Prabowo Margateki:
Menjadi Saksi Tuntutan Utama Pekerjaan

 

Pembentukan karakter di pelayanan (siswa), antara lain bekerja keras, disiplin, memberikan yang terbaik dan terus mengembangkan diri, menjadikan Prabowo Margateki (29 th) pada posisinya sekarang ini sebagai Junior Manager Corporate Education & Training di Intraco Group, perusahaan yang bergerak di bidang bisnis dan retail consumer goods.
Pelayanan yang pernah dilakukan alumnus UNKRIM Yogyakarta ini – selama menjadi siswa dan mahasiswa – adalah selama hampir 10 tahun Bowo menjadi Guru Sekolah Minggu di gerejanya (GKJ), kemudia aktif di Komisi Remaja, dan dalam waktu yang bersamaan terlibat di Persekutuan Siswa (PSK) di dan Tim Pelayanan Siswa di Yogyakarta.
Bowo, panggilan akrab pria kelahiran Sleman 29 Maret ini, bercerita, bahwa ia menempati posisi sebagai Supervisor ketika masuk di tempatnya bekerja, dua tahun lalu. Setelah melewati masa dua tahun ia kemudian dipercaya menjadi Junior Manager di Corporate Education & Training atau Instruktur. Tugas utamanya memberikan pelatihan yang bersifat personal development kepada para karyawan di unit-unit perusahaan agar mereka memiliki skill, knowledge, dan attitude yang optimal untuk menunjang pekerjaan mereka masing-masing. Beberapa persiapan yang ditangani antara lain menyusun modul sesuai kurikulum, memberikan penawaran training ke unit-unit perusahaan, membuat jadwal training dan negosiasi jadwal.
Masih ceritanya, selama mengajar ia pun bertugas memberikan evaluasi. Di luar tugas-tugas tersebut, Bowo kerap diminta mengerjakan tugas-tugas yang lain. Saat masih bertugas sebagai Supervisor, ia sudah melakukan tugas-tugas manajer, yakni mengajar. Menurutnya, apa yang dilakukannya bagi kemajuan perusahaan tidak pernah membuatnya rugi. Justru keterampilan dan pengetahuannya semakin berkembang. “Saya tidak merasa rugi melakukan tugas-tugas manajer ketika masih menjadi Supervisor. Ini merupakan pengalaman berharga buat saya sehingga ketika saya mendapat peluang menjadi manajer, saya tidak sulit menyesuaikan diri,” ujar pria lajang ini pula. Sejak awal, Bowo memang menargetkan hal itu. Bahkan kalau sekiranya dalam dua tahun ia tidak bisa meraih posisi tersebut – tentunya dengan kerja keras dan prestasi – ia akan pindah pekerjaan karena merasa tidak memenuhi target.

 

            Memperlengkapi Diri


            Tugas “memintarkan” orang membuat pria yang senang bercanda ini memperlengkapi dirinya, antara lain melalui keikutsertaan berbagai seminar dan membaca banyak buku. Kesukaannya membaca tidak hanya tergantung pada fasilitas kantor, katanya. Yang secara rutin dibacanya buku-buku bertema marketing, personal development, customer service, public speaking, dan juga tentang retail sekaitan dengan perusahaan tempatnya bekerja yang bergerak di bidang retail. “Buku-buku tersebut masih banyak ditulis dalam bahasa Inggris. Karena itu, mau nggak mau saya mengikuti kursus bahas Inggris supaya bisa memahaminya.” ujarnya terus terang.

 

