Raynaldi Philipus:
Pokémon Go, Apakah yang Sebenarnya Ditangkap?

Gotta’ catch them all!” Itulah penggalan lagu tema film kartun Pokémon yang sekaligus menjadi tagline-nya sejak diliris pada tahun 1998. Bagi generasi 1990-an, animasi ini adalah salah satu hiburan masa kecil yang menyenangkan. Sekarang, di tahun 2016, kita disuguhi permainan Pokémon Go, yang memberikan penggunanya kesempatan mencicipi apa rasanya menjadi tokoh Ash, Misty, dan Brook, yang “menangkap” semua Pokémon dan menjadi seorang “Master.” Dilengkapi dengan teknologi augmented reality, kita diajak untuk mengalami sendiri perjalanan—atau, lebih tepatnya, petualangan—untuk melatih Pokémon dalam pertarungan, bertemu dengan trainer lain, membentuk kelompok, bahkan memprediksi lokasi munculnya Pokémon legendaris. Enam hari sejak dirilis, tercatat 21 juta pengguna aktif di Amerika saja. Memasuki hari ke-21, kita bisa melihat bagaimana efeknya melalui berbagai video dan foto yang di-upload.

Di balik fenomena yang menjadi penanda kemajuan teknologi, ini adalah kesempatan baik untuk merefleksikan, mengapa permainan ini begitu populer? Mengapa bisa begitu populer saat ini? Kebutuhan apa yang terpenuhi dari permainan ini?

Mungkin, salah satu jawabannya adalah karena popularitas permainan Pokémon Go, terkhusus di kalangan anak muda saat ini, menggambarkan ritme hidup yang dialami generasi muda abad ke-21.

Mereka merindukan sebuah komunitas yang sebahasa sepemahaman
Kehadiran sebuah platform yang mampu menyatukan anak-anak muda dengan pemahaman, kepentingan, dan bahasa yang sama (menangkap Pokémon) menjadi sebuah pemenuhan kebutuhan yang paling mendasar dari seorang manusia (berkomunikasi, berkelompok, dan bersosialisasi). Lihat saja video-video kerumunan orang yang bergerak tiba-tiba ketika satu orang berteriak menemukan Pokémon legendaris (bahkan menimbulkan kemacetan). Sekilas, kita melihat sebuah keributan, tetapi sebuah euforia (eucatastrophe) terjadi di dalamnya. Di tengah dunia yang membuat orang-orang merasa terpisah/terkotak-kotak, Pokémon Go membawa cicipan rasa kebersamaan yang sudah jarang dialami generasi muda.

Meskipun demikian, komunitas ini hanyalah komunitas sementara dengan visi yang terbatas (mengoleksi semua Pokémon). Fenomena ini menunjukkan anak-anak muda merindukan sebuah komunitas yang relevan dengan kehidupan mereka, namun mampu menarik mereka kepada sebuah visi dan euforia yang tak lekang oleh waktu.

Mereka merindukan sebuah kisah transendental di tengah realitas kehidupan
Ketertarikan pada Pokémon dapat ditarik kepada kekaguman masa kecil dengan dongeng, dan kita tidak akan pernah bisa menghilangkannya. G.K. Chesterton menuliskan, “Kita semua menyukai kisah karena kisah menyentuh syaraf insting purba kita yang selalu mencari kekaguman. Ketika kita masih anak-anak, kita tidak membutuhkan dongeng: kita hanya butuh kisah. Hidup itu sendiri sudahlah cukup menarik”. Di tengah pertambahan usia dan realitas dunia yang membuat generasi muda merasa terjebak dalam putaran monoton mesin semesta, Pokémon Go (berlandaskan mitologi Jepang dan dibumbui cara pandang animistik Shintoisme) berhasil memberikan pengalaman yang aneh sekaligus familiar: mereka bisa menemukan makhluk mistik di tempat-tempat nyata di lingkungan mereka. Mereka diajak menyadari kembali bahwa dunia mereka adalah tempat yang liar, menakjubkan, dan penuh petualangan.

Kehadiran kisah transendental Pokémon menghidupkan sekilas insting kekaguman anak-anak muda yang telah “tumpul” dalam menjalani realitas kehidupan sehari-hari. Generasi muda merindukan kekaguman kepada sebuah kisah transendental yang melampaui pikiran dan pengalaman mereka. Sayangnya, tidak akan pernah ada kisah transedental buatan manusia yang mampu menakjubkan nalar dan pemahaman manusia sepenuhnya.

Mereka tetap merindukan realitas dan kedalaman yang nyata
Untuk sesaat, Pokémon Go membawa generasi muda ke dalam komunitas nyata dan memainkan tujuan yang sama. Untuk sesaat, Pokémon Go memenuhi kerinduan generasi muda mengalami keajaiban kisah transendental di balik masyarakat rasional dimana mereka hidup.

Namun, Pokémon Go tetaplah sebuah permainan biasa. Setelah semua Pokémon terkumpul dan mereka telah menjadi master, mereka akan sadar bahwa Pokémon Go hanyalah momen kesenangan sementara tanpa janji masa depan apapun. Tidak ada permainan yang cukup hebat sehingga dapat menghadirkan komunitas yang bertahan lama atau signifikansi kisah hidup yang kekal.

Sebagai pemberita kabar baik masa kini, kita perlu membuka mata terhadap kerinduan generasi muda, sehingga kita bisa menceritakan sebuah kisah yang lebih baik; sebuah kisah transendental sejati yang mengajak setiap orang masuk dalam komunitas abadi, bersukacita, dan terkagum-kagum olehnya. Mereka akan terus mencari hal-hal apapun yang mereka anggap dapat menggelorakan, memenuhkan, dan menyempurnakan kehidupan mereka, sebelum mereka “ditangkap” oleh kisah yang menakjubkan ini: sebuah kisah tentang Seorang Raja dan kerajaan-Nya yang abadi.

======================
Raynaldi Philipus adalah Staf Mahasiswa Perkantas Jakarta

Tinggalkan sebuah komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *