Situasi ekonomi, sosial dan politik di Indonesia beberapa tahun terakhir ini masih tetap memprihatinkan. Bagi sebagian orang malah tampak menakutkan apalagi bagi mereka yang bekerja di sektor perbankan. Seperti yang dikatakan Artine S. Utomo (42 th) ibu dua anak, President Director PT BII Finance Center, “terus-terang, ketakutan di-PHK itu bukan cuma dialami oleh mereka yang bekerja di bank, setiap orang yang berada di industri perbankan atau keuangan saat ini menghadapi hal yang sama. Jumlah bank kan berkurang dengan drastis. Dan saya ada di dalamnya. Saya juga bergumul melewati hal-hal tersebut. Saya bergumul memikirkan apakah perusahaan ini akan terus, atau akan di-PHK. Saya bisa saja di-PHK at any one time. Pada saat kita bicara ini, mungkin saja sudah dibuat keputusan saya akan diganti dengan orang lain.” Tetapi Artine, alumni FE Trisakti dan Master of Sicience (manegement) dari The Sloan Programme London Business School, U.K, tidak pasrah saja dengan keadaan tidak menentu itu. Ia katakan, kita khawatir karena tidak tahu apa yang akan terjadi di depan. Tapi kalau kita sudah punya gambaran apa yang akan terjadi di depan, itu bukan beriman. Beriman itu kita nggak tahu Tuhan tetap memimpin dan Tuhan berdaulat atas hidup kita. Dan segala sesuatu yang Tuhan izinkan terjadi akan mendatangkan kebaikan bagi kita. Apa lagi yang dikatakan anggota dewan pengurus RACE (Reformed After Care), pusat rehabilitasi ketergantungan obat di Karawaci ini untuk mengatasi perubahan-perubahan, baik dari segi ekonomi maupun gaya hidup di masa mendatang, dan bagaimana menyikapinya sebagai orang Kristen? Berikut perbincangan kami:
Menurut Anda bagaimana tren atau kecenderungan situasi ekonomi di milenium ke-3 nanti?
Ekonominya mau dilihat dari segi apa? Terlalu luas. Yang pasti, di milenium ke-3 nanti akan ditandai dengan runtuhnya batas-batas antarnegara. Kalau dulu setiap negara dibatasi dengan aturan main sendiri,. Misalnya soal ekspor-impor. Untuk melindungi industri dalam negeri dan kepentingan negaranya mereka mengeluarkan aturan-aturan tertentu dan tiap negara berbeda. Tetapi karena kemajuan teknologi informasi, tembok-tembok aturan yang dibangun di masing-masing negara menjadi runtuh. Sekarang ini perdagangan antarnegara sudah sama seperti perdagangan yang dilakukan di dalam satu negara. Apalagi dengan semakin eksis dan berkembangnya organisasi-organisasi dunia seperti WTO akan membuat perdagangan menjadi bebas, dan liberalisasi semakin kuat.
Apa dampak dari kebebasan seperti itu?
Kalau dulu aturan main masih jelas, sekarang ini tidak ada satu negara pun bisa menetapkan aturan main ke seluruh pemain. Contohnya, dalam dunia perbankan. Dulu untuk mendirikan sebuah bank ada aturan modalnya harus sekian, dan kesehatan laporan keuangan masing-masing negara standarnya berbeda. Bahkan ada negara yang tidak mempunyai aturan bahwa sebuah bank harus mempunyai kecukupan modal. Tapi sekarang, karena dunia sudah mengglobal, aturan yang berlaku diterima secara internasional.
Apakah ini pertanda baik bagi perekonomian di milenium ke-3?
Menurut saya tidak. Ekonimu bukan akan membaik, justru akan makin memburuk walaupun kita lihat kemakmuran ada di mana-mana. Tapi itu kemakmuran yang hanya di permukaan. Kalau saya lihat, di abad mendatang akan ada kehancuran karena tidak adanya suatu otoritas, baik internasional maupun nasional, yang mengatur kehidupan. Runtuhnya law and order membuat orang melakukan segala sesuatunya dengan interpretasinya masing-masing. Contoh yang kecil saja, lampu merah diterobos, larangan berputar diterobos.
Sekarang hal itu sudah terjadi, tidak harus menunggu milenium ke-3. Yang menggerakkan perekonomian dunia secara dominan saat ini adalah capital market (pasar modal). Zaman dulu, apa-apa masih dikontrol. Misalnya jumlah uang yang beredar, harus sesuai dengan jumlah produksi atau jumlah kekayaan yang dimiliki oleh negara tersebut. Dulu, kalau negara kita mencetak uang, harus disesuaikan dengan cadangan emas yang memadai sebagai alat kontrolnya. Tapi sekarang ini uang dicetak tanpa melihat lagi seberapa besar kemampuan negara. Mencetak uang sama seperti mencetak kertas.
Amerika yang kita anggap negara termakmur di dunia sebetulnya mempunyai hutang yang jauh lebih besar dari negara-negara lain. Tapi karena mereka dipercaya, semua negara mengandalkan mata uangnya. Kita saja, kalau ada apa-apa megangin dolar. Padahal Amerika negara penghutang terbesar di dunia tanpa ada kewajiban untuk membayar cicilan dan bunganya. Saking dipercayanya, berapa pun ia mencetak uang tetap dibeli orang. Indonesia saja yang jauh dari Amerika, kalau ada apa-apa, nyerbu dolar. Sehingga, banyak orang bilang, dolar itu the heaven currency, “mata uang surga”, mata uang yang dianggap paling aman.
Dampaknya buat negara-negara yang mengandalkan dolar Amerika?
Kasihan mereka, karena sebagai negara miskin akan semakin miskin. Mereka terbelit hutang di mana mereka punya kewajiban membayar bunga dan cicilan pokok. Walaupun lembaga-lembaga donor memberikan bantuan, tapi bantuan itu berupa hutang lagi. Dan ternyata, aliran uang pembayaran hutang ke negara maju jauh lebih besar dibandingkan aliran bantuan negara maju ke negara miskin yang berhutang. Ini lingkaran setan dan susah untuk keluar dari situ. Semakin hari, negara miskin itu akan semakin miskin karena apa yang dihasilkan harus dipakai untuk membayar hutang. Sedangkan hutang baru setiap hari diciptakan dengan bantuan-bantuannya itu. Negara kaya, mereka defisit tapi tidak punya kewajiban itu karena mata uangnya dipercaya. Coba kalau Indonesia mencetak uang sebanyak-banyaknya, ‘kan terjadi inflasi karena jumlah uang beredar lebih banyak dari uang yang diproduksi. Tapi di Amerika berapa pun jumlah uang beredar dan tidak seimbang dengan barang yang diproduksi, tidak akan terjadi apa-apa karena uang itu akan tetap dibeli orang di luar negeri. Di seluruh dunia kalau terjadi sesuatu, kerusuhan atau perang, nilai dolar pasti meningkat karena banyak orang beli karena dianggap paling aman. Pemerintah Amerika nggak perlu pusing karena inflasi.
Tampaknya tidak fair, ya?
Ya. Dunia ini kan dikuasai oleh orang-orang berdosa. Dan buat mereka, tidak ada pagar untuk mengontrol tindak-tanduknya. Mereka akan melakukan apa saja yang dianggap bisa menguntungkan diri mereka sendiri.
Bagaimana dampak dari apa yang Anda katakan terhadap Indonesia?
Sama seperti negara-negara penghutang lainnya, akan makin miskin karena harus terus membayar hutang dan hutang itu tidak bisa ditangguhkan. Sebetulnya hutang atau pinjaman itu tidak buruk. Kalau digunakan dengan baik dan dengan tujuan yang jelas, untuk meningkatkan kemampuan perusahaan antara lain meningkatkan penjualan, melipatgandakan omzet, tidak salah. Yang terjadi di negara kita seringkali pinjaman itu tidak sesuai dengan tujuan produktivitas. Ada pinjaman dari bank dipakai untuk hura-hura. Salah satu faktor yang menyebabkan negara kita terimbas itu adalah hal itu.
Negar ini hanya bisa menghasilkan bahan baku, tidak bisa diproses menjadi barang yang sangat canggih. Bahan baku ini kalau diekspor (ke negara maju) nilai tambahnya cuma sedikit. Jadi, merekalah yang memproduksinya menjadi barang yang nilai jualnya tinggi, sehingga keuntungan ada di pihak mereka.
Tren apa lagi yang Anda lihat?
Pasar modal. Pasar modal memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap jumlah uang yang beredar di seluruh dunia. Pemikiran dasar dari pasar modal adalah memberikan alternatif kepada perusahaan-perusahaan yang performancenya baik untuk memiliki akses kepada sumber permodalan yang berbeda dari yang ada selama ini (bank).
Kalau harus mengumpulkan keuntungan untuk ekspansi perusahaan (misalnya membeli mesin-mesin baru, dll.) kan butuh waktu dan proses yang lama. Mereka mempunyai 2 alternatif pembiayaan. Pertama, pinjaman dari bank. Kedua, pasar modal yang dananya ditarik dari masyarakat. Saat ini salah satu indikator perekonomian suatu negara adalah bursa efeknya. Jumlah uang yang ada di pasar modal itu menunjukkan jumlah uang yang masuk ke dalam dunia bisnis di negara tersebut.
Idealnya, harga saham itu merefleksikan performance suatu perusahaan. Kalau penjualannya baik, akan mendapatkan keuntungan yang baik, dan direfleksikan di dalam harga saham yang meningkat. Tujuan pasar modal juga sendiri sangat baik, yaitu untuk membantu dunia usaha. Tapi sekarang harga saham juga dilihat sebagai proyeksi ke depan. Kalau perusahaaan itu diprediksikan bisa menjual saham sekian kali lipat karena kompetisinya berkurang, maka itu bisa menaikkan harga saham tanpa harus menunggu realisasinya. Dengan kata lain harga saham sudah merefleksikan apa yang belum terjadi. Dalam hal ini harga saham bukan ditentukan oleh prestasi sesungguhnya melainkan oleh sentimen pasar.
Tapi itu pun bukan sesuatu yang bisa dipegang, karena kondisinya bisa berubah-ubah tergantung kondisi pasar. Para analis di perusahaan-perusahaan investment banking yang besar-besar adalah pihak-pihak yang paling menentukan harga saham suatu perusahaan. Karena andil mereka itu sangat besar, para ‘pemain’ yang kecil-kecil bisa terikut. Bisa saja suatu hari seorang analis, mungkin lagi kurang enak badan, tiba-tiba menjual suatu saham tanpa alasan yang jelas. Karena dia datang dari perusahaan investment banking yang besar, menyebabkan pasar terpengaruh. Jadi bisa saja perusahaan yang prestasinya baik, tetapi karena satu orang analis tanpa alasan menjual saham bisa membuat performance perusahaan itu hancur. Tren itu sekarang sudah terjadi dan itu akan semakin menggila. Akhirnya memang tidak ada sesuatu yang riil yang bisa dipegang. Patokannya apa, nggak ada. Semua itu dimotori oleh kerakusan manusia. Kalau anda punya perusahaan yang prestasinya baik, tapi karena faktor X, bisa menyebabkan harga saham perusahaan Anda hancur.
Dengan melihat berbagai kecenderungan yang Anda paparkan, bagaimana peran orang Kristen?
Pertama-tama, kita harus merenungkan kembali apa tujuan Tuhan menciptakan kita? Orang Kristen banyak dipengaruhi oleh prinsip-prinsip dunia. Antara lain, kita berpegang pada patokan tujuan profesionalisme bahwa kita harus mencari keuntungan sebesar-besarnya untuk perusahaan. Perusahaan pun menerapkan efisiensi, di mana pada saat seseorang dianggap tidak berguna lagi bagi perusahaan, di-PHK.
Tapi kemudian saya bertanya. Apakah betul jika seseorang tidak berguna bagi suatu perusahaan, keputusan yang kita ambil harus PHK? Apakah betul keuntungan perusahaan itu adalah segala-galanya? Apakah kita saja yang berhak mendapatkan pekerjaan? Apakah itu merupakan hal yang utama juga di hadapan Tuhan? Kita bersikap profesional pada saat kita bisa menghasilkan yang maksimal bagi perusahaan. Pada saat ktia berbicara begitu, apakah itu hal yang utama juga di hadapan Tuhan? Akhirnya saya mengertinya begini, mungkin saya tidak menghasilkan yang paling maksimal buat perusahaan. Tetapi saya harus juga menyadari bahwa orang yang jabatannya terkecil di struktru organisasi pun mempunyai hak yang sama. Di dunia ini Tuhan menciptakan manusia dengan hak yang sama terhadap dunia dan kekayaan yang ada.
Menurut Anda orang Kristen belum sepenuhnya menyadari hal yang sama seperti yang Anda katakan?
Orang Kristen saat ini nggak pernah bisa bilang “Oke, cukup!” Di dalam mencari uang, kita tidak bisa menerapkan “theology of enough”. Kita pun dipacu untuk terus-menerus mencari dan mendapatkan, meskipun kita memberi perpuluhan kita. Jarang sekali pengusaha Kristen bisa bilang, sudah cukup. Yang ada, setiap orang, kalau masih ada kesempatan akan mencari terus.
Saya setuju dengan pendapat Ibu Mari Pangestu bahwa diperlukan beberapa pemerintahan untuk mendapatkan pemerintahan yang demokratis. Ekonomi memang akan gonjang-ganjing, rupiah akan turun, itu akan menyusahkan bisnis kita – mungkin itu akan membuat kita harus mengurangi pengeluaran kita, baik-baik mengatur pengeluaran kita, kita kehilangan pekerjaan, kita harus memulai sesuatu yang baru yang membuat kita merasa nggak enak – justru dalam keadaan seperti ini di mana faktor ketidakpastian sangat tinggi, saya rasa ini adalah masa-masa di mana kita bisa bergantung pada Tuhan bukan sekedar knowledge saja. Kondisi di mana kita terpojok, terjepit, terperangkap, adalah saat-saat di mana kita berdoa dengan sungguh kepada Tuhan. Karena kita tidak punya lagi pegangan, kita tidak punya tabungan, nggak punya apa-apa, itulah saat kita doa sungguh-sungguh kepada Tuhan. Ini adalah saat-saat encounter with God, berjalan bersama Tuhan. Ini lebih berharga daripada hal-hal yang material.
Jadi, menurut Anda bagaimana pun kondisi ekonomi Indonesia sekarang ini bergantunglah pada Tuhan?
Menurut saya, ekonomi seperti apa pun kita nggak usah khawatir. Justru pada saat kesibukan berkurang, pakailah saat itu sebagai kesempatan untuk mengenal Tuhan lebih dekat. Karena kalau kita sibuk lari sana-lari sini, mana ada waktu buat Tuhan?
Terus-terang, ketakutan di-PHK itu bukan cuma dialami oleh mereka yang bekerja di bank, setiap orang yang berada di industri perbankan atau keuangan saat ini menghadapi hal yang sama. Jumlah bank kan berkurang dengan drastis. Dan saya ada di dalamnya. Saya juga bergumul melewati hal-hal tersebut. Saya bergumul memikirkan apakah perusahaan ini akan terus, atau akan di-PHK. Saya bisa saja di-PHK at any one time. Pada saat kita bicara ini, mungkin saja sudah dibuat keputusan saya akan diganti dengan orang lain.
Mungkin yang paling kita takutkan adalah bagaimana nanti orang menilai kita. Pada saat kita nggak ada kerjaan, nggak bisa hidup dengan lifestyle seperti sebelumnya. Kita takut pada penilaian: sebagai anak Tuhan, melayani pula, kok bisa dipecat? Kesaksian kita bagaimana? Bagaimana ini? Orang bisa melihatnya secara negatif. Itu ketakutan-ketakutan kita. Nah, di sinilah kita bisa berdoa dengan sungguh-sungguh dan bukan sekedar kata-kata. Memang bukan sesuatu yang gampang. Kita khawatir karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi di depan. Tapi kalau kita sudah punya gambaran apa yang akan terjadi di depan, itu bukan beriman. Beriman itu kita nggak tahu Tuhan akan memimpin kita ke mana, tapi kita percaya bahwa Tuhan tetap memimpin dan Tuhan berdaulat atas hidup kita. Dan segala sesuatu yang Tuhan izinkan terjadi akan mendatangkan kebaikan bagi kita. Dan yang penting sekarang bukan bagaimana pandangan orang terhadap kita melainkan bagaimana kita di hadapan Tuhan.
Apa yang Anda lihat dalam perubahan gaya hidup di masa mendatang?
Sebagai orang Kristen kita juga sangat dipengaruhi oleh apa yang namanya ikaln. CS Lewis katanya nggak pernah baca koran. Saya pikir benar juga. Sekarang saya mulai sadar, untuk nonto tv saya batasi. Dulu, pulang ke rumah saya selalu nyalakan tv, nonton nggak nonton, saya nyalakan. Pokoknya ada suara tv. Waktu saya tahu ada hamba Tuhan nggak nonton tv kok kuper amat pikir saya. Tapi sekarang saya sadar, apa sih sebenarnya yang kita tonton? Memberikan dampak apa kepada kita?
Sebagai alumni, kita harus sadar bahwa disiplin ilmu apapun yang kita pelajari itu dipengaruhi oleh arus dunia sekuler. Saya belajar manajemen dan teorinya berkata bahwa tujuan perusahaan adalah mencari untung semaksimal mungkin.
Bagaimana dengan e-commerce?
Oke, soal perdagangan via internet, itu sekarang saja udah jalan. Tetapi sebetulnya, apa sih yang dibeli? Apakah betul-betul barang yang kita butuhkan? Jadi setiap keputusan keuangan, kecil-besar, merupakan spiritual decision. Kita juga harus bertanggung jawab di hadapan Tuhan. Itu PR kita sebagai orang Kristen.
Kalau soal perlu, kita perlu belajar melalui internet dan mengikutinya. Soal e-commerce nggak usah ditakuti. Orang Kristen justru harus mengetahui apa yang terjadi di dunia (Information TechnologY). Karena kita harus menggarami dunia dan untuk itu kita harus mengerti akan hal itu. Saya sih nggak lihat hal yang jelek dari situ. Kita bisa manfaatkan teknologi informasi, internet untuk hal-hal yang positif, misalnya e-learning, dsb. Melalui teknologi kita bisa mengakses banyak informasi yang membangun. Sekarang ini kita bisa baca buku-buku rohani mengenai kekristenan yang bagus melalui internet. Dulu karena dolar naik, kita susah beli buku bagus. Tapi sekarang banyak web yang memberikan akses buku-buku bagus itu. Yang jelek adalah kalau teknologi itu dipakai untuk hal-hal yang merusak, melihat situs-situs porno misalnya. Teknologi informasi akan mendominasi milenium yan akan datang. Malahan IT akan menjadi lead business. Suatu perusahaan yang punya kapasitas IT yang baik dia akan mempunyai advantage daripada perusahaan yang tidak punya IT base.
Sekarang kita bisa belajar lewat internet. Nggak usah pergi jauh-jauh. Ini positif sekali kan? Dalam waktu luang saya, saya belajar lagi soal IT. Orang yang saat ini nggak ngerti IT akan ketinggalan sekali. Tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi. IT tidak menakutkan kok. Mungkin negatifnya adalah orang akhirnya jadi nggak suka bersosialisasi. Tapi saya pikir nggak usah karena IT, kalau orang nggak mau bersosialisasi. Memang saya sadari kehidupan kota besar itu membuat orang jadi kurang sempat untuk bersosialisasi. Tapi dengan internet sekarang banyak orang berteman, bahkan lebih hidup. Kalau melalui telepon kadang susah juga. Misalnya karena nggak ada di tempatlah, sedang sibuklah. Melalui internet malah semua pesan bisa sampai. Saya saja saat teduhnya dari internet karena beli bukunya mahal. Dua puluh dolar satu tahun.
Menurut Anda, bagaimana gereja menanggapi perubahan seperti yang Anda katakan?
Gereja sekarang ini rasanya hanya sebagai asesoris di tengah dunia ini, bukan sesuatu yang pokok atau trend setter bagi dunia. Justru kita yang mengikuti arus dunia. Gereja tidak sukses menginjili dunia tapi dunia yang berhasil “menginjili” gereja. Di permukaan saja kita ini Kristen, misalnya tiap minggu ke gereja. Tapi operating system kita ini sekuler.
Anda melihat kesiapan masyarakat kita menghadapi peubahan-perubahan tersebut?
Indonesia masih ketinggalan dalam tekonologi. Angkatan saya belum dapat pelajarn komputer. Beda dengan anak saya yang SMA. Kalau ada masalah dengan komputer, saya akan tanya ke dia. Oleh karena itu orang Kristen mesti lebih serius. Sekulerisme itu sudah merambah seluruh kehidupan kita. Seperti yang saya katakan tadi operating system kita tuh sekuler. Walaupun kita ini Kristen, tapi rasanya nilai-nilai sekuler itu lebih mendominasi daripada nilai-nilai yang kristiani. Dan menurut saya orang Kristen harus meluangkan waktu lebih banyak untuk berpikir kembali kepada Alkitab. Seluruh aspek kehidupan dia itu harus dibawa kembali kepada firman Tuhan. Kalau ada kesempatan, saya nggak keberatan untuk kembali ke sekolah. Dan saya anjurkan supaya kita memikirkan/memeriksa kembali apakah prinsip-prinsip yang dipelajari itu bertentangan atau tidak dengan prinsip Alkitabiah.
Gereja dan orang Kristen harus berusaha supaya otoritas yang lebih tinggi di dalam kehidupan kita di tengah dunia. Soal operating system yang sekuler, misalnya: kalau kita berteman kita selalu bertanya apakah orang ini akan menguntungkan kaita atau tidak? “Gue dapat apa nih? Kalau kita nggak dapat apa-apa, ngapain berteman?” Sebagai orang Kristen kita kan nggak diajar begitu? Kita lupa, bahwa kita harus menjadi berkat bagi sesama. Bukankah lebih bahagia menjadi pemberi daripada menjadi penerima?
——– Wawancara dengan Artine S. Utomo
——- Diterbitkan pada edisi No.6 November-Desember 2000, Memasuki abad 21