Bukan Pilihan


            Menggeluti pekerjaan sebagai pengajar, dipandang Bowo sebagai panggilan Tuhan meskipun ia memiliki “darah” guru. Hampir seluruh keluarganya adalah pengajar. Ayah ibunya adalah guru, begitu juga beberapa kakaknya. “Sebetulnya, saya tidak ingin mengikuti jejak keluarga. Maka ketika Ibu saya menyuruh masuk IKIP saya malah memilih jurusan Manajemen.” kenangnya tertawa.
Kita memang boleh memilih, tapi kalau sudah Tuhan yang menetapkan jalan, itulah jalan yang akan kita jalani. Demikian juga yang terjadi pada Bowo. Setelah melalui beberapa proses tahapan dalam pekerjaannya (sebelum di perusahaannya sekarang, Bowo bekerja di dalam satu perusahaan jasa yang menjual traingin ke perusahaan-perusahaan – red.) ia “ditempatkan” pada posisi sebagai pengajar.
“Rupanya saya tidak boleh lepas dari dunia mengajar. Karena akhirnya saya berada dalam posisi sebagai pengajar, saya mengimani memang Tuhan yang telah memanggil. Dengan mengajar saya bisa bersaksi. Di situ saya bisa mengambil firman Tuhan yang disampaikan kepada semua orang di kelas tanpa harus menyebutkan ayat-ayatnya. Istilahnya saya menabur benih, dan inilah kesempatan saya untuk menawarkan nilai-nilai Kristiani,” papar pria yang senang berbicara dan mendengarkan musik ini pula.
Lantas ia pun bercerita bagaimana awalnya ia bekerja di perusahaannya sekarang. Mulanya ia diproyeksikan untuk jadi instruktur. Pertama ia harus belajar bisnis di bidangnya. “Pertama kali saya belajar di office dulu. Belajar banyak mekanisme, sistem-sistem yang ada. pekerjaannya adalah menunjang terjadinya sales. Mendukung apa yang dibutuhkan orang-orang lapangan. Saya juga sempat terjun ke lapangan. Jadi Salesman. Pertama jadi Salesman taking order, pakai sepeda motor ke outlet-outlet,” ceritanya mengalir terbuka.
Dari pekerjaan tersebut ia kemudian belajar lagi cara kerjanya Supervisor, terutama di area salesman. Ia bekerja dengan Sales Manager (SM). Setelah dengan SM langsung dengan Kepala Cabang. Setelah mendapatkan pengetahuan sekaitan dengan bidang tugas SM dan Kepala Cabang ia kembali ke kantor pusat menjalankan tugas sebagai Supervisor Corporate Education and Training yang nantinya langsung mengajar para karyawan sampai akhirnya ia menjabat sebagai Junior Manager Corporate Education & Training. Inilah tugasnya sekarang sehari-harinya. Menurutnya pekerjaannya sebagai Junior Manager tidak jauh berbeda dengan ketika menjadi Supervisor.
Bowo mengakui bahwa sebagai orang Kristen ia rentan dengan sorotan orang. Untuk menjaga kesaksian hidup, ia berusaha berjalan sesuai firman Tuhan dan selalu berupaya menanamkan sikap-sikap baik kepada orang lain. Menjadi kesaksian memang menjadi tuntutan utama pekerjaannya sebagai pengajar, sebab ia lebih banyak mengajarkan hal-hal yang bersifat attitude daripada skill. Jadi, menurut Bowo, ia lebih banyak manyampaikan pesan-pesan mora. “Kalau saya sering berbicara soal moral tapi tidak menjalankannya saya akan menyesal. Begitu juga kalau orang lain kecewa pada saya, saya akan menyesal,” jelasnya.
Ia menyebutkan gaya kepemimpinannya adalah gaya moral. Ia bertindak berdasarkan kepercayaan, kekeluargaan, dan ketulusan hati. Bukan gaya struktural yang bertindak berdasarkan jabatan. Soal konflik, menurutnya relatif tidak ada. kalau pun terjadi ia berusaha menganggap bukan sebagai masalah. “Saya tidak mau memikirkan konflik sampai tidak bisa tidur. Masalah kan biasa, itu bunga-bunganya orang bekerja. Satu hal yang sangat saya jaga adalah soal emosi. Sebisa mungkin saya tidak marah-marah kalau anak buah melakukan kesalahan,” jelasnya ringan.
Hal yang masih diharapkannya sekarang ini adalah dapat mentransfer keterampilannya mengajar kepada orang lain. Menurutnya, banyak manajer yang ahli di bidangnya tapi kurang terampil mengajarkan skillnya kepada orang lain. Untuk menunjang cita-citanya itu, saat ini ia sedang membuat modul “Pelatihan untuk Pelatih”.

 

Bersosialisasi Mengisi Waktu Luang


Tampaknya ia seorang yang super sibuk, suka bekerja. Tapi jangan mengira ia mau membawa pekerjaannya ke rumah. Waktu luang baginya adalah waktu luang. “Bekerja itu sudah ada waktu dan tempatnya. Di luar jam kerja saya pakai untuk bersosialisasi dengan orang-orang di rumah kost saya dan dengan kawan-kawan sepelayanan,” ujarnya menambahkan. Ia juga mengisi waktu luangnya dengan mendisiplinkan diri membaca buku, mengembangkan keterampilan menulis, komputer dan, lain-lain. Obsesinya ke depan adalah terus mengembangkan kemampuan diri, jika masih bekerja pada orang lain. Namun jika berwirausaha, ia ingin menangani usaha retail.
Selain kepada diri sendiri, motto “Selalu berbuat baik untuk mendapatkan yang terbaik” juga diterapkan Bowo kepada teman-temannya.

 

——- Dituliskan oleh Prabowo Margateki
——- Diterbitkan pada edisi No.6 November-Desember 2000,  Memasuki abad 21

 

Tinggalkan sebuah komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *