Sunaryo:
Self study

Billy Graham, dalam salah satu bukunya pernah menulis bahwa jika ia diberi kesempatan sekali lagi untuk menjalani hidup, maka ia akan lebih banyak menghabiskan dua pertiga dari waktunya untuk belajar. Pernyataan tersebut diutarakan, karena saat ini ia melihat orang lebih senang/cenderung melakukan aktivitas-aktivitas, seperti melayani ke sana kemari, dan hanya menyediakan sedikit saja waktu untuk belajar.

Dari sini kita melihat, betapa pentingnya belajar untuk setiap orang belajar yakni mencari dan menambahkan pengetahuan baru, baik di bidang sekunder maupun rohani. Pengtahuan tersebut dapat diperoleh melalui pendidikan formal, kursus-kursus (informal), atau belajar yang dilakukan sendiri (otodidak) yang kita sebut self study. Self study pada hakekatnya merupakan proses belajar mandiri, salah satunya melalui buku-buku tanpa bimbingan langsung dari seseorang.

Mengapa melakukan self study?

Tentunya, orang memiliki berbagai alasan untuk melakukan self study. Pertama, karena tuntutan keadaaan. Sejalan dengan perkembangan zaman, terutama di kota-kota besar, berbagai disiplin ilmu bercampur baur sedemikian rupa dalam profesi-profesi yang ada di masyarakat. Seorang ahli teknik misalnya, tidak mungkin hanya menguasai bidang semata-mata. Ia perlu juga memahami bidang lain secara sedikit-sedikit seperti manajement, pemasaran, keuangan dan sebagainya, agar tidak “ketinggalan zaman”, dan yang penting: tidak mudah tertipu. Dengan alasan inilah, maka seseorang dituntut menambahkan pengetahuannya dengan disiplin ilmu-ilmu lain. Karena keterbatasan waktu, maka biasanya seseorang memilih untuk belajar sendiri. Hal itu dilakukan dengan membaca buku-buku yang berhubungan dengan bidang yang diminatinya, tanpa harus mendapatkan pengakuan kualifikasi formal dari lembaga tertentu. Yang penting, pengetahuan tersebut berguna dan dapat diterapkan pada hal-hal yang khusus dalam pengembangan pekerjaan kariernya.

Kedua, orang melakukan self study untuk tujuan-tujuan tertentu, misalnya tujuan pelayanan. Saat ini, persekutuan-persekutuan di luar lingkungan gereja cukup menjamur. Ada yang diorganisir oleh lembaga resmi, ada yang atas inisiatif perorangan. Dari persekutuan-persekutuan ini, banyak pula bermunculan penginjil/pengkhotbahnya dapat dipertanggungjawabkan. Darimana mereka memperoleh pengetahuan? Tentu di samping membaca Alkitab, mereka juga memiliki buku-buku lain, disela-sela aktivitas profesinya. Dalam hal ini self study (belajar sendiri) yang dilakukannya bukan saja untuk menambah pengetahuan pribadi tetapi juga sebagai bekal pelayanan. Orang harus memiliki motivasi yang kuat dalam melakukan self study untuk sebuah tujuan. Sebab juka tidak, tujuan tersebut sulit tercapai.

Ketiga, sebagai aktivitas sambilan. Yakni kegiatan belajar yang dilakukan pada saat ada waktu luang, dan bukan merupakan kegiatan pokok. Aktivitas ini terutama banyak dilakukan oleh ibu-ibu rumah tangga, atau mereka yang mempunyai banyak waktu luang. Untuk mengisi waktu luangnya maka mereka mempelajari buku-buku untuk menambah pengetahuan, sekalipun hanya untuk penunjang hobi untuk mendapatkan penghasilan tambahan, atau sekedar iseng saja. Misalnya mempelajari cara-cara menanam bunga anggrek, membuat bonsai, bunga kering dan sebagainya. Semua dapat dipelajari dari buku-buku yang dengan mudah dapat dibeli di toko buku. Tetapi biasanya kelompok ini kurang memiliki motivasi, karena tuntutan untuk selft study tidak terlalu kuat.

 

Dukungan

Sekecil apapun motivasinya, setiap orang tetap memerlukan urusan-urusan pendukung dalam melakukan self study. Terutama jika melakukannya melalui pendidikan formal. Karena self study pada umumnya dilakukan disela-sela waktu sibuk, maka faktor yang paling menentukan keberhasilan self study adalah materi dan waktu.

Materi, self study dapat dilakukan jika ada materi/bahan yang hendak dipelajari. Di kota-kota besar, cukup mudah mendapatkan berbagai materi seperti buku, diktat, makalah dan lainnya, toko buku yang lengkap dapat ditemukan dengan mudah untuk mendapatkan berbagai macam buku dari berbagai bidang ilmu, dari yang ringan sampai yang mendalam. Bahkan beberapa perpusatakaan besar sekarang telah memiliki fasilitas audiovisual dan komputer yang dapat memberikan berbagai macam informasi yang dibutuhkan. Dengan demikian, boleh dikatakan bahwa bagi mereka yang tinggal di kota-kota besar, tidak terlalu banyak kendala untuk mengadakan selft study, meskipun tidak dapat disangkal bahwa buku yang bermutu biasanya harganya juga mahal, karena sebagian besar masih import. Namun kita patut bersyukur sekarang ini sudah banyak pakar yang berinisiatif menulis buku-buku baik dalam bahasa indonesia ataupun menerjemahkan buku bagi yang terbatas kamampuan bahasa asingnya.

Tetapi, bagi mereka yang tinggal di daerah, masih terasa sulitnya memperoleh buku-buku tersebut. Untuk itu, perlu dipikirkan pemecahannya, misalnya mengirimkan buku bekas kepada mereka yang membutuhkannya.

  1. Seseorang seringkali berdalih tidak dapat melakukan selft study karena tidak punya waktu. Memang betul, bagaimana orang dapat memperoleh manfaat jika tidak ada (menyediakan) waktu? Meskipun ia memiliki perpustakaan pribadi dengan koleksi buku ratusan, tetapi jika setiap hari sibuk melakukan aktivitas lain, self study tak dapat dilakukan.

Tetapi sebetulnya, self study memiliki beberapa kelebihan. Dari segi waktu misalnya, cukup fleksibel karena jadwal dapat diatur sendiri sesuai dengan kondisi. Begitupun dengan materi, dapat dipilih sesuai kebutuhan. Cara seperti ini cukup menguntungkan karena tidak ada batasan-batasan yang menghambat, seperti usia, jadwal kegiatan, golongan dsb. Ilmu dapat diperoleh tanpa harus bertemu dengan narasumber. Biaya yang dikeluarkanpun relatif rendah, karena tidak ada biaya pengajara, buku-buku yang dibelipun sesuai dengan kebutuhan/prioritas saja.

Namun sistem belajar seperti ini mempunyai kelemahan. Misalnya, terkadang tidak ada arah yang jelas, sehingga tidak mustahil bila tidak berhati-hati dapat dikecohkan oleh ide-ide penulisan buku. Juga tidak terdapat tolak ukut untuk memantau kemajuan, sehingga mudah puas diri. Cara inipun bisa subyektif, karena ditentukan dengan narasumber. Kelemahan berikutnya adalah tidak adanya pengakuan formal dari instansi/lembaga yang bersangkutan.

 

Penutup

Self study banyak dilakukan orang karena tuntutan keadaan, baik itu di bidang rohani maupun sekunder, disebabkan oleh semakin majemuknya pola kehidupan masyarakat. Bagi mereka yang tinggal di kota besar self study mudah dilakukan karena tersedianya sarana penunjang. Jika ingin serius berself study, perlu menentukan sarana secara jelas dan terperinci, serta membuat rencana kerja untuk mencapai sasaran tersebut. Jika memungkinkan, ikutilah kursus-kursus secara tertulis. Programnya lebih terarah dan ada pengakuan dari lembaga yang menyelenggarakannya.

Konsultasi dengan pakar juga sangat dianjurkan agar tidak salah arah, terutama dalam pembinaan iman Kristen dan bagi mereka yang sering terlibat dalam pelayanan firman.

 

*Dituliskan oleh Sunaryo, Doktor dari lulusan Strahclyde University Scotland, Inggris dan mengajar di Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FTUI) jurusan mesin.

Tinggalkan sebuah komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *