Lembaga Alkitab Indonesia:
Mengapa Alkitab Harus Diterjemahkan?

Salah satu keunikan Alkitab kita ialah penerjemahannya. Alkitab atau bagian-bagiannya sudah diterjemahkan ke dalam 1808 bahasa. Saat ini, Perserikatan lembag-lembaga Alkitab Sedunia (UBS) sedang menerjemahkan Alkitab ke dalam 544 bahasa di dunia. Demikian data yang dikutip Berita LAI dari World Translation Report-nya UBS.

Mengapa harus ada Penerjemahan Alkitab? Bukankah tugas gereja akan lebih mudah jika jemaat membaca karya asli Penulis Alkitab? Bukankah Penerjemahan ini mengundang perdebatan dengan golongan/agama lain yang menganggap Penerjemahan menjadikan Alkitab bukan firman Allah yang ‘murni’ lagi? Bagimana kita menghadapi ‘serangan-serangan’ yang meragukan keabsahan Alkitab?

Ada dua hal yang mendasari pentingnya Penerjemahan Alkitab. Yang pertama, teladan Tuhan Yesus pada mulanya, Yesus adalah Firman, yang bersama-sama dengan Allah dan adalah Allah sendiri (Yoh. 1 : 1-3). Firman itu telah menjadi manusia dan tinggal di antara manusia Firman itu datang dan menyatakan diri dalam bahasa dan budaya manusia yang dikunjungi dan dilayanNya. Firman itu dalam Tubuh manusia Yesus berkomunikasi dalam bahasa manusia, hidup dalam alam natural manusia dan bertindak seperti manusia. Tuhan Yesus menghargai bahasa dan budaya manusia dimana Dia hidup.  Ajaran-ajaran yang diberitakanNya pun disampaikan dalam bentuk bahasa manusia agar dimengerti manusia yang menjadi obyek pemberitaan kasihNya.

Hal kedua adalah Peristiwa Pentakosta (Kisah 2 : 1-12). Kejadian ini menggambarkan berita keselamatan Allah yang disampaikan kepada semua manusia sesuai dengan bahasa yang mereka pakai. Kemampuan ini diilhami oleh Roh Kudus sendiri. Bagimanakah kita dapat mengerti firman Tuhan jika ditulis dalam bahasa yang tidak kita mengerti? Syukur kepada Allah, yang menciptakan  bahasa-bahasa dan memampukan manusia mengerti bahasa orang lain. Allah kita tidak dibatasi oleh keterbatasan bahasa kita. Allah kita, yang berkuasa menciptakan bahasa, juga akan mengawasi setiap pekerjaan Penerjemahan fimanNya ke dalam bahasa lain (Mengenal Alkitab Anda, LAI).

Penerjemahan Dari Masa Ke Masa

Ke-66 buku dari Alkitab dikumpulkan secara bertahap selama kurun waktu 1500 tahun. Penulisannya dilakukan oleh orang-orang yang berbeda (kurang-lebih 35 Penulis), dalam bahasa yang berbeda (Ibrani, Yunani, dan Aram), serta tempat yang berbeda juga (Mesopotamia, Babilonia, Mesir, Palestina, dan Yunani).

Buku-buku yang tergabung dalam Perjanjian lama sebenarnya adalah ‘Alkitab’-nya umat Yahudi yang ditulis dalam Bahasa Ibrani (kecuali sebagian buku Daniel dan sebagian buku Ezra ditulis dalam Bahasa Aram). Penulisannya baru dimulai sebelas abad sebelum Masehi.

Penyebaran bangsa Israel keseluruh dunia, termasuk Mesir, membuat bangsa yang dirantau ini tidak lagi mengenai bahasa nenek moyangnya (bahasa Ibrani). Maka Pada abad ketiga sebelum Masehi dimulai Penerjemahan Alkitab yang pertama (hanya Perjanjian lama) dari Bahasa Ibrani ke Bahasa Yunani.

Penerjemahan ini dilakukan oleh 70 sarjana Alkitab. Karena itu terjemahannya dinamakan Septuaginta. Yang sering ditulis LXX. Inilah yang digunakan umat Kristen mula-mula sebagai Alkitab mereka.

Septuaginta terdiri, atas 39 buku yang sekarang dikenal dengan Perjanjian Lama ditambah tujuh buku yang disebut Deuterokanonika (Apokripa) yang terdiri atas: Kitab Barukh, Tobit, I dan II Makabe, Yudit, Kebijaksanaan Salomo, Sirakh, Tambahan Ester, dan Tambahan Daniel. Setelah Reformasi, Gereja Protestan menolak buku-buku  Apokripa. Sebaliknya Gereja Roma Katolik memasukkan Apokripa dalam Kitab Sucinya.

Bagian yang disebut Perjanjian Baru ditulis dalam jangka waktu sekitar 50 tahun untuk menjawab Pertanyaan orang Kristen baru mengenai Kristus dan ajaraNya serta menentang ajaran yang salah. Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Yunani Koine (Bahasa Yunani sehari-hari yang bukan Bahasa Sastra). Injil, Kisah, Surat, dan Wahyu, yang tergabung dalam Perjanjian Baru, selesai dibukukan pada tahun 180 Masehi.

Penerjemahan Alkitab dilanjutkan pada abad II Masehi kedalam Bahasa latin dan Siria. Satu abad kemudian giliran bangsa Mesir. Terjemahan kedalam bahasa Etiopia, Gotik (Jerman Timur), dan Georgia (Kaukasus) dilakukan Pada abad ke-4.

Sekitar 400 tahun setelah itu disiapkan terjemahan Alkitab Latin yang disebut Vulgata (artinya untuk semua orang). Terjemahannya dilakukan berdasardan ajarankan teks asli Alkitab oleh Jerome (Sancti Hieronymi), seorang imam dan ahli bahasa. Alkitab Vulgata menjadi Alkitab resmi selama lebih dari seribu tahun dan masih dipergunakan hingga sekarang.

Di tahun 1384 John Wycliffe selesai menerjemahkan Alkitab dari Bahasa Iatin Vulgata ke dalam Bahasa Inggris. Karena keberanian dan Prakarsanya yang tidak lazim pada masa itu, ia kecam sebagai orang sesat. Hal yang sama terjadi pada William Tyndale yang dibakar hidup-hidup karena berusaha menerjemahkan Perjanjian Baru  dan Perjanjian Lama.

Penemuan mesin cetak oleh Gutenberg pertengahan abad ke-15, meningkatkan produksi buku, termasuk Alkitab. Di Inggris, Alkitab pertama yang dicetak adalah Coverdale Bible. Inilah Alkitab terjemahan resmi di Inggris saat itu. Selanjutnya pada abad ke-16 diedarkan Alkitab King James Version. Penerjemahan Alkitab ini dilakukanoleh 50 orang atas perintah Raja James dari Inggris. King James Bible saat ini telah lima kali direvisi.

Mengapa Alkitab perlu Direvisi?

Ada beberapa hal yang mendorong lembag-lembaga Alkitab di dunia melakukan revisi dan penerjemahan Alkitab.

Pertama, perubahan bahasa yang tampak selama selang lima tahun. Arti kata, istilah, ungkapan dan pernakaian kata cenderung berubah. Seringkali, pengertian satu kata puluhan tahun yang lalu berbeda dengan tahun ini. Beberapa kata bahkan sudah tidak umum dipakai dan khalayak tidak mengerti lagi artinya. Lebih gawat kalau artinya berubah sarna sekali. Misalnya kata menghambat (I Kor. 14 : 1). Dulu artinya mengejar. Sekarang artinya menghalangi/merintangi.  Apakah makna kalimat, “Maka hambatlah olehmu kasih itu . . .” pada generasi sekarang?

Penemuan naskah kuno Alkitab dan benda-benda purbakala banyak menolong memperjelas isi Alkitab. Semakin kuno naskah yang ditemukan, semakin dekat pula naskah itu dengan waktu penulisan aslinya; berarti mutu naskah itu lebih baik.  Kekayaan hasil penyelidikan ilmiah dan penemuan ini belum tersedia saat terjemahan dahulu dikerjakan.. Contohnya, tahun 1947 ditemukan gulungan naskah kuno Alkitab di Qumran dan Wadi Murabbaat, dekat Iaut Mati. Naskah Laut Mati ini adalah naskah Alkitab paling kuno yang pernah ditemukan hingga sekarang.

Ketiga, metode penerjemahan yang baru. Ini berkaitan dengan penemuan dalam bidang Ilmu Bahasa (Linguistik) yang memberikan cara baru dalam penerjemahan.

Dalam metode penerjemahan yang lain, penekanan diberikan pada pengalihan bentuk bahasa, yaitu dari naskah asli kepada bahasa penerima. Metode ini disebut Metode Terjemahan harfiah. Tetapi perbedaan bentuk bahasa yang satu dengan bahasa yang lain membuat cara ini tidak membawa hasil yang maksimal. Perbedaan itu nampak karena bahasa adalah cermin kebudayaan. Makin berbeda kebudayaannya, berbeda pula bahasanya dalam perbendaharaan kata, susunan kata, dan kalimat, tata bahasa, dan sebagainya.

Dari Ilmu Bahasa kita belajar bahwa pesan atau berita adalah suatu unit yang terdiri dari unsur bentuk dan unsur arti. Susunan huruf atau kata yang tanpa arti belumlah disebut pesan atau berita. Bila yang diterjemahkan hanya bentuk bahasa saja, artinya dapat saja menyimpang dari maksud aslinya (penulisnya) (maksud penulisnya). Kalimat berikut adalah contoh terjemahan harfiah yang mengaburkan arti sebenarnya yang dimaksudkan dalam konteks bahasa asli, kebudayaan, dan sejarah penulis Alkitab: ‘Jika busur itu ada diawan, . .” (Kej. 9 : 16). Arti ‘busur’

‘busur’ yang umum ditangkap pembaca adalah busur untuk memanah. Padahal arti yang dimaksudkan dalam teks Ibrani adalah pelangi / bianglala’.

Hambatan yang dijumpai dalam cara penerjemahan yang lama bukan saja dengan kata-kata dan ungkapan. Tetapi istilah,susunan kalimat, tata bahasa, peribahasa, serta gaya bahasa dalam teks asli bila diterjemahkan langsung secara harafiah dapat kehilangan arti aslinya; bahkan tidak jarang, menyimpangkan pembaca biasa dari makna yang sebenarnya dimaksudkan dalam teks Alkitab.

Sebaliknya, dalam  metode penerjemahan baru, yang ditekankan adalah pengalihan arti bahasa yang dimaksud dalam naskah asli ke dalam bahasa penerima yang umum dan wajar, yang disesuaikan dengan pengertian sidang pembacanya. Dengan demikian, arti yang dimengerti oleh pembaca mula-mula, yang hidup pada masa dulu, dapat sedekat mungkin dimengerti oleh pembaca terjemahan yang hidup kini dan disini, yang berbeda bahasa dan kebudayaannya. Karena itu, metode ini disebut metode penerjemahan dinamika.

Proses Penerjemahan

“Lembag Alkitab Indonesia (LAI) mencari penerjemah melalui gereja-gaeja lokal,” demikian dljelaskan Pendeta H. Ugang konsultan Departemen Penerjemahan

LAI. Pendeta Ugang memberi contoh saat LAI mencari penerjemah Alkitab ke dalam

Bahasa Nias, “LAI menanyakan apakah Nias membutuhkan Alkitab dalam Bahasa Nias. Jika dibutuhkan, kami mengadakan lokakarya penerjemahan Alkitab. Biasanya lokakarya itu berlangsung antara sepuluh hari sampai dua minggu. Yang mengikuti lokakarya minimal berpendidikan SLA, mempunyai pengetahuan yang cukup tentang Alkitab, perhatiannya besar terhadap penerjemahan Alkitab, umurnya tidak lebih dari 55 tahun, serta mereka bersedia menaati ketentuan LAI mengenai penerjemahan Alkitab. ”

Sesudah lokakarya diadakan, peserta dinilai, siapa yang kira-kira baik, berprestasi, interestnya terhadap pekerjaan ini tinggi; dipilih satu atau dua orang yang memenuhi persyaratan itu, mewakili bahasa-bahasa yang ada di wilayah tersebut. Alkitab yang pertama kali diterjemahkan ke dalam bahasa daerah, harus mempunyai dua penerjemah. Sedangkan untuk merevisi Alkitab ke dalam bahasa sehari-hari diperlukan satu penerjemah plus satu peneliti khusus dan beberapa peneliti biasa.Penelitian khusus ini diambil dari peserta lokakarya. Dialah nanti yang memeriksa. Kebanyakan peneliti khusus ini adalah mereka yang mengerti bahasa asli Alkitab, Yunani atau Ibrani. Kalaupun tidak menguasai, peneliti khusus ini mengerti cara membuka kamus bahasa tersebut. Penerjemah menampung semua hasil peneliti khusus ini dan menyaring, mana yang lebih dekat ke dalam bahasa daerah.

Hasil terjemahan diketik rapi sampai final. Kemudian, penerjemah dan peneliti khusus sama-sama membaca hasilnya; penerjemah membaca terjemahan, sedangkan peneliti khusus memperhatikan aslinya. “Biasanya, penerjemahan ke dalam bahasa daerah dilakukan berdasarkan terjemahan Bahasa Indonesia Sehari-hari (BIS),” Pak Ugang menjelaskan. Naskah final itu lantas dikirim ke Departemen Penerjemahan LAI, yang memeriksa apakah ayat-ayat sudah betul, fasal sudah lengkap, semua kitab sudah masuk. Bagian penyuntingan memeriksa apakah tidak ada kata-kata yang ketinggalan. Menurut Pendeta Ugang, yang pernah menerjemahkan Alkitab ke dalam Bahasa Dayak, walaupun penyunting tidak mengerti bahasa daerah, tapi dia dapat membedakan jika ada kata-kata yang kurang atau satu kata yang mempunyai dua arti dalam bahasa daerah. Kalau ada yang menjadi tanda-tanya, naskah itu dikirim lagi, ke penerjemah. Kadang-kadang sampai berulangkali, baru dinyatakan naskah itu sudah bersih, artinya tidak ada perbaikan lagi. Kemudian dicetak.

Proses penerjemahan biasanya berlangsung tiga-empat tahun untuk Perjanjian Baru. Perjanjian lama lebih lama, bisa sampai delapan tahun. Seorang penerjemah harus bekerja full-time selama waktu-wakfu itu untuk menerjemahkan Alkitab. Penerjemah digaji penuh oleh Lembaga Alkitab Indonesia. Saat ini penerjemahan Alkitab dalam bahasa Madura sudah berjalan sekitar tujuh tahun, sedangkan dalam Bahasa Dayak Ngaju menginjak  tahun kelima.

Begitulah rumitnya penerjemahan. Namun, walaupun sulit, penerjemahan Alkitab harus berjalan terus. Sebab banyak jiwa masih menanti Alkitab yang dapat dimengertinya. Akhirnya, sebagaimana Allah mengilhami penulisnya, Da juga mengurapi penerjemah firman-Nya. Injil harus terus berkumandang! (disadur dari Mengenal Alkitab Anda dengan persetujuan LAI).

Tinggalkan sebuah komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Satu pemikiran di “Mengapa Alkitab Harus Diterjemahkan?”