kepengurusan gereja dapat mengajak para pengurus gereja lainnya untuk melakukan kajian kondisi sosial sekitar lokasi gereja sehingga keberadaan gereja di satu tempat tidak hanya berfungsi untuk membina warga jemaat, tapi juga bermanfaat bagi masyarakat di sekitarnya (dan berkelanjutan), seperti: memberikan penyuluhan perilaku hidup bersih sehat atau pengolahan sampah yang terbuka bagi masyarakat bekerjasama dengan Pengurus RT/RW setempat, mengadakan perpustakaan/balai baca, pelatihan kewirausahaan, Koperasi Simpan Pinjam yang anggotanya terbuka untuk masyarakat sekitar, membangun kapasitas menjadi sukarelawan bencana, dan kegiatan kreatif bermanfaat lainnya.
Dirgahayu Perkantas. Tuhan memberkati.
———————–
*Dituliskan oleh, Asteria Taruliasi Aritonang Kepala Departemen Advokasi World Vision Indonesia
**Diterbitkan dalam Majalah Dia Edisi I, tahun 2011