Linda Adams:
Bagaimana Paulus Mengajarkan Keadilan Kepada Seorang Pemilik Budak

Denyut berkejaran. Keringat membanjiri telapak tangan. Dua hembusan napas mencoba-menenangkan tubuhnya yang gemetar.

Onesimus berdiri di tepi bukit mengamati rumah majikannya dari kejauhan. Betapa aneh,pikirnya. Aku sudah kabur. Segala jalan menuju Roma telah kutempuh tanpa tertangkap. Tapi aku di sini lagi. Sepelemparan batu saja dari kehidupan yang kubenci. Dan akuakan melewati gerbang itu atas dasar pilihanku sendiri.

Dia ingin tahu bagaimana Filemon menerimanya kembali. Undang-undangRomawi memberikan kebebasan absolut kepada pemilik budak dalam menentukan hukuman bagi budak yang melarikan diri. Beberapa dari mereka dicap keningnya dengan besi panas. Onesimus pernah melihat budak-budak yang dibebani kerja tambahan untuk membayar waktu yang terbuang begitu saja. Dia tahu bahwa beberapa pelarian bahkan telah dibunuh sebagai suatu peringatan bagi yang lain. Sama sekali bukan pilihan yang menyenangkan.

Tapi Paulus telah meyakinkannya bahwa kali ini berbeda. Dari sel penjara ia telah mengatakan bahwa Undang-undang Pembebasan mengubah segalanya. Dalam pikirannya, Onesimus mengulang kata-kata Paulus untuk meyakinkan- dirinya. “Filemon akan menerimamu sebagai-saudara sekarang, karena kamu sudah dalam Kristus. Bersiap-siaplah. Pergilah dan lakukan yang benar”.

“Kuharap dia benar,” pikir Onesimus. Hanya ada satu cara untuk menjawabnya……..

Ia mengeluarkah keluhan dan doa sambil menuruni bukit menuju rumah itu. Dia teringat cerita Yesus mengenai anak yang hilang yang kemudian pulang; minta kepada ayahnya untuk menerimanya sebagai budak. Tapi bagaimana bisa budak yang hilang minta diterima sebagai seorang saudara?

Kedua Surat

Sayangnya, kita tidak tahu apa yang terjadi setelah Onesimus berjalan melewati gerbang rumah itu, Kita tidak tahu bagaimana Filemon menerima budak yang menjadi saudaranya itu. Yang kita miliki cuma dua surat yang berasal dari Paulus dan dari Ignatius.

Di awal abad kedua, Ignatius, bishop dari Antiokhia di Siria menulis surat kepada Onesimus, bishop dari Efesus. Tradisi mengatakan bahwa Onesimus yang disebutkan di sini sama dengan Onesimus budak Filemon dan bahwa Filemon membebaskannya untuk membantu Paulus dalam tugas penginjilannya. Saya suka pada tradisi ini, dan berharap hal itu benar.

Apakah hal itu benar atau tidak, ada banyak segi yang kita dapat dari surat Paulus. Yaitu surat yang dibawa Onesimus kepada tuannya hari itu. Sekilas, surat itu nampak seperti catatan biasa mengenai urusan pribadi. Tapi surat kerasulan yang singkat ini telah menjadi prinsip-prinsip yang tetap masih relevan pada masa kini.

Situasi, yang mendesak Paulus untuk menulis surat menguak hal seperti ini. Onesitnus kelihatannya telah lari dari tuannya dan tiba di Roma kota di mana Paulus ditahan (mungkin di penjara  atau kediaman Paulus, bisa juga di mana Paulus menjalani tahanan rumah).

Kemudian muncullah kejadian sulit. Beberapa keputusan harus diambil. Bolehkah Onesimus patuh kepada Kristus, tetapi tidak patuh kepada pemilik sahnya? Bolehkah Paulus menahan kawan yang baru ditemukan di Roma karena dia tengah melarikan diri dari rumah Filernon, teman lama Paulus?

Untuk mengerti implikasi dari surat ini, marilah kita melihatnya dari sudut Pandang pilihan ketiga pria ini;

Paulus, Onesimus dan Filemon.

Pilihan-Pilihan Paulus

Pilihan pertama Paulus adalah bagaimana memberikan semangat kepada Onesimus agar kembali kepada tuannya. Dalam ayat 12, 13 di surat itu ia menulis, “Dia kusuruh kembali kepadamu – dia yaitu buah hatiku. Sebenarnya aku mau menahan dia di sini sebagai gantimu untuk melayani aku selama aku dipenjarakan karena Injil”.

Paulus tidak hanya menikmati kebersamaanya dengan Onesimus tetapi juga melihat bahwa Onesimus berguna. Hal ini menguntungkan jika ia menahannya. Onesimus sendiri mungkin lebih suka tinggal bersama Paulus.

Tapi Paulus memikirkan Filemon, saudaranya dalam Kristus. Dia ingin Filemon mendapatkan kesempatan untuk mengampuni Onesimus bahkan untuk membebaskanya kalau mungkin. Dia harus mengirim Onesimus kembali membiarkan Filemon membuat keputusan tersebut. “Tapi tanpa persetujuanmu aku tidak mau berbuat sesuatu, supaya yang baik itu jangan engkau lakukan seolah-olah dengan paksa, melainkan dengan sukarela “(ayat 14).

Saat mengirimkan Onesimus kembali paling tidak Paulus mengakui adanya UU yang pada zamannya memperbolehkan orang menguasai sesamanya. Diperkirakan ada 60 juta budak dari pelbagai suku bangsa dalam kekaisaran Romawi. Perbudakan merupakan landasan masyarakat Romawi dan dibenarkan oleh para filsuf sebagai hal yang alami. Paulus, seperti yang telah diketahui, tidak memilih menyerang kebiasaan itu ataupun memberontak terhadapnya. Meskipun  “kata emansipasi nampak gemetar di bibirnya,” tulis J.B. Lighfoot, “dalam suratnya dia tak pernah mengutarakannya.” Sebaliknya, mengajukan argumentasi. Terhadap perbudakan. Paulus memperkenalkan hubungan persamaan derajat yang baru dalam Kristus.

Berikutnya Paulus harus memutuskan bagaimana mendekati Filemon. Dia bisa mengajukan tuntutan secara terbuka berdasarkan hak kerasulannya, atau dia dapat dengan lembut mengusulkan beberapa pilihan kepada Filemon atas dasar kasih. Dia memilih kasih.

Paulus mengawali suratnya dengan menyebut dirinya seorang tahanan Yesus Kristus; bukannya seperti di surat-suratnya yang lain: seorang rasul. Di sini ia menghilangkan kedudukannya yang membuat permohonannya menjadi tidak resmi.

Setelah memberi salam kepada Filemon sebagai teman sekerja yang terkasih dan menyebut beberapa orang  lain, Paulus membuka suratnya dengan ucapan syukur.  Dikatakannya kepada Filemon bahwa ia telah mendengar iman dan kasihnya. Dia berkata bahwa ia terus mendoakan Filemon. Dalam tulisannya itu ia menyatakan bahwa ia merasa terhibur karena ‘hati orang-orang kudus telah disegarkan kembali’ lewat Filemon (ayat 7). Ungkapan ini tidaklah berlebihan. Paulus sedang memohon kepada orang yang saleh.

Di ayal 8 dan 9, Paulus secara sederhana menyatakan, karena itu sekalipun di dalam Kristus  aku mempunyai kebebasan penuh untuk memerintahkan kamu apa yang harus engkau lakukan, tapi mengingat kasihmu itu lebih baik aku memintanya kepadamu.

Dia mengingatkan Filemon lagi mengenai pemenjaraannya karena Injil. Paulus menyebut pemenjaraannya 5 kali pada surat yang memiliki 25 ayat ini. Hal ini merupakan fakta penting karena menyangkut masalah yang sedang di hadapinya.

Setelah itu di hampir separuh suratnya Paulus menyatakan permohonannya, “Aku mengajukan permintaan kepadamu mengenai anakku yang kudapat selagi aku dalam penjara, yakni Onesimus'(ayat 11).

Dia menunjukkan bahwa tangan Allah bekerja pada waktu Onesimus dalam pelarian dan juga saat kepulangannya. Sebab mungkin karena itulah dia dipisahkan sejenak daripadamu supaya engkau dapat menerimanya untuk selama-lamanya, bukan lagi sebagai hamba, melainkan lebih daripada hamba, yaitu sebagai saudara yang kekasih, bagiku sudah demikian, apalagi bagimu, baik secara manusia maupun di dalam Tuhan. Kalau engkau menganggap aku teman seiman, terimalah  dia seperti aku sendiri. Dan kalau dia sudah merugika engkau ataupun berhutang padamu, tanggungkanlah semuanya kepadaku” (ayat 15-18).

Paulus sedemikian membujuk. Di ayat 19, dalam tulisan tangan, dia menyatakan bahwa ia berhutang kepada Filemon dan berjanji akan melunasi apapun yang mungkin telah diambil Onesimus.

Kelihatannya, seperti Onesimus juga, Filemon menjadi Kristen karena pemberitaan Injil Paulus. Dan sekarang Paulus menggunakan segenap kekuatan kasih yang ia miliki.

Di ayat 20-21 Paulus memberi kesempatan bagi Filemon untuk melunasi hutangnya .kepada Paulus. “Ya, saudaraku, semoga engkau berguna bagiku di dalam Tuhan. Hiburkanlah “hatiku di dalam Kristus! Dengan percaya kepada ketaatanmu, kutuliskan hal ini kepadamu. Aku tahu, lebih daripada permintaanku ini akan kau lakukan.”

Dengan beberapa kalimat penutup, Paulus mengakhiri permohonannya yang bijaksana bagi pembebasan Onesimus.  Jawabannya terserah pada Filemon.

Pilihan-Pilihan Onesimus

Karena ia seorang budak, Onesimus memiliki lebih sedikit hak keputusan yang harus dibuat dibanding orang kebanyakan. Hidupnya tidak berada dalam tanggungannya. Ia cuma bisa memilih antara kembali kepada tuannya atau tetap dalam pelarian.

Kenyataan yang penting adalah bahwa ia telah membuat keputusan yang paling menentukan kehidupannya. Dia telah memilih untuk mengikut Kristus. Allah tidak memandang muka, Dia mengampuni

Onesimus sesegera (seperti) Ia ampuni seperti seorang ‘Paulus’ atau seorang ‘Filemon . Saat mencari kebebasan sementara,sang budak telah menemukan kebebesan kekal.

Hubungan baru Onesitnus dengan Kristus telah membatasi pilihannya. Dia harus mematuhi Allah, bukan keinginannya sendiri.

Kenyataan hidup di dalam dunianya bahwa ia dimiliki manusia lain. Makin buruk lagi keadaannya karena manusia lain itu adalah saudara seimannya. Kepatuhan kePada Kristus memaksanya untuk kembali kepada saudaranya itu dan melunasi hutangnya.

Maka pulanglah ia.

Pilihan-pilihan Filemon

Keputusan-keputusan yang terberat ada pada pundak Filemon. Dia tahu bahwa surat Paulus secara tidak langsung akan menimbulkan perubahan secara besar-besaran. Dia harus memilih antara memenuhi permohonan Paulus bagi pembebasan Onesimus atau berpura-pura tidak dapat melihat apa yang tersirat dalam tulisan Paulus itu.

Ganjil sekali kalau dipikir, menganggap seorang budak sebagai orang yang sederajat, dia merenung. Aristoteles telah mendefinisikan seorang budak sebagai hal yang alami yang menjadi harta milik orang lain. Seorang budak adalah perluasan dari tubuh sang tuan, dia ada hanya untuk melaksanakan perintah. Lagipula Onesimus bukan cuma seorang budak, tapi juga seorang pelarian. “Apa pikir budak lain kalau aku tidak menghukumnya?” Filemon didesak untuk menanyakan itu. Atau lebih buruk lagi, jika aku membebaskannya, mereka semua akan meminta dibebaskan juga. Hancurlah hatiku.

Tapi Allah sudah berbelaskasihan padaku. Dan aku mengasihi Paulus. Dalam segala hal aku berhutang padanya. Pada waktu aku menjalankan usahaku, merasakan nikmatnya suasana kekeluargaan dan persekutuan dalam gereja, saudaraku Paulus ada dalarn penjara. Bukan karena tindak kejahata, tapi karena pemberitaan Injil. Kali ini ia memohon bantuanku. Bagaimana aku dapat menolak permintaannya?

Filemon tersenyum kembali melihat permainan kata Paulus Pada waktu membicarakan Onesimus, yang berarti ‘berguna’ paulus menulis, “Dahulu memang ia tidak berguna bagimu, tetapi sekarang sangat berguna baik bagimu maupun bagiku.” (ayat 11)

‘Lucu sekali Paulus. Bagaimana mungkin Onesimus bisa berguna bagiku kalau aku mengirimkannya kembali kepadanya?’

“Aku harus turut bersuka cita atas pertobatan budakku. Aku harus gembira karena domba yang sesat telah dibawa pulang kembali, dan malaikat gemetar karena gembira. Allah telah mengampuniku. Maka aku harus mengampuni orang lain juga. Tapi seberapa besar seharusnya komitmenku kepada Kristus? Haruskah aku membiarkan komitmenku merampas kekayaan pribadi atau menggoncangkan pendirian masyarakatku? Tuhan tolong aku melakukan apa yang seharusnya kulakukan.”

Pilihan-Pilihan Kita

Saya harap kita tidak akan pernah bergumul dengan situasi yang dihadapi orang-orang ini. Dua puluh abad sejarah umat manusia telah membuat banyak kemajuan dalam penghapusan secara terus menerus perbudakan. Kenyataan ini sebagian ajaran paulus mengenai hubungun majikan dan budak di dalam gereja Kristen. Prinsip-prinsip ini sebenarnya yang melandasi dihapusnya perbudakan di dunia Romawi. Hubungan-hubungan yang dibangun atas dasar persamaan derajad dan saling menghormati tidak sesuai dengan perbudakan.

Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan orang-orang ini sebenarnya adalah pertanyaan yang seringkali kita tujukan pada diri kita sendiri. Contohnya bagaimana kita menyeimbangkan antara kepatuhan kepada UU dan perkawinan kepada pendirian sosial? Paulus bila menjadi teladan kita. Dia membawa prinsip-prinsip Kerajaan Allah hingga mencapai kesimpulan-kesimpulan logis, yang secara menyeluruh menghancurkan dosa yang terstruktur. Konfrontasi langsung bukanlah satu-satunya cara mengatasi kerusakan moral masyarakat.

Apakah pertobatan kepada Kristus berarti kita memberikan ganti rugi kepada orang yang kita rugikan? Apakah kita dituntut melakukan apa saja demi memberikan perlakuan yang adil kepada saudara-saudara kita apapun resikonya? Contoh dari Onesimus mengandung jawaban: ya!

Akhirnya, bagaimana seharusnya respon kita terhadap UU kemerdekaan dalam hubungan-hubungan pribadi? Apa artinya ‘dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang yunani. Tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus? (Gal. 3:28).  Apakah memang Allah menginginkan kita untuk menghabiskan waktu kita dalam hal-hal yang praktis? Haruskah kita metepaskan kedudukan tinggi kita di saat orang banyak menjalankan dehumanisasi?

Saya ingin tahu bagaimana Filemon menanggapi pertanyaan-pertanyaan ini. Tapi tentu saja bukanlah jawaban Filemon yang penting sekarang. Respon dari kitalah yang dinanti.

*Dituliskan oleh Linda Adams, tulisan ini diambil dari Majalah HIS. Oktober 1984 dengan judul asli Philemon How Paul Taught a Slave Owner About Juslice

Tinggalkan sebuah komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *