Prasasti Perangin-angin:
Pelayanan Mahasiswa di Tengah Isme-Isme Zaman lni

“Kalau hanya berdasarkan pertimbangan-pertimbangan manusia saja aku telah berjuang melawan binatang buas di Efesus, apakah gunanya hal itu bagiku? Jika orang mati tidak dibangkitkan, maka ‘marilah kita makan dan minum, sebab besok kita mati (1 Kor. 15:32).”

Seorang pengurus PMK kampus menuturkan kondisi anggota binaan kampusnya kepada saya. Dia berkata: “Mengapa ya, Bang, sulit sekali menemukan orang-orang yang berkomitmen untuk menjadi pengurus?” Pertanyaannya mengindikasikan ada yang salah dengan pembinaan kita selama ini. Kondisi ini setidaknya bisa dipengaruhi dua faktor. Yang pertama, dipengaruhi oleh buruknya pembinaan di dalam PMK, dan yang kedua, harus kita sadari bahwa ada hal lain yang sudah merasuki kehidupan pelayanan kita. Faktor kedua ini penting kita telusuri agar kita bisa sadar bahwa kita sedang dirasuki olehnya. Ada tiga hal yang merasuki kita saat ini, yakni isme-isme zaman ini. Secara khusus di dalam pembahasan ini akan difokuskan untuk 3 hal, yakni cinta akan uang (mamonisme), cinta akan kesenangan sendiri (narsisme), (hedonisme) dan cinta akan diri.

Pertama, mamonisme. Sekarang, dunia ini dikuasi oleh roh yang dikenal dengan mamonisme, dulu, orang menyebutnya materialisme. Sekarang, dia telah menjadi dewa. Pemujaan terhadap uang. Kecintaan terhadap uang. Hidup berpusat kepada uang. Kita lihat, iklan di televisi membujuk orang untuk konsumtif. Membeli yang tidak perlu adalah indikasi, bahwa dunia ini sudah dirasuki oleh paham tersebut. Kebutuhan seperti tidak ada batasnya.

Pemahaman seperti ini mulai terlihat mencemari kehidupan pelayanan mahasiswa saat ini. lndikasinya adalah di dalam gaya hidup. Saya berpikir jika kita mensurvei kehidupan mahasiswa binaan kita di tengah kampus, jangan-jangan tidak ada bedanya kita dengan mahasiswa lainnya. Sebagai murid Kristus, kita dituntun untuk menjadi berbeda dengan dunia ini, tetapi mengapa tidak ada perbedaan itu? Indikasi lain nampak dari alumni pelayanan mahasiswa.

Saya melihat secara umum alumni pelayanan mahasiswa mencari dan memilih pekerjaan cenderung berorientasi kepada materi. Sangat jarang kita melihat ada seorang alumni pelayanan kampus bekerja sebagai pengabdian kepada bangsa dan sebagai ketaatan untuk membangun kerajaan Allah di dunia ini. Contohnya, seorang sarjana ekonomi binaan lebih memilih bekerja di bank besar dengan gaji besar daripada bekerja dan mengembangkan koperasi di pedesaan dengan gaji kecil. Atau, seorang dokter mengabdikan beberapa hari dari waktu prakteknya untuk melayani orang-orang miskin di pinggiran sungai. Jarang saya temukan orang yang mau melakukan itu. Tetapi, dokter binaan yang praktek sampai malam untuk memperoleh penghasilan besar sampai-sampai tidak ada waktu untuk melayani, banyak, dan mudah kita temukan.

Kedua, hedonisme. “Bergembiralah engkau hari ini, puaskanlah nafsumu, besok engkau akan mati.” Pernahkah Anda mendengar pepatah itu? Kaum hedonis menyerukan kata-kata tadi karena mereka memiliki pandangan bahwa hidup ini hanya satu kali, jadi, bersenang-senanglah dengan memuaskan semua hasrat dan keinginan. Tujuan hidup adalah kesenangan dan kenikmatan materi, bersenang-senang, pesta pora, dan plesiran. Itu yang harus dilakukan demi kepuasan diri.

Hedonisme diartikan sebagai paradigma berpikir yang menjadikan kesenangan sebagai pusat tindakan. Hedonisme juga diartikan sebagai pandangan yang menganggap kesenangan dan kenikmatan materi sebagai tujuan utama dalam hidup (KBBI, edisi ketiga, 2001). Secara umum, hedonisme bermakna kesenangan, itu merupakan satu-satunya manfaat atau kebaikan. Dengan demikian hedonisme bisa didefinisikan sebagai sebuah doktrin (filsafat etika) yang berpegangan bahwa tingkah laku itu digerakkan oleh keinginan atau hasrat terhadap kesenangan dan menghindar dari segala penderitaan.

Paham hedonisme sangat bertolak belakang dengan proses pembentukan jati diri seorang murid yang kita kerjakan di dalam pembinaan kampus. Suatu waktu, dalam perjalanan Tuhan Yesus, ada seorang ahli Taurat ingin kecipratan nama baik dan ketenaran Tuhan Yesus dan ia berkata, “Tuhan aku akan mengikut Engkau ke mana saja Engkau pergi.” Yesus menjawab, “Serigala punya liang, anak burung punya sarang, tetapi anak Manusia tidak memiliki tempat untuk meletakan kepalanya (Luk 9:58).” Menjadi murid Yesus, kita dituntut pengorbanan dan barangkali akan ditolak, atau mendapatkan penderitaan dari dunia ini. Bukan kesenangan seperti yang paham hedonisme tawarkan.

Jadi sekarang, jangan heran bahwa sedikit sekali orang yang terbeban untuk melayani sebagai dampak paham ini. Karena kecenderungan manusia mencintai kesenangan, pengakuan, nama baik dan sesuatu yang menyenangkan bagi dirinya sendiri. Tetapi Yesus yang menjadi Tuhan dan teladan hidup bagi kita justru menceritakan tentang penderitaan dan pengorbanan yang la tunjukkan di kayu salib. Perhatikanlah komitmen pengurus PMK akhir-akhir ini, semakin hari semakin tipis. Sulit mencari orang-orang yang siap keluar dari zona nyamannya untuk mengerjakan visi pelayanan mahasiswa.

Yang ketiga, narsisme. Narsisme adalah perasaan cinta terhadap diri sendiri yang berlebihan. Biasanya orang yang narsis bak seorang model. Karena mereka sering sekali mendapatkan pujian dan itu menyebabkan mereka merasa percaya diri dan akhirnya berlebihan. Maraknya situs jaringan sosial seperti Friendster, Facebook, Blog atau Plurk mau tidak mau mendorong kita semakin narsis ketika memilih untuk menjadi penggunanya. Ada kecenderungan kita ingin dipuji, dipandang cantik, ganteng, atau ingin dikenal oleh orang lain. Memang benar banyak hal positif dari situs jaringan sosial tersebut, tetapi hati-hati, itu bisa menjadi alat bagi kita untuk menonjolkan diri sehingga bahkan sampai ketergantungan dengan situs tersebut. Zaman sekarang ini orang berlomba-lomba untuk menonjolkan dan mengagungkan dirinya sendiri, padahal pengagungan seharusnya adalah hanyalah kepada Tuhan. lnti dari paham ini adalah tujuan hidup orang narsis berubah atau bergeser dari mencintai Tuhan dengan sepenuh hati kepada mencintai diri sendiri.

Seteru salib
Menyikapi isme-isme tersebut, perlu kita belajar dari apa yang Alkitab katakan. Paulus menyatakan, bahwa orang-orang yang hidup di dalam isme-isme tersebut adalah seteru salib. Paulus dengan tegas mengingatkan bahwa kesudahan mereka adalah kebinasaan. Karena Tuhan bagi mereka adalah perut mereka (kesenangan mereka, uang mereka, dan mereka sendiri) dan itu menjadi pusat di dalam hidup mereka. Kemuliaan bagi mereka adalah aib mereka, dan pikiran mereka semata-mata tertuju kepada perkara-perkara duniawi (Fil. 3:18-19). Jadi ada 3 hal yang berubah dari pengertian orang yang terjerumus ke dalam paham ini. Yang pertama apa arti berkorban dan apa arti ketundukan kepada kehendak Allah. Kedua, apa arti menderita bagi dunia. Dan yang terakhir, apa arti kita harus semakin kecil dan Allah semakin ditinggikan.

Orang-orang yang dibina di dalam pelayanan mahasiswa harus berbeda dari dunia ini. Mari kita kembali kepada hal yang paling mendasar di dalam diri orang Percaya. Paulus katakan, bahwa kita berkewargaan sorga:

Karena kewargaan kita adalah di dalam sorga, dan dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat, yang akan mengubah tubuh kita yang hina ini, sehingga serupa dengan tubuh-Nya yang mulia, menurut kuasa-Nya yang dapat menaklukkan segala sesuatu kepada diri-Nya.

Filipi 3:20-21

Ingat, bahwa kita tidak boleh terbawa arus perkembangan zaman ini. Tentunya bukan berarti kita tidak boleh menjadi pengguna jejaring sosial atau hal yang berkembang pada zaman ini, tetapi mari kita kritis dan pergunakan untuk hal yang membangun. Ambil hal yang positif dari itu, tetapi kalau hal itu membuat diri kita “diperbudak”, bertobatlah.

Selanjutnya, Paulus menyarankan jemaat Filipi untuk tetap teguh di dalam Tuhan (Fil 4:1). Zaman ini dengan pemikirannya akan terus berkembang, tetapi yang penting sekarang adalah bagaimana kita akan terus bertahan di dalam jati diri kita sebagai seorang murid Kristus. Bahwa Kristus harus tetap menjadi pusat di dalam hidup kita. Kristus harus tetap menjadi Allah kita dan yang terutama di dalam kita menjalani kehidupan ini. Pelayanan mahasiswa harus siap menghadapi tantangan isme-isme tersebut, dengan berani berbenah dan teguh kepada panggilannya semula. Dan, jadikanlah perkembangan zaman ini sebagai challenge yang akan membuat kita semakin berserah kepadaNya.

—— Dituliskan oleh Prasasti Perangin-angin, Staf Mahasiswa Perkantas Sumatera Utara

— Majalah Dia Edisi 3/ Tahun XXIII/2009

Tinggalkan sebuah komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *