Magdalena Dwi Eling P:
Wanita di Mana Peranmu?

Yang paling penting dibicarakan dan dipikirkan oleh orangtua adalah bagaimana generasi muda harus dibentuk dan dididik. Mengapa demikian? Suatu pertanyaan yang cukup menggelitik dan menantang bagi generasi orangtua dan generasi muda sendiri.

Generasi muda pada dasarnya konservatif. Harus dapat dimaklumi karena memang keadaannya demikian. Penyebabnya ,karena seorang muda belum menemukan identitasnya secara utuh, bahkan masih mencari-cari. Mereka bertumpu pada yang dimiliki, yang dipegang. Semua yang baru membingungkan. Mereka masih mencari bentuk hidup, namun di lain pihak juga merupakan kesempatan mengarahkan mereka membentuk diri sebagai orang dewasa.

Lalu bagaimana dengan kabar berita generasi muda Kristen saat ini? Dari beberapa pertanyaan di atas kita setuju generasi muda harus dididik dan dibentuk agar pada pada masa tuanya tidak akan menyimpang dari jalannya (Amsal22:6).

Mendidik dan membentuk adalah suatu proses. Pekerjaan ini bukanlah pekerjaan yang mudah, karena membutuhkan-banyak wiktu, tenaga, pemikiran, tantangan, hambatan, bahkan materi.

Ulangan 6:4-9 memberikan bimbingan yang menolong orangtua dalam mendidik dan membentuk anaknya yaitu dengan cara:

  1. Melalui teladan (Ulangan 6:4-5)

Mengasihi Tuhan adalah dasar bagi kehidupan orangtua. Dengan dasar yang kuat inilah orangtua dapat membimbing anaknya. Apakah dapat dikatakan menjadi teladan jika orang tuanya memarahi anaknya karena tidak pergi ke Sekolah Minggu tetapi mereka sendiri tidak pernah ke gereja.

  1. Melaui Firman Allah (Ulangan6:6-7)

Pendidikan ini bukan hanya tanggungiawab sekolah atau gereja saja melainkan tanggungjawab orangtualah yang sejak dini harus dilakukan. Semuanya ini dikerjakan dengan penuh ketekunan, melalui kehidupan sehari-hari, sehingga akhirnya terserap dalam kehidupan anaknya.

  1. Melalui lambang-lambang (Ul. 6:g-9)

Lambang-lambang ini menjadi alat komunikasi untuk selalu mengingat dan memupuk kesadaran hidup secara rohani. OIeh sebab itu generasi muda harus dipersiapkan dan dilatih. Peranan orangtua sangat menentukan pembentukan generasi muda. Pada bagian ini saya akan mengupas lebih banyak peranan ibu terhadap pendidikan anaknya.

Orang pertama yang bersekutu dengan anak adalah ibunya. Sejak dalam kandungan sudah tercipta suatu relasi, di mana keduanya saling membutuhkan dan saling menghidupi. Dalam relasi ibu dan anak juga terjadi interaksi dan jika interaksi ini sesuai dengan perannya, maka interaksi itu memberikan kekuatan positif dan dinamika yang membangun pada diri anaknya.

Ibu mempunyai peranan sebagai mata rintai antara anak dengan kehidupan ini. Kasih yang murni tanpa pamrih menjadi akar dari kepercayaan anak kepada orang lain. Anak yang cukup mendapat kasih sayang akan mampu mencinta orang lain. Jadi sejak dini anak sudah dapat melihat, merasakin, mengalami

Penggalian rohani. Oleh sebab itu sebagai orangtua khususnya yang lebih dekat dan banyak waktu bersama anaknya menyadari tugas panggilannya dalam Efesus 6:4; Ibrani 12:5-8. Dapat diringkas, peraturan Allah untuk orang­ tua meliputi  tiga perintah  dasar: mengasihi, menertibkan dan mendidik. Semuanya ini dapat diterapkan dalam kehidupan  sehari-hari. Tentunya disesuaikan dengan usia dan kemampuan anak.

Anak kami usianya tiga Kami berusaha mulai memperkenalkan Tuhan Yesus. Pada taraf awal, kami mengajarkan lagu yang sangat seder­ hana dan menyanyikan­nya. Dalam berdoa biasanya kami mulai dengan lagu   persiapan  berdoa. Hal ini menarik bagi anak-anak dan secara tak langsung mengajar mereka bagaimana sikap berdoa. Demikian juga ke Sekolah Minggu, yang menghambat anak-anak malas pergi bukan acara TV yang menarik, tetapi justru dari segi orang tuanya. Mereka tidak mendorong, membangunkan anak dan menanyakan kembali apa yang diperoleh selama di Sekolah Munggu.

Selain sebagai mata rantai, ibu adalah ma­nusia  pertama  dalam  pergaulan  anak.  Pergaulan  memencakup  pergaulan  jasmani   (menyusui,    mencium,    menggendong)    dan rohani (memberi cinta, rasa aman). Berkat pergaulan dengan ibunya anak akan memasuki dunia orang lain, sehingga anak mempunyai kemam­puan untuk mengenal dirinya dan orang lain. Di dunia inilah sifat, watak dan kepribadian anak mulai terbentuk. Di samping keluarga dan masyarakat turut juga membentuk kepribadian anak.

Setiap anak, dalam satu keluargapun tidak akan sama sifat, watak dan kepribadiannya sekalipun  kembar.  Oleh sebab itu dalam mendidik dan membentuk merekapun berbeda, terutama cara pendekatannya. Inilah uniknya Tuhan menciptakan manusia yang diharapkan saling membutuhkan dan saling melengkapi.

Banyak kendala yang menghambat tujuan dan keinginan membentuk dan mendidik anak. Ada beberapa faktor kendala dalam membina yaitu orangtua, anak, lingkungan dan arus modemisasi. Misalnya dalam hal menyediakan waktu untuk anak. Faktor utama untuk menya­takan kasih  sayang terhadap anak adalah wak­tu, bukan uang saja. Kita dapat mengasihi anak kita tanpa mengeluarkan banyak uang, tanaga, perlengkapan dan pemikiran. Tetapi kita tidak dapat  mengungkapkan  kasih  sayang kita tanpa menyediakan  waktu  khusus. Kecenderungan orang tua tertahun. Kecenderungan orang tua terlalu mudah memberikan Sejumlah uang atau barang yang diminta   tanpa batas, tetapi sangat pelit memberikan waktu untuk anak-anaknya. Rasanya masuk akal jika  disertai alasan:  sibuk mencari uang demi keluarga, sibuk pelayanan, mengejar karir, kedudukan dan lain-lain.

Faktor lingkunganpun bisa menjadi kendala. Kita terkejut jika anak-anak  mengucapkan kata-kata kotor walaupun  kita tidak pernah mengatakannya. Dan masih banyak contoh-contoh lain kenakalan yang menjerumus ke tindak kejahatan yang bisa kita baca dikoran dan majalah-majalah.

Semuanya  ini tidak  terlepas dari bagaimana cara orangtua dalam membina anak, menyediakan waktu untuk berkomunikasi. Dan ber­bagai hal di atas mungkin timbul pertanyaan kalau demikian apakah ibu  harus  sepenuh waktu ada di rumah demi pendidikan  anak? Atau mungkin ada yang tidak setuju kalau ibu harus di rumah hanya  sebagai  ibu  rumah tangga saja. Kan sekarang zaman emansipasi wanita  dapat  bekerja  hampir  di  semua  sektor kehidupan. Bahkan   saat   mi  dalam   beberapa sektor, wanita lebih mudah mendapat kesem­ patan daripada kaum pria. Sehingga saat ini isten yang hanya berfungsi sebagai ibu rumah tangga jumlahnya sedikit dibandingkan dengan istri yang berperan ganda yaitu sebagai ibu ru­ mah tangga dan sekaligus sebagai wanita karier. Dalam satu kesempatan istri ingin mencapai dua hal.

Ditinjau dan segi positif-negatifnya bagi ibu yang bekerja atau tidak pasti ada. Ibu yang bekerja berarti dia dapat mengembangkan po­tensi  yang  dia miliki,  mengembangkan  talenta yang Tuhan berikan dan dapat membantu eko­nomi keluarga. Biasanya  seorang yang bekerja dituntut disiplin yang tinggi. Makin tinggi kedudukannya makin banyak waktu dan tenaga yang  dicurahkan  untuk  pekerjaannya.  Kadang­kadang   hal   ini  membuat ibu sulit membagi waktu,  di  satu  sisi  dituntut  tanggung  jawab pekerjaannya, sisi yang lainnya harus menyediakan  waktu untuk suami dan anak­anaknya. Dilema ini menuntut ibu harus pandai-pandai membagi waktu, sehingga tidak kehilangan kesempatan berkomunikasi dengan suami, bercanda dengan anak, membantu menolong pekerjaan rumah anak-anak, berekreasi dan masih banyak lagi kesempatan-kesempatan yang dapat diciptakan demi keharmonisan dan kebahagiaan keluarga.

Sedangkan ibu yang tidak bekerja dapat sepenuh waktu mencurahkan perhatian untuk urusan rumahtangga dan anak-anak. Ibu dapat memantau apa saja yang dikerjakan anaknya, bahkan ikut terlibat akan apa yang dikerjakan anaknya.

Namun  biasanya  segala  sesuatu  yang dikerjakan secara rutin, apalagi anak-anak sudah sekolah sehingga ada waktu-waktu senggang, dapat membuat suasana bosan, kesepian dan akhirnya menimbulkan stress.  Akibatnya hal­-hal yang tidak diinginkan muncul, misalnya: suka marah-marah hanya perkara kecil, timbul bermacam-macam pikiran, lalu curiga, cemburu dan lain-lain: Di samping itu juga  ibu yang tidak bekerja akhirnya kurang dapat mengembangkan kemampuan, karier dan talenta dan Tuhan.

Melihat hal-hal di atas, langkah-langkah apa yang harus diambil dalam menentukan keputusan apakah ibu harus bekerja atau tidak. Untuk memutuskannya, bukan hal yang mudah karena setiap keluarga mempunyai pertimbangan, situasi dan kondisi yang berbeda.

Ada  beberapa  hal  yang  bisa  menjadi  bahan pertimbangan  dalam  memutuskan  ibu  bekerja atau tidak.

  1. Konsep hidup

Pola kehidupan masyarakat sekarang adalah pola kehidupan konsumtif. Dan ak­himya yang menjadi tolok ukur keberha­silan masyarakat  adalah materi. Apakah ini pola hidup kita?

  1. Peranan suami/istri

Baik suami maupun istri harus menyadari fungsi dan perannya. Suami harus tetap berfungsi sebagai kepala keluarga dan istri bagaimanapun juga harus tetap dapat beefungsi sebagai pendamping dan penolong suami.

  1. Pembagian waktu

Apakah pekerjaan suami/istri menyita waktu, sehingga tidak ada waktu untuk pasangannya dan anak-anaknya?

  1. Jumlah anak, perbedaan usia anak satu dengan yang Iainnya, kesehatan anak (mungkin ada yang sakit), usia anak
  2. Hendaknya semuanya dibicarakan sebagai:  keputusan dalam kesatuan, sambil terus dijaga agar keputusan tersebut keutuhan suami istri tetap terpelihara.

Bekal, nasehat dan teladan bagi para ibu atau calon ibu dapat kita baca dalam  Amsal  3 1:10-31. Dari situ kita bisa mendapatkan ‘nilai Iebih’ dari istri yaitu:

  1. nilainya “lebih berharga daripada per­mata”
  2. pujiannya “anak-anak bangun dan me­nyebutnya berbahagia”
  3. keunggulannya “tetapi kau melebihi mere­ka semua”
  4. rahasianya  “istri yang takut akan Tuhan” Betapa  bahagianya  jika kita para ibu menyandang gelar sebagai seorang wanita yang bernama “lebih berharga dan  permata”

 

*Dituliskan oleh Magdalena Dwi Eling P, isteri dari Yakobus Here, Staf Perkantas Yogyakanta.

Kepustakaan:

  1. Larry Christenson, Keluarga Kristen, Yayasan Persekutuan Betania
  2. J. Drost, SJ, Menjadi pribadi dewasa dan mandiri, Kanisius
  3. Paul Gunawan, Makalah profil  keluarga dalam masyarakat Indonesia pada abad ke 21 dan anhiszasinya
  4. Pieter B. Mboeik, Makalah Beberapa hal pokok dalam pemeliharaan keserasian kehidupan keluarga menuju keluarga kristen yang bahagia.

Tinggalkan sebuah komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